Sacred Promised

Dudun Parwanto
Chapter #16

16. Berita Bertaruh Nyawa

Petang itu jam lima sore, Zul sudah tiba di terminal kampung Rambutan. Perjalanan agak lama karena terjadi kemacetan di jalan tol. Herman mengirim sms menunggunya di sudut terminal. Ternyata Herman bersama Khudori dan dua orang bayaran Lalu mereka membawa Zul ke sebuah ruang yang sepi dengan lampu yang remang-remang. Di sebuah ruangan yang pengap, Herman meminta Zul memberikan data itu.

           Zul mengatakan data itu ada di dalam laptop. Khudori lalu mengecek seluruh tas dan isinya, termasuk baju dan celana. Mereka tidak menemukan apa-apa.

“Herman, kamu kembali ke kantor dan serahkan isi tas dan laptop ini pada pak Dolalah, kita akan interogasi dia dulu..” ungkap Khudori.

“Zul sudah menyerahkan semua data sebaiknya jangan disakiti dia…” pinta Herman.

Khudori tidak menjawab. 

           Setelah Herman pergi, Khudori memaki habis-habisan Zul. Seorang preman yang pernah mencuri tas ternyata diajak Khudori. Dua orang preman lainnya memegangi badannya sementara Khudori dan seorang lagi menghajar Zul.

“Kamu masih ingat aku kan… sekarang rasakan balasanku..” ujar preman yang pernah mencopet itu memukul telak wajah Zul.

“Kamu telah menghancurkan kehidupan banyak orang, banyak yang hidup dari DAU,.. tapi kamu malah mengutak -atiknya..” ujar Khudori sambil menghunjamkan pukulan ke perut Zul.

           Zul kesakitan. Karena hari sudah senja, tak ada orang yang melihat mereka.

“Aku yakin kamu masih menyimpan data itu selain di laptop. Pasti ada flash disknya, dimana kau simpan..? ujar Kudhori.

           Zul bungkam, ia ingat akan “Sacred Promise” janjinya kepada Rahman meski nyawa taruhannya. Apalagi menurut Aisyah saat ini kondisi Rahman kritis di rumah sakit gara-gara masalah data DAU. Kalaupun Zul harus mati dia siap, dan dia tidak akan mengatakan dimana data itu. Khudori sudah tidak sabar lagi. Dia minta preman yang pernah dihajar Zul untuk membawa pisau. Pisau itu ditekan pada leher Zul.

“Ini pertanyaan terakhir, dimana flash disk itu disimpan?” ancam Khudori.

           Zul sadar nyawanya dalam ancaman. Namun dia tahu kalau pun dia mengatakan yang sejujurnya pun mereka tetap akan menganiayanya.

“Baik saya katakan tapi tolong jauhkan dulu pisaunya…” Zul berusaha memperpanjang waktu berharap ada orang yang menolongnya. Khudori melihat sekelilingnya. Masih sepi. 

           Laki-laki berkumis tebal itu mengisyaratkan agar si preman menjauhkan pisaunya dari leher Zul. Namun pisau itu siap menghujam ke perutnya setiap saat.

“Saya membuang flash itu sewaktu di perjalanan di Bandung….“ jawab Zul.

“Serius atau bohong…?” tanya Khudori.

           Zul mengangguk. Khudori tidak percaya. Ia mengerdipkan mata. Lalu mengisyaratkan tangannya ke leher agar preman itu membunuh Zul. Dooor ..... Ketika preman itu akan menusuk perut Zul, tiba-tiba terdengar tembakan dari polisi yang mengenai tangan si preman sehingga pisau terjatuh. Ternyata Kapolres datang bersama beberapa polisi. Khudori dan anak buahnya pun ditangkap. Zul kemudian dibawa ke rumah sakit.

***

Rozy membaca pesan WA yang dikirim Zul. Tanpa pikir panjang, dengan mengendarai motor “laki”nya ia bergegas meluncur ke terminal kampung Rambutan. Sesampai di terminal di timur Jakarta itu, ia mencari bus Fajar Indah. Menurut informasi agen, bus tersebut baru saja berangkat menuju Garut. Rozy kemudian mengejar bus itu. Rozy nekat masuk menerobos tol Jagorawi karena ia tahu bus jurusan Garut akan masuk tol.

           Ketika memasuki loket pembayaran tol Jagorawi, bus mengantri panjang. Seorang pegawai Dishub mengomelinya, namun Zul tetap nekat menjalankan motornya mendekati bus yang dimaksud. Para pengemudi mobil yang sedang mengantri heran dengan ulah Rozy yang membawa motor masuk ke jalan tol. Rozy memarkir motornya tak jauh dari pintu tol dan memaksa masuk ke dalam bus, ia sempat bersitegang dengan kenek bus.

“Tolong bukakan..” teriak Rozy namun tidak direspon kenek maupun sopir.

Zul mulai mengedor-gedor lantaran bus melaju pelan menuju loket pembayaran. Akhirnya kenek membukakan jendela.

“Ada apa bang…ini tol nggak boleh buka pintu,” ujar kenek.

“Maaf ada barang yang ketinggalan…tolong bukakan pintu,”

Lihat selengkapnya