S O U L

mr. putri
Chapter #2

2. A Message

Ddreeettt….ddreett….dreettt

Dapat ku dengar handphone Tristan bergetar di atas meja makan, sementara Tristan sedang berada di kamar mandi.

Aku sedang malas bergerak dan hanya ingin tetap duduk di salah satu kursi tak jauh dari meja makan, sambil terus bermain game dari handphoneku.

Ddreeettt….ddreett….dreettt

Suara getaran handphone Tristan masih tidak berhenti. Aku pun mencoba mengintip siapa yang tidak berhenti menghubunginya malam ini. Dapat aku lihat terpampang nama “NINA” di layar handphone itu, yang tak lama kemudian menghilang.

“Sayang, kamu dimana? Aku lagi mau beli lingerie, mau nanya pendapat kamu, Cinta!” pesan itu pun tiba-tiba muncul dari layar handphone Tristan, dan pesan tersebut berasal dari NINA.

Sayang? Lingerie? Cinta? Nina? Tristan?

Aku pun langsung berdiri dan mencoba melihat pop-up notification yang masih belum hilang dari handphone Tristan. Aku dapat melihat banyak pesan dari Nina ini. Pesan yang dapat kulihat hari ini yang aku yakin belum dibalas oleh Tristan diantaranya:

“Yang, tadi Mama titip salam buat kamu,”

“Cinta, kamu disuruh telp mama kamu. Mama kamu mau nanyain soal nikahan kita,”

Nikahan? Kita? Nikahan Tristan dan Nina?

Selama ini aku memang tidak pernah memiliki keinginan untuk melihat isi handphone Tristan. Tristan pun tidak pernah mencoba mencari tahu isi handphoneku. Bila memang Tristan mau membuka handphoneku, Tristan hanya perlu bilang dan aku akan memberikan handphoneku padanya. Ada beberapa kali Tristan meletakkan handphone-nya di depanku dan dapat aku lihat beberapa notifikasi yang masuk, banyak pesan-pesan yang dapat aku baca sekilas, tapi tidak pernah menjadi masalah yang berarti bagi kami berdua.

Namun kali ini aku merasa seperti kecolongan. Selama ini tidak ku lihat gelagat yang aneh dari Tristan. Setiap aku datang ke tempatnya pada jam-jam yang tidak biasa pun aku tidak menemukan hal-hal yang berbeda. Hampir setiap kali kami bertemu pun tidak pernah karena kesengajaan atau janjian. Setiap aku ajak ke mana pun Tristan tidak pernah menolak.

“Tapi ada apa ini? Apa yang aku lewatkan?” tanyaku dalam hati, sambil terus berfokus pada games yang sedang aku mainkan di handphoneku.

Aku dapat mendengar Tristan keluar dari kamar mandi. Berjalan menuju dapur dan mengambil segelas air putih.

“Lo ngeliat handphone gw ga?” tanyanya setelah selesai minum.

“Ni di meja. Oh iya, dari tadi ada yang telp kamu. Trus nanyain dia mending beli lingerie yang mana. Oh satu lagi, kamu diminta telp mama kamu, katanya mau ngebahas nikahan,” kataku seperti tidak dapat berhenti, namun tetap masih focus dengan menatap handphoneku.

Tristan terlihat membeku. Berjalan pelan ke arah meja makan, mengambil handphonenya dan melihat isi. Duduk di depanku. Aku, masih mempertimbangkan apakah aku harus tetap duduk di depan Tristan, ataukah pergi meninggalkannya.

Lihat selengkapnya