Sabarong

Rizky
Chapter #17

AKHIR TAPI BUKAN TERAKHIR

Julian masuk perlahan, seluruh koridor gelap gulita, dia pun menyalakan mode gelap di topengnya. Air belum sampai ke lantai tempat ia berpijak, Julian berharap Chris baik-baik saja. Julian berlari di sepanjang koridor, menuruni tangga darurat, melompat anak tangga dua-dua langsung, sebab mesin kapal sudah mati, dan otomatis lift pun mati.

Tak ada hambatan berarti di lantai tersebut, sampai akhirnya dia sudah berada di lantai empat. Kondisi lantai ini cukup berantakan, barang-barangnya berserakan di mana-mana, Julian agak kesulitan memindahkan sebagian benda yang menutupi jalan. Dia memutuskan beristirahat sebentar, menenggak air dalam botol kecil yang dikirim oleh Anjani.

Guncangan cukup keras kembali dirasakannya, kali ini membuat beberapa benda terseret ke satu arah yang sama. Sayup-sayup terdengar teriakan meminta tolong, terdengar frustasi, semakin lama semakin lemah. Julian bergegas bangkit dari istirahatnya, berlari cepat menuju sumber suara.

Di lantai berikutnya, air sudah setinggi paha orang dewasa, benda-benda mengapung kesana kemari, air bercampur darah, baunya sungguh tidak sedap, bahkan baunya sedikit menembus topeng Julian yang membuat anak itu berjengit tak enak.

“Chris! Chris! Di mana kau?!” teriak Julian berulang-ulang. Chris seolah tak menjawab atau mendengar panggilannya, ini membuat Julian semakin cemas.

Energinya sudah terkuras habis, apalagi menembus genangan air tinggi, bau, dan banyak sekali benda yang menghalangi membuatnya sedikit frustasi. Hanya harapan dan keinginan untuk menemukan Chris lah yang membuatnya tetap melangkah maju.

“Tolong! Tolong aku!” teriak suara itu sekali lagi.

“Itu pasti suara Chris!” batin Julian optimis, dia semakin mempercepat langkahnya. Akhirnya dia menemukan kamar di mana Chris dikunci. Julian mengambil anak kunci di sakunya, memasukan di lubang kunci, memutarnya hingga terdengan bunyi klik, Julian memutar Di dalam kamar, Chris berdiri di atas ranjang, menghindari genangan air yang menghitam, tubuhnya basah kuyup, menggigil kedinginan.

Chris awalnya takut melihat kedatangan Julian, namun dia tersadar kalau itu adalah pahlawan yang sama ketika menyelamatkannya dulu.

“Apa itu kau?” tanyanya takut-takut, memastikan.

“Tentu, kita dulu pernah bertemu,” kata Julian sembari mengulurkan tangannya. “Kita harus segera pergi dari sini, kapal ini akan segera tenggelam,”

Chris menyambut uluran tangannya, dan Julian pun memberikannya alat bantu pernapasan portabel untuk sekadar berjaga-jaga. “Pake itu, untuk alasan keamanan saja,” katanya menambahkan.

Setelah Chris memakainya, Julian menggandengnya keluar, tangannya terasa dingin dan seolah seluruh darahnya membeku, dia harus cepat-cepat mengeluarkannya dari sini, atau Chris akan diserang Hiportemia.

“BRUAKK!” langit-langit tiba-tiba ambruk, menutupi jalan menuju tangga darurat. Julian berpikir sejenak, selain lift tidak ada lagi jalan untuk dilalui.

“Listrik mati, dan kelihatannya generator cadangan juga mati, apa yang akan kau lakukan dengan lift ini?” tanya Chris gemetaran, giginya terdengar saling beradu.

Julian membuka paksa pintu lift, dan menjebol atapnya. “Kita akan lewat sini,” katanya, sambil menunjuk lubang atap lift.

“Kau bercanda?!” Chris cukup terkejut atas ide Julian tadi. “Aku bahkan sudah tak kuat lagi untuk memanjat ke atas!”

“Itu tak usah kau pikirkan, ikuti saja apa kataku,” pungkas Julian.

Lalu, dia membungkukan badan sedikit, hampir seluruh tubuhnya terbenam dalam air, lantas Chris memakai punggungnya sebagai tempat memanjat.

Tapi, Chris menolak, pipinya merona merah.

“Ayo, kita harus bergegas, kapal ini akan segera tenggelam,” kata Julian tak sabar.

“Aku tidak mau!” tolak Chris bersikeras.

“Kenapa?” Julian kebingungan.

“Lihat! Aku masih memakai gaun, akan sulit bagiku untuk memanjat ke atas, sementara kau berada di bawahku, kau tahu maksudku, kan?”

Kali ini wajah Julian merah padam, ia tahu apa yang dimaksud oleh Chris. Setelah berjanji dia tidak akan mengintip, Chris pun akhirnya setuju. Di atas lift, Julian mencoba menghubungi adiknya. Dia mengirim beberapa pesan tertulis, dan berharap adiknya itu paham apa yang dimaksudkannya.

Lihat selengkapnya