Baron beringsut dari duduknya, merentangkan kedua tangannya, berdiri menghadap ke arah Julian dan Lidya, satu tangannya memegang pistol, tangan lainnya memegang tongkat bisbol, terbuat dari besi.
Julian berdiri waspada, dia menutupi pandangan Baron agar tak melihat langsung ke adiknya, sebab anak panah Lidya sudah habis sepenuhnya.
“Dia tampak menyeramkan dari sebelumnya, ini aneh seakan ada pancaran mengerikan keluar dari tubuhnya,” batin Julian cemas, meneteskan keringat dari pelipisnya.
Mendadak Baron menembakkan pistolnya, pelurunya melesat cepat menyerempet topeng Julian, jika dia bergerak sedikit saja, mungkin dia sudah menemui ajalnya.
Baron menggelengkan kepalanya, dan membuang begitu saja pistol itu ke arah lautan yang menggelora hebat. Lalu, kembali berjalan pelan sembari menyeret tongkat bisbolnya di atas lantai.
“Ju, kau tidak apa-apa?” tanya Lidya khawatir.
“Tidak, aku tak apa-apa,” balas Julian, ada getar dalam suaranya.
Kapal kembali berguncang keras, sehingga Julian dan Lidya saling berpegangan untuk menyeimbangkan diri. Amunisi dan barang yag diminta Lidya pun belum datang juga.
“Aku akan maju, kau di belakang saja, bantu aku jika bantuan persenjataan dari Anjani sudah datang, kau paham?!” teriak Julian kepada Lidya.
“Tidak! Kali ini aku akan bertarung di sisimu,” balas Lidya berteriak mengatasi deru angin.
“Tidak” tolak Julian. “Kau harus tetap diam di belakangku! Aku takkan mengizinkanmu bergerak dari tempatmu, kecuali untuk kabur dari Baron”
“Aku tidak peduli, kita ini rekan! Berjuang bersama! Aku juga tak ingin lagi dihantui rasa sakit ini, aku harus melawan atau aku berhenti saja dari dunia ini!” bentak Lidya emosi.
Julian menyadari apa yang dikatakan adiknya benar, dan sudah tidak ada waktu untuk berdebat dengannya,” baik, bertarunglah di sisiku, rekanku,” kata Julian menyerah.
Lidya tersenyum, dia pun berdiri di samping Julian.
baron sekarang berjarak kurang dari tiga meter dari Julian dan Lidya, ketiganya berhadap-hadapan dalam keheningan yang luar biasa intens.
Serangan pun dimulai, dimulai dari Baron yang menghantamkan tongkat bisbolnya keras-keras, Julian menerimanya dengan dua tongkatnya. Denyut rasa sakit mendera tangannya, tak diduga kekuatan Baron begitu kuat. Lidya bergerak cepat, menyapukan busurnya ke kaki Baron. Penjahat itu melompat ke belakang, menghindari serangannya.
“Sial, aku lupa kalau dia pernah bergabung di unit kesatuan khusus,” batin Julian meringis menahan sakit. Dia maju ke depan, melepaskan tendangan keras, Baron melompat lagi ke belakang, menghindar.
“Ayolah, beri aku hiburan lebih dari ini,” tantang Baron, nadanya terdengar mengejek.
Lidya tersentak, dia menerjang maju, menyabetkan busurnya membabi buta, Baron melompat menyamping, menangkis, dan memberi pukulan balik. Gadis itu menunduk, dan menyabetkan busurnya lagi ke bawah kaki, Baron melompat tinggi, dan melepaskan tendangan yang membuat Lidya mundur beberapa langkah, karena kekuatan tendangannya. Dia agak meringis menahan sakit akibat kekuatan tendangan itu.
Baron mendadak maju, gerakannya lincah dan gemulai, padahal ukuran tubuhnya besar, Julian menangkis pukulan bat bisbol Baron dengan kedua tongkatnya, namun terjangan kekuatannya, membuat Julian terlempar jauh. Julian merintih kesakitan memegangi tangannya yang sakit.
Baron mengalihkan pandangannya ke Lidya, namun gadis itu sudah menghilang dari matanya. “Di mana gadis itu?”