SABIRU

Puspa Seruni
Chapter #10

10. Pulang

Bagian 10. Pulang


Anamary bergegas meninggalkan lorong, sambil sesekali menengok pada penjaga pintu ruang pertemuan. Dia merasa ada sesuatu hal genting yang sedang terjadi di Kerajaan Sagara hingga ibunya harus memperketat penjagaan. Dia menuju ruang laboratorium yang ada di bagian luar istana, di halaman belakang. Untuk menuju ke sana, Anamary harus melewati ruang perpustakaan. Dia berhenti tepat di pintu perpustakaan yang tanpa penjaga. 

“Bukankah ibu sedang memperketat penjagaan? Mengapa pintu perpustakaan istana tidak ada penjaga?” Anamary bergumam. 

Dia merasa ada sesuatu yang ganjal di sini. Perlahan Anamary membuka pintu perpustakaan. Anamary masuk ke dalam sambil mengamati sekeliling. Dia menajamkan penglihatan juga pendengarannya. Suasana perpustakaan tampak lengang. Anamary mencoba masuk lebih jauh, hanya keheningan yang menyambutnya. Anamary menghela napas panjang, mungkin syarafnya mulai menegang sehingga kepalanya berisi imajinasi menyeramkan. Anamary menggumam pelan. Dia menutup kembali pintu ruang perpustakaan. 

Ada yang menghela napas lega setelah Anamary keluar dari ruang perpustakaan. Dia sengaja menyembunyikan diri agar putri Kerajaan Sagara itu tidak menemukannya. Dia kembali mencari-cari sesuatu sambil telinganya awas mendengarkan suara pintu yang bisa tiba-tiba saja terbuka.

*** 

Telapak tangan Jaladri menyala merah, menyentuh selubung beku Sabiru. Sabiru masih terlelap di dalam, jantungnya masih berdetak meski hampir seluruh permukaan kulitnya sudah kebas. Anamary mendekati kakaknya, dia menyentuh bahu Jaladri. Jaladri membuka matanya perlahan dan menghentikan aliran hawa panas dari telapak tangannya.

“Sepertinya situasi di dalam istana sedang gawat, Kak. Panglima Otodus dan pasukan hiu sudah datang. Ibu sedang di ruang pertemuan dengan Panglima Otodus dan Dewan Keamanan Istana. Penjaga menjaga ketat ruang pertemuan. Tampaknya itu pertemuan rahasia,” ucap Anamary ringkas dan jelas.

Jaladri menghela napas panjang. Dia menoleh pada Sabiru yang masih terselubung beku.

“Tirai pelindung yang kita ciptakan ini membuat pengkhianat ataupun yang bukan penduduk menjadi beku. Dan tampaknya ada beberapa pekerja bahkan pengawal istana yang membeku. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya di dalam istana tidak aman karena banyak penyusup.”

“Berarti, bisa jadi ibu belum akan menghentikan tirai pelindung ini meski Panglima Otodus sudah kembali?”

Jaladri mengangguk mendengar pertanyaan adiknya. Anamary terperangah.

“Lalu bagaimana nasib Sabiru? Kita tidak mungkin terus menerus mengalirkan hawa panas. Kita akan kelelahan.”

Anamary terlihat kebingungan. Jaladri tampak berpikir keras.

“Kita harus memulangkannya ke daratan. Hanya itu satu-satunya cara.”

Anamary mulai panik. Jaladri tidak menanggapi perkataan adiknya yang terkesan terburu-buru.

“Kak, kita harus memulangkan dia.”

Tidak mendapat respon dari kakaknya, Anamary mengguncang lengan Jaladri.

“Bagaimana mungkin kita diizinkan meninggalkan istana dalam kondisi istana seperti ini. Mau beralasan apa? Kamu kan lihat sendiri bagaimana ibu memperketat penjagaan.”

Anamary menggigit bibir saat mendengar ucapan Jaladri. Pikirannya mulai buntu. Dia ingin memulangkan Sabiru ke daratan untuk menyelamatkan nyawanya, tetapi di sisi lain dia masih ingin mengajari Sabiru beberapa hal agar Sabiru mau membantunya menjaga lautan.

“Hanya mutiara varuna yang bisa menyelamatkannya. Selama tirai pelindung ini masih ada, dia perlahan-lahan akan membeku.”

Jaladri menoleh pada adiknya yang sedang mengernyit menatapnya.

“Kenapa? Kenapa harus mutiara varuna?”

Anamary tidak mengerti maksud ucapan kakaknya.

“Kamu lupa ibu pernah mengatakan bahwa sumber kehidupan di Kerajaan Sagara berasal dari mutiara varuna. Dan apa kamu lupa saat kita ada di sana terasa lebih hangat karena mutiara varuna memancarkan sinar?”

Anamary tampak mencerna perkataan Jaladri. 

“Lalu bagaimana cara kita membawa Sabiru ke sana?”

Anamary terlihat gelisah.

“Kamu lanjutkan mengalirkan hawa panas padanya, aku akan masuk ke dalam istana untuk melihat keadaan. Semoga ibu mau membuka tirai pelindung sehingga kita tidak perlu membawa Sabiru ke ruang rahasia itu.”

Anamary terlihat cemas. Dia mengangguk pelan. Setelah kakaknya pergi, Anamary mulai meletakkan telapak tangannya pada selubung beku Sabiru.

Jaladri bergegas menuju ruang pertemuan, dia ingin mencari tahu hasil pertemuan antara ibunya dengan Panglima Otodus dan Dewan Keamanan Istana. Keputusan yang diambil Dewi Amphitriet akan sangat menentukan langkah apa yang harus dilakukan Anamary dan Jaladri untuk menyelamatkan Sabiru.

Ada kelebatan bayangan yang keluar dari ruang perpustakaan. Jaladri berkernyit, bayangan itu terlihat mencurigakan. Jaladri berupaya mengejar, tetapi bayangan tersebut sudah hilang dibalik lorong. Jaladri mendengkus kesal. Dia bersegera menuju ke ruang pertemuan untuk menemui ibunya.

Jaladri baru saja tiba, saat pintu ruang pertemuan dibuka. Dewan keamanan istana keluar dengan wajah menunduk. Jaladri menerobos masuk dan mendapati di dalam ruangan Panglima Otodus dan Dewi Amphitriet sedang berbicara serius.

Lihat selengkapnya