SABIRU

Puspa Seruni
Chapter #2

2. Liontin Permata Biru

Bagian 2. Liontin Permata Biru

 

Jaladri membawa Sabiru pada sebuah tempat tersembunyi di belakang kerajaan. Sebuah tempat yang biasa digunakan oleh Jaladri dan Anamary untuk menyimpan barang-barang hasil temuan mereka di lautan. Seperti laboratorium kecil, Jaladri akan mengamati dan meneliti apa saja di sana. Begitu juga dengan Anamary, ia memiliki ketertarikan pada pemecahan masalah limbah yang kerap melingkupi kerajaan mereka.

Setelah terbaring, Jaladri membuka kembali gelang yang dipinjamkan pada Sabiru. Anamary juga melepaskan magis menghilangkan tubuh dari Sabiru. Keduanya kemudian secara bersama-sama menggunakan kekuatannya untuk membantu Sabiru untuk bernapas kembali. Beberapa saat tidak ada reaksi, Sabiru masih terbujur kaku dengan wajah yang mulai membiru.

Jaladri masih memejamkan mata, ia meletakkan telapak tangannya pada dada Sabiru. Jaladri sedang berupaya untuk mengelurkan air yang masuk ke dalam paru-paru Sabiru. Aliran kekuatannya yang berwarna merah terlihat menjalar dari lengan Jaladri menuju dada Sabiru. Sedangkan Anamary duduk di dekat kepala Sabiru. Ia meletakkan kedua tangannya pada kepala Sabiru. Aliran kekuatan berwarna biru menjalar untuk membantu Sabiru mendapatkan kembali kesadarannya.

Hampir bersamaan, Jaladri dan Anamary membuka mata.

“Kita harus mendudukkan dia. Rupanya, beberapa bagian paru-parunya rusak karena terlalu lama tenggelam. Ayo, bantu aku.”

Jaladri melepaskan tangannya dari dada Sabiru dan mulai mengangkat tubuh Sabiru. Jaladri mendudukkan Sabiru di dekat dinding batu.

“Aku akan meletakkan tanganku di punggungnya. Dan kamu gunakan kekuatan penuh untuk membantunya dari depan.”

Anamary mengangguk mendengar perintah kakaknya. Ia mengatur posisinya di hadapan Sabiru. Anamary duduk cukup dekat. Saat Anamary melihat bibir Sabiru yang semakin kebiruan, hatinya diselimuti kecemasan. Ia sangat takut bocah kecil yang pernah menolongnya dulu tidak dapat hidup kembali.

Perlahan Anamary memejamkan mata, ia sudah membulatkan tekad untuk menolong Sabiru sekuat tenaganya. Dari tubuhnya memancar cahaya biru keunguan. Anamary mengusapkan telapak tangannya pada wajah dan dada Sabiru beberapa kali. Setelah itu, telapak tangannya menekan dada Sabiru.

Dari arah belakang, Jaladri menekan punggung Sabiru dan memberinya aliran kekuatan. Berbeda dengan Anamary, Jaladri tidak memejamkan matanya. Ia harus memastikan bahwa aliran kekuatan darinya dan Anamary merasuk ke dalam tubuh Sabiru. Pada permukaan tubuh Sabiru kini terlihat aliran berwarna biru kemerahan, perpaduan kekuatan yang diberikan oleh Anamary dan Jaladri.

Beberapa saat air disekitar bergolak. Ada aliran hangat yang menjalar dari tubuh Anamary menuju Sabiru. Tubuh Sabiru bergetar. Tangan Jaladri menahan guncangan yang terus menjalar pada tubuh di hadapannya. Ia merasakan kedua telapak tangannya memanas.

“Argh.”

Tubuh Anamary terjungkal beberapa depa. Anamary terlihat meringis menahan sakit. Jaladri menghampir adiknya.

“Aku rasa kita butuh bantuan ibu.”

Jaladri tampak menahan rasa cemas di wajahnya. Ia membantu Anamary untuk bangkit. Tubuh Sabiru kembali tergelatk. Semua upaya yang telah dilakukan oleh Anamary dan Jaladri sia-sia. Sabiru tetap dalam kondisi tidak sadarkan diri.

“Hanya ibu yang bisa menyembuhkan manusia yang tenggelam ini.”

Jaladri menoleh ke arah Sabiru. Kondisi Sabiru semakin memprihatinkan. Bibirnya mulai membiru dengan wajah yang memucat.

“Tapi setidaknya, paru-parunya sudah terbebas dari air. Ia hanya butuh kemampuan bernapas di dalam air.”

Jaladri menghentikan kalimatnya.

“Dan hanya permata biru milik ibu yang bisa melakukannya.”

Jaladri mengangguk, membenarkan perkataan Anamary. Anamary menghela napas panjang. Mereka berdua sama-sama tahu adalah hal yang mustahil untuk meminjam permata biru milik Dewi Amphitriet tanpa alasan yang jelas. Dan jika mereka mengatakan untuk menolong seorang manusia yang tenggelam maka itu sama saja mengakhiri hidup orang yang akan ditolongnya.

“Kita harus segera memiliki cara untuk mendapatkan permata itu. Kita hanya meminjamnya sebentar, meletakkannya di dada laki-laki ini dan ia akan selamat.”

Anamary mengerti apa yang dimaksud oleh kakaknya. Hanya dirinya yang bisa masuk ke kamar Sang Dewi. Sebagai anak perempuan, Anamary memiliki kedekatan dengan ibunya. Tetapi tentu saja ia tidak pernah meminjam liontin biru yang selalu dikenakan oleh Sang Ratu. Anamary tampak berpikir keras.

“Aku menemukan caranya.”

Kedua mata Anamary berbinar. Jaladri mengernyitkan keningnya. Anamary mengangguk.

“Tetaplah bersamanya, Kak. Aku akan membawa permata biru itu ke sini.”

Jaladri mengangguk. Ia melepas kepergian adiknya dengan khawatir. Akan sangat berbahaya jika Dewi Amphitriet sampai tahu bahwa Anamary mencuri permata biru miliknya. Permata yang sudah berumur ratusan tahun, yang terbuat dari tetesan bening air yang berasal dari tujuh samudera. Anamary sebenarnya tidak yakin dengan rencananya. Rencana yang tiba-tiba saja melintas dalam kepalanya.

Hari ini adalah jadwal Sang Dewi berkeliling di luar istana, meninjau beberapa lokasi untuk melihat kondisi rakyatnya. Anamary berharap Sang Ratu mengenakan liontin lainnya saat ini. Ia harus bergegas, menyelinap masuk ke dalam kamar ibunya sebelum ibunya kembali.

Jantung Anamary berdegup kencang menyusuri lorong istana yang di jaga ketat oleh prajurit kerajaan. Kamar Sang Ratu terletak tidak jauh dari kamarnya. Ia akan masuk ke dalam kamarnya, kemudian menyelinap melalui balkon menuju kamar ibunya. Langkah ini harus ia tempuh karena pintu kamar Dewi Amphitriet selalu dijaga oleh dua prajurit. Ia tidak mau, kedua prajurit itu mencurigainya.

Lihat selengkapnya