Nggak susah deketin Vanny. Tapi, nggak gampang juga buat dapetinnya.
•••••
Setahun sudah Steve bersekolah di Brilliant High school. Menjadi murid pindahan bukan sebuah kesulitan baginya.
Buktinya, sekarang ia telah menjadi kapten basket Brilliant High School dan menyingkirkan Most Wanted boy sebelumnya.
Steve dan teman-temannya sedang melewati koridor ruang seni. Tertawa bersama menertawakan kebodohan dari Deven.
"Lo pantat ayam!" ledek Deven.
Dwi, lelaki tampan yang paling sering dibully. "Bully aja terus," malasnya.
"Tes.. Tes.. "
Steve menghentikan langkahnya begitu mendengar suara perempuan dari pengerah suara.
Sam yang berada di samping Steve lantas ikut berhenti dan menatap Steve bingung. "Kenapa berhenti?"
"Lo denger suara itu?" menunjuk ruangan disebelahnya.
Dwi dan Deven ikut menoleh. Dan mendengarkan percakapan dua orang itu.
Sam mencoba mendengarkan apa yang Steve bilang. Kemudian menganggukan kepalanya. "Itu suara Vanny, kayaknya lagi latihan di ruang vocal."
Steve mengernyitkan dahinya. "Vanny?"
"Lo nggak tau Vanny?" Sam memicingkan matanya.
Steve menggeleng. Dengan tampang polos. Membuat ketiga temannya kompak menepuk dahi masing-masing.
"Lo beneran nggak tau?" ulang Dwi.
Steve menghela napas kesal. "Nggak. Emang dia siapa sih? Kok kalian sampe segitunya gue nggak tau?"
"Ampun Steve ... Lo kudet banget dah," ledek Dwi.
"Parah lo kalau nggak tau Vanny," tambah Deven.
"Emang dia siapa?" tanya Steve.
Sam menarik tangan Steve dan membawanya menuju jendela Vocal room.
"Itu, yang rambutnya lewat dari bahu sedikit," menunjuk seorang gadis yang tengah tertawa bersama temannya.
Steve mengikuti arah yang ditunjuk Sam. Matanya melebar saat melihat seorang gadis yang memegang mic dan tengah tertawa lepas bersama temannya. Senyumnya mengembang sempurna.
"Namanya Stevanny, dia anak kelas Business 1. Ketua club Vocal Brilliant High School. Dan penyumbang penghargaan terbanyak di sekolah ini. Hobbynya Nyanyi dan baca Novel. Dan maniac coklat."
Steve menoleh dengan mata menyipit. "Kok lo tau sebanyak itu?"
Sam mengerjapkan matanya. "Uhm... "
"Sammy!"
Seruan dari dalam ruangan itu mengalihkan perhatian mereka. Didalam, Stefie melambaikan tangannya memanggil Sam.
Sam berjalan menuju pintu. Membukanya dengan wajah cemberut. "Udah gue bilang jangan panggil gue Sammy, Fie," protesnya.
Stefie terkekeh. Kemudian melirik kebelakang Sam. "Itu siapa? Steve, ya?"
Sam menoleh sebentar dan kemudian tersenyum. "Iya, kenapa?"
Mata coklat Stefie langsung berbinar. "Gila! Suruh masuk!" pekiknya tertahan.
"Suruh sendiri, lah," acuh Sam. Dan ia justru melirik Vanny yang sedang memainkan HPnya.
"Van? Apa kabar?" tanya Sam sembari mencolek lengan Vanny.
Vanny mendongak. "Baik." kemudian kembali memainkan ponselnya.