Ingat pesawat tanpa awak yang jatuh tak jauh dari perairan Batam18? Sesungguhnya seorang lelaki muncul tak jauh dari situ. Dia kampul-kampul19 di atas sampan anyaman janur kuning. Perawakannya agak kurus. Ada toh20 di mata kirinya. Orang Sunda, tetapi suka gudeg dan nasi Padang. Dialah Budak Angon. Dahulu sekali, penggemar sarung ini pernah amat sedih karena berpisah dari junjungannya, Prabu Siliwangi.
Dialah saksi dari Kerajaan Pajajaran saat detik-detik terakhir sang raja menyilakan rakyatnya memilih. Dalam khayalan panakawan Petruk, Budak Angon juga menjadi saksi bahwa raja besar Tanah Priangan itu memberi pilihan kepada rakyatnya sekaligus meramal nasib mereka kelak.
Ramalan Uga Wangsit Siliwangi intinya menyebut bahwa dari suatu titik di Jawa Barat dengan halimun memesona, orang-orang Sunda yang berlari ke barat, timur, dan utara akan memiliki peruntungannya sendiri sebagaimana mereka yang bergerak ke selatan dan bersetia mengikuti Prabu Siliwangi.
Secara garis besar, demikian Uga Wangsit dalam khayalan Petruk yang juga tengah mengangankan sukun goreng hangat, orang-orang yang bergerak saling memisahkan diri itu akan terbelah menjadi kaum pemegang teguh tradisi leluhur Sunda Wiwitan dan kaum yang luntur di dalam baskom budaya dan kepercayaan impor.
Petruk memastikan bahwa Budak Angon tidak tergolong kaum yang larut dalam derasnya budaya manca. Dia yang muncul di perairan Batam hampir berbarengan dengan kemunculan Sabdo Palon di dukuh Petruk itu pasti bukan seseorang yang terbuai oleh budaya kaum pembuat drone jenis Banshee Target tersebut.
“Tetapi mungkin dia pilot pesawat tanpa awak itu, Truk. Jadi, ya masih orang sono juga,” kata Bagong.
“Goblokmu, Gong! Namanya pesawat tanpa awak itu berarti ndak pakai pilot-pilotan.”
“Ya, siapa tahu, Truk. Pencitraannya saja pesawat tanpa awak. Sekarang, kan, zaman pencitraan. Terus awak itu berenang ke tepian. Dia panjatlah nyiur yang melambai-lambai di pantai. Diambilnya janur-janur. Dianyam. Jadilah perahu ....”
***
Bersampan janur dari perairan Kepulauan Riau, dengan cepat Budak Angon berlabuh ke suatu kawasan. Tempat ini sekarang menjadi makam Sunan Gunung Jati yang berundak-undak tinggi sekali. Entah di utara, selatan, atau mungkin timur pusara. Pokoknya masih di Cirebon.
Di kota tahu gejrot itu, sambil makan buah melon, dia tertarik mendekati lelaki gemuk dan agak tinggi. Rambutnya yang rada ikal digelung ke atas, khas rambut lelaki masa Majapahit. Budak Angon menguping obrolannya dengan bakul jamu gendongan di emper pertokoan.