Sudah tiga hari tak terasa Sabina dan Wonho berkomunikasi menggunakan aku-kamu. Sebenarnya ia merasa seperti throwback.
Karena dulu, saat pertama kali berbicara ia menggunakan aku-kamu. Sudah terbiasa menggunakan lu-gw, sekarang malah harus kembali menggunakan aku-kamu.
Tapi, terkadang mereka berdua masih saja kelepasan mengucapkan lu-gw. Mereka sendiri sudah menentukan hukuman jika diantara mereka ada yang kelepasan mengucapkan lu-gw.
Dan sialnya yang paling sering kelepasan adalah Sabina. Hukuman yang mereka tetapkan adalah yang kelepasan mengucapkan harus mengabulkan satu permintaan dari pasangan yang satunya.
Tapi dasar memang Wonho terlalu cerdik. Ia memanfaatkan hukuman itu dengan sebaik mungkin. Jika Sabina kelepasan mengucapkan lu-gw dia dengan cepat menyadarinya.
Padahal dalam matematika dia sangat tidak teliti. Giliran beginian saja, mengapa tiba-tiba ia menjadi sangat teliti. Masalahnya adalah permintaan yang pria ini berikan selalu saja aneh-aneh. Permintaan itu selalu membuat Sabina menjadi malu pada akhirnya.
Contohnya saja sekarang. Tadi tanpa sengaja Sabina mengucapkan "gw" saat membahas tentang makanan kesukaannya.
"Kamu paling suka makan apa Sa selama kamu tinggal disini?"
"Kalau gw si kepiting saus padang."
"Yeyyyy."
"Ih kenapa tiba-tiba yey coba?"
"Itu tadi kamu nyebut kata terlarang."
"Hah kata terlarang paan?"
"Tadiii. Coba kamu sebutin lagi kamu suka makan apa?"
"Kalau gw si kepiting saus padang? ........ eh eh astaga."
"Yeyyy kamu sebut dua kali lagi. Jadi kamu harus kabulin dua permintaanku ya."
"Yodah. Ck. Gitu aja seneng. Kayak anak kecil."
"Kayak anak kecil gini juga kamu suka. Kayak anak kecil gini juga kamu kelabakan kalo aku cium. Jadi aku masi keliatan kayak anak kecil nih. Padahal pipi kamu merah loh tiap aku cium. Masa kalo yang cium anak kecil kamunya sam-."
Omongan Wonho terhenti karena Sabina sudah menutup mulut pria itu. Yang tidak Sabina sangka adalah Wonho malah mencium tangannya dan mengeluarkan lidahnya. Tentu saja Sabina langsung melepas tangannya.