Lia mendengar semua pembicaraan orang tuanya. Sebenarnya ia merasa sedih. Ia ingin memiliki keluarga yang harmonis. Memiliki keluarga seperti orang normal. Tapi apa boleh buat mungkin ini memang takdirnya.
Ia selalu berpikir mungkin ia sekarang memiliki kehidupan yang menyedihkan. Tapi mungkin nanti ia akan memiliki kehidupan yang menyenangkan. Karena ia pikir mungkin Tuhan memberinya cobaan di awal agar nanti di akhir ia dapat bahagia.
Ternyata, bukan hanya Lia yang mendengar pembicaraan orang tuanya tadi. Kakaknya, Daniela juga mendengarnya. Lalu tak lama kemudian Daniela masuk tanpa mengetok pintu adiknya.
"Lu itu pembawa sial! Lu gak liat gara-gara lu papa sama mama tadi ribut lagi."
"Mending lu keluar deh. Gw gak mau ngomong sama lu."
"Kenapa? Lu takut? Udah deh akuin aja ini semua gara-gara lu."
"Lu tuh gila ya. Papa jelas-jelas tadi bawa perempuan ular itu. Gimana gw gak marah hah?"
"Ya tetep aja gara-gara lu semuanya jadi tambah ribet. Papa dan mama ribut lagi."
"Ya terus lu maunya gimana? Emang keluarga kita begini. Dia itu emang laki-laki brengsek."
"Lu gak pantes ya ngomong kayak gitu soal papa. Emang lu gak mau papa sama mama balikan?"
"Lu ternyata bener-bener gak waras ya mending lu masuk rumah sakit jiwa sana!"
"Berani ya lu ngomong gitu." Ia menampar wajah Lia.
Tentu saja Lia yang merasa kesal dan merasa tidak bersalah segera membalas tamparan kakaknya itu. Tentu saja Daniela lebih kuat karena jujur badannya jauh lebih besar dan tinggi daripada Lia.
Tapi dari dulu Lia tidak pernah menyerah melawan kakaknya ini. Ia akan berjuang sampai titik darah penghabisan. Kekanakan memang. Tapi, siapa coba yang lebih kekanakan?