Pagi ini Sabina sudah meneleponnya. Menanyakan bagaimana kabar pria itu sekarang. Wonho pun akhirnya menceritakan bahwa dia sedang menginap di hotel karena ia tidak ingin kembali ke rumahnya.
Sabina datang satu jam kemudian ke hotel tempat Wonho menginap. Ia ikut merasakan kesedihan pria itu. Sabina yakin Wonho sebenarnya pasti sangat rindu dengan papanya.
Tapi ia juga yakin gengsi pria itu pasti sangatlah besar sehingga sangat sulit baginya untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. Sabina sendiri tidak tau harus bagaimana.
Di satu sisi ia ingin membujuk pacarnya itu qgar berbaikan dengan papanya. Tapi di sisi yang lain ia takut pacarnya itu malah akan kesal padanya karena terlalu mencampuri urusan keluarganya.
Sekarang ia sudah sampai di depan kamar hotel Wonho. Kemudia ia memencet bel dan tidak lama kemudian puntu tersebut terbuka. Namun yang pertama kali ia lihat adalah wajah kacau pria itu.
Ia terlihat sangat pucat. Sabina pun berusaha mengecek suhu pria itu dengan menempelkan tangannya ke dahi Wonho. Ternyata benar saja, pria itu demam suhu tubuhnya cukup panas.
Ia segera membantu pria itu kembali ke ranjang. Karena saat Wonho berjalan, kakinya terlihat lunglai sehingga arah jalannya tidak tentu. Ia takut pria itu akan pingsan.
Sabina segera menyiapkan air hangat dan mengompres dahinya. Setelah itu menyuruh Wonho agar tidur lagi. Sementara ia memesan bubur ayam dan pergi ke apotek untuk membeli obat. Tentu ia tidak lupa untuk mengambil kartu hotel.
Setelah makanan yang dipesannya sampai. Ia segera membangunkan Wonho dan menyuapinya. Pria itu tidak terlalu nafsu makan. Bubur yang dipesannya tidak habis masih tersisa setengah.
Sabina sendiri tidak ingin memaksa pria itu makan lagi. Yang penting perutnya sudah terisi. Jadi ia memberikan obat penurun panas yang sudah dibelinya tadi.
Setelah itu ia kembali menyuruh Wonho untuk beristirahat. Sabina dengan telaten menjaga pria itu. Tidak lupa untuk mengganti kompresnya. Setelah setengah jam berlalu.
Ia pun ikut tertidur di samping pria itu. Dua jam kemudian, Wonho terbangun dan mendapati kekasihnya itu ikut tertidur di sampingnya. Ia mengamati Sabina yang tertidur di samping dengan lekat.
Tanpa sadar pun ia berusaha merapikan anak rambut yang sedikit menutupi wajah Sabina. Ternyata karena itu, kekasihnya malah terbangun. Ia merasa sedikit menyesal.
"Lee, kamu udah bangun? Gimana udah mendingan belum sekarang?"
"Udah kok."
"Thank God. Yodah sekarang aku pesenin makan lagi ya. Kamu mau makan apa? Jangan yang goreng-goreng dulu ya. Aku pesenin bakso mau? Atau sup pangsit?"
"Apa aja terserah kamu."
Sabina terlihat sangat khawatir. Wonho yang melihat itu sebenarnya merasa sangat senang dan juga sangat bersyukur. Karena gadis itu sekarang ada di sisinya dan mengurusnya dengan baik.