Ruwatan Misteri

Nurul Adiyanti
Chapter #38

Pesan dari Ayuni

Panggilan telepon itu mati, menyisakan gema suara cemas seorang ibu di dalam keheningan apartemen yang terasa pekat dan basi. Gea menatap Ashana, matanya yang lebar memantulkan horor yang sama persis seperti yang Ashana rasakan menggerogoti isi perutnya.

"Buku catatan," bisik Gea, suaranya parau.

"Dia ninggalin jejak, Shana, berarti dia sengaja,"

"Dia mau kita nemuin itu," sahut Ashana, otaknya berputar liar.

"Dia mau kita tahu, ini semua cuma permainan buat dia,"

"Permainan apa yang korbannya Mita sama Ayuni?" sergah Gea, suaranya meninggi.

"Kita harus ke rumahnya sekarang juga! Kita ambil buku itu!"

"Terus apa, Ge? Kita bawa ke polisi?" balas Ashana getir.

"Dan bilang apa? Sahabat kami yang hilang ternyata dalang dari serangan hantu? Mereka akan langsung kirim kita ke rumah sakit jiwa,"

"Terus kita diem aja?"

Ponsel Ashana yang masih tergeletak di atas meja makan berdering lagi, suaranya yang nyaring dan modern terdengar seperti jeritan di tengah ketegangan. Bukan nada deringnya yang biasa, ini adalah nada darurat yang ia pasang untuk kontak rumah sakit. Jantung Ashana berdetak lebih kencang.

"Ayuni," desisnya, menyambar ponsel itu. Nama perawat yang berjaga tertera di layar, Ia menggeser tombol jawab dengan jari gemetar, menyalakan pengeras suara.

"Halo, dengan Ibu Ashana?" suara perawat di seberang terdengar panik dan terengah-engah.

"Iya, Suster! Ada apa? Ayuni kenapa?" tanya Ashana cepat, Gea langsung mendekat, menahan napas.

"Pasien Ayuni, Bu! Tiba-tiba... tiba-tiba kejang hebat!" teriak perawat itu, di latar belakang terdengar suara gaduh, monitor yang berbunyi liar, dan teriakan-teriakan lain.

"Kami sudah panggil dokter, tapi kami tidak bisa menenangkannya! Dia meronta-ronta terus!"

"Kami ke sana sekarang!" jawab Ashana, mematikan panggilan.

Dunia seolah bergerak dalam kecepatan kilat. Mereka tidak bicara lagi, hanya ada suara kunci yang disambar dari atas meja, derit pintu yang dibanting, dan langkah kaki yang berlari menuruni lorong apartemen yang sunyi.

Koridor rumah sakit menyambut mereka dengan bau antiseptik yang tajam dan cahaya lampu neon yang dingin. Mereka berlari, tidak memedulikan tatapan aneh dari pengunjung lain. Di depan kamar rawat Ayuni, kerumunan kecil perawat dan seorang dokter muda menghalangi pintu masuk, wajah mereka tegang.

"Ada apa ini, Dok?!" tanya Gea panik, mencoba menerobos. Dokter itu menahannya.

"Tolong jangan masuk dulu, Bu. Pasien sangat tidak stabil,"

"Dia teman kami!" balas Ashana, mengintip dari celah di antara bahu para perawat.

Pemandangan di dalam membuat darahnya membeku. Ayuni tidak lagi terbaring. Dia duduk tegak di tengah ranjang, tubuhnya menegang dan bergetar hebat. Matanya memutar ke atas hingga hanya bagian putihnya yang terlihat. Busa tipis keluar dari sudut bibirnya, dua orang perawat berusaha memegangi lengannya, tapi Ayuni meronta dengan kekuatan yang tidak wajar, melemparkan mereka ke samping seolah mereka hanyalah boneka kain. Monitor di samping tempat tidurnya mengeluarkan bunyi *bip* yang panjang dan memekakkan telinga.

"Jantungnya! Cepat siapkan alat kejut!" teriak dokter itu kepada salah satu perawat.

Lihat selengkapnya