Saat cahaya menyentuh Es

hiskiana
Chapter #5

Retakan dan cahaya#5

Hari Sabtu siang, Arka mendapat pesan singkat dari Nayla.

“Pak, jangan lupa. Nanti jam 3 kita ketemu di kafe dekat kantor. Alina ingin bertemu Anda.”

Arka menatap ponselnya lama. Ia hampir mengetikkan ‘Tidak bisa’, tapi jemarinya berhenti. Ada sesuatu dalam dirinya yang mengatakan ia harus datang—meski ia sendiri tidak mengerti alasannya.

Jam 3 tepat, Arka tiba. Kafe itu ramai, penuh tawa anak muda. Kontras dengan dirinya yang duduk kaku di sudut, menunggu.

Percakapan berjalan tidak seperti yang Arka bayangkan. Alina benar-benar blak-blakan.

“Kenapa wajah Anda selalu dingin? Apa otot wajahnya kaku?”

“Tidak.”

“Lalu kenapa tidak pernah senyum? Senyum itu gratis, lho.”

Arka menatapnya tanpa ekspresi, tapi jauh di dalam, ia merasa aneh. Gadis itu tidak takut padanya, berbeda dari kebanyakan orang.


Nayla buru-buru menengahi. “Alina, jangan kurang ajar.”

“Ah, santai saja, Kak. Lagian Pak Arka kan bisa jawab sendiri.”

Arka hampir ingin mengusir mereka, tapi sesuatu menahannya. Entah kenapa, keberanian polos Alina justru menimbulkan retakan kecil lagi di hatinya.

Setelah beberapa lama, Alina bertanya dengan nada lebih lembut.


“Pak Arka, boleh saya tanya sesuatu? Anda… bahagia tidak dengan hidup Anda sekarang?”


Pertanyaan itu membuat Arka kaku. Ia tak terbiasa ditanya soal perasaan, apalagi oleh orang asing yang baru ditemuinya.

“Aku baik-baik saja.”

“Itu bukan jawaban. Saya tanya bahagia atau tidak.”

Arka terdiam. Kata ‘bahagia’ terasa asing baginya. Ia memandang secangkir kopinya yang sudah dingin.

“Aku tidak tahu,” jawabnya akhirnya.

Lihat selengkapnya