SABIRU

Puspa Seruni
Chapter #8

8. Beku

Bagian 8. Beku


Panglima Otodus mengangkat tangan kanannya, memberi tanda untuk berhenti. Kini di hadapan mereka terhampar terumbu karang yang sudah hancur. Potongan-potongan terumbu karang berserakan. 

“Cari terumbu karang yang masih bisa diselamatkan beserta ikan-ikan yang ada,” perintah Panglima Otodus.  “Kita harus memindahkan mereka ke tempat yang lebih aman,” lanjutnya. 

Pasukan hiu mulai bergerak, menelusuri setiap wilayah mencari-cari yang bisa di selamatkan. Mereka berenang pelan sambil mengamat-amati hamparan terumbu karang yang sudah hancur berantakan. Beberapa hiu sudah mengangkat terumbu karang atau ikan-ikan yang masih selamat. Untuk sementara mereka dikumpulkan di hamparan lain yang masih bersih bersama dengan ikan-ikan lain yang masih selamat.

Setelah beberapa saat pasukan hiu menyapu bersih semua kawasan yang rusak, mereka menghadap Panglima Otodus.

“Kawasan sudah bersih, Panglima. Semua ikan-ikan dan terumbu karang yang sehat sudah dipisahkan. Siap menunggu perintah pemindahan ke kawasan lain.” Salah satu pemimpin pasukan regu memberikan laporan.

“Sudah dipastikan tidak ada lagi yang tersisa?”

“Siap, sudah Panglima.”

Panglima Otodus mengangguk-angguk. 

“Sekarang, ambil beberapa contoh terumbu karang yang mati dan substrat yang ada di bawahnya. Kita akan membawanya ke istana untuk dapat mempelajari apa penyebab kerusakan ini.”

Pemimpin pasukan regu bersama-sama mengangguk dan kembali memberi perintah pada seluruh pasukan hiu untuk melakukan pengamatan kembali. Kali ini fokus mereka pada hal-hal yang menjadi penyebab rusaknya kawasan terumbu karang. Beberapa benda berhasil ditemukan. Benda-benda yang dianggap mencurigakan. Setelah semua hal terkumpul, pemimpin regu kembali menghadap Panglima Otodus.

“Baik, sekarang kita harus memindahkan ikan-ikan dan terumbu karang yang masih ada ke kawasan lain. Kita akan berenang ke arah tenggara. Di sana ada sebuah kawasan terumbu karang yang masih bagus. Kita akan membawa mereka ke sana.”

Seluruh pasukan bersiap untuk berangkat seperti yang di arahkan oleh Panglima Otodus. Ikan-ikan dan terumbu karang yang masih selamat tidak terlalu banyak. Pasukan membawa mereka di tangan. Beberapa ikan yang masih cukup kuat, akan berenang bersama pasukan hiu. 

*** 

Dewi Amphitriet mengajak Anamary dan Jaladri masuk ke dalam ruang rahasia yang terdapat di dalam perpustakaan. Sepasang mata yang mengamati mereka tidak bisa ikut masuk ke dalam perpustakaan.  Dia menggerutu tetapi tidak bisa berbuat-apa-apa. Dewi Amphitriet dan kedua anaknya menghilang setelah pintu perpustakaan tertutup.

“Apa yang akan kita lukan di sini, Bu?” tanya Anamary setelah mereka berada di dalam ruang rahasia.

“Kita akan memasang tabir untuk melindungi kerajaan. Separuh pasukan hiu sedang bertugas ke luar. Bukan tidak mungkin akan ada serangan ke istana karena tahu istana kita dalam penjagaan yang lemah.”

Dewi Amphitriet membuka sebuah cangkang mutiara berumur puluhan tahun. 

“Bukankah masih ada separuh pasukan lain yang siaga berjaga?”

Jaladri menerima mutiara berwarna merah dari tangan Dewi Amphitriet.

“Ya, tapi tetap saja kita harus waspada. Ibu merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ibu takut pengrusakan kawasan terumbu karang di daerah timur hanya jebakan agar pasukan bergerak ke sana dan meninggalkan istana.”

Dewi Amphitriet menyerahkan mutiara berwarna biru kepada Anamary.

“Kalian harus saling bergandengan sementara telapak tangan yang lain harus tetap menjaga mutiara yang ada di atasnya.”

Jaladri dan Anamary mengangguk. Jaladri meletakkan mutiara merahnya di atas telapak tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menggandeng tangan kanan Anamary. Mutiara biru di letakkan oleh Anamary pada telapak tangan kirinya. 

“Kalian bisa memejamkan mata. Fokuskan pikiran untuk menciptakan tabir yang akan melingkupi seluruh istana. Cipatakan tabir itu dalam kepala kalian, mutiara ini yang akan mewujudkannya. Tapi satu hal, pikiran kalian harus bersatu.”

Jaladri dan Anamary memejamkan mata seperti yang diperintahkan ibunya. Melihat kedua anaknya sudah mulai memfokuskan pikiran, Dewi Amphitiriet berjalan mendekat dan meletakkan telapak tangannya di bawah telapak tangan Jaladri dan Anamary yang memegang mutiara. 

Saat kedua telapak tangan Dewi Amphitiriet menyentuh punggung tangan kedua anaknya yang terbuka, mutiara Biru dan Merah memancarkan cahaya yang terang. 

“Fokuskan pikiran untuk membuat tabir. Tabir yang akan menyelubungi seluruh istana kita, melindunginya dari serangan luar.”

Perlahan ada hawa panas yang mengalir dari mutiara pada telapak tangan Jaladri dan Anamary. Mereka terus memusatkan pikiran untuk membuat tirai pelindung. Hawa panas itu menjalar melewati lengan menuju lengan lain yang tidak memegang mutiara. Setelah hawa panas dari tangan Jaladri dan Anamary bertemu, tubuh keduanya bergetar. Begitu juga dengan Dewi Amphitiriet.

Jaladri dan Anamary masih menutup mata, napas mereka mulai teratur. Sementara tubuh ketiganya mulai diselimuti cahaya tipis berwarna semburat perpaduan biru dan merah. Perlahan tirai tipis warna serupa mulai melingkupi seluruh istana. Aliran udara di dalam istana seketika menjadi lebih hangat dari biasanya. 

Beberapa pasukan hiu yang berjaga di luar istana merasakan kehangatan yang melingkupi istana. Mereke secara serempak menengadah ke atas dan melihat semburat warna merah dan biru menyelimuti istana.

“Dewi.” gumam pasukan hiu. 

“Kita harus siaga. Tajamkan pendengaran dan pengamatan. Mungkin Dewi merasa ada sesuatu hal sehingga merasa perlu membuat tabir pelindung.”

Salah satu pengawal kepercayaan Panglima Otodus memberikan perintah pada pasukan hiu yang lain. Pasukan hiu mengangguk dan mulai melakukan pengawasan yang ketat. 

Lihat selengkapnya