Saf Belakang

Adelia Silmi Rambe
Chapter #1

Prolog

“ Jika Engkau izinkan aku lahir untuk kedua kalinya, mohon ciptakanlah saja aku sebagai bandana merah yang senantiasa terikat di tangan wanita itu, rima-rima di syair Hok Gie kesukaannya atau diksi magis Pramoediya yang tidak pernah bosan dia puja. “

Setelah menulis kalimat-kalimat terakhir yang ingin aku sampaikan, aku tutup buku coklat yang baru terisi setengah itu. Aku simpan dalam kotak kayu yang kemudian aku kunci dan letakkan jauh di bawah kasurku. Berharap buku itu akan lebih lama ditemukan oleh siapa saja nantinya yang akan datang. Setelah memastikan semua barang tertata rapi pada tempatnya, aku berjalan dengan penuh kedamaian. Meninggalkan semuanya dan pergi hanya dengan KTP sesuai dengan yang diperintahkan oleh dua petugas kordam yang menunggu di depan pintu.

Menyerahkan diri sepertinya pilihan yang baik. Aku bisa berjalan pada detik-detik mautku dengan tenang. Petugas hanya menungguku masuk ke dalam mobil kijang mereka yang sudah terparkir sejak dua jam lalu. Aku seperti binatang kecil yang tidak berbahaya, mungkin itu yang dipikirkan mereka. Siapa yang bisa mengetahui tentang nasib binatang kecil ini beberapa jam kemudian? Sudahlah, aku pasrah. Tiada siapa-pun yang akan menangisiku. Ah, tapi Sasutra? Akankah mereka mencari dan cemas? Akankah mereka menangis? Nasib sepi memang berbaris di saf belakang, tidak terlihat kapan datang tidak terlihat kapan akan pulang. Awan, Swandy, Sahara, dan Karsa, aku sudah selesai di Indonesia ini. Sampai bertemu di Indonesia lainnya. Lain kali kita harus nekat berbaris di saf depan saja. Kijang ini sudah melaju kencang. Mataku ditutup, tidak diizinkan melihat apa-apa, tapi untuk apa? Aku sudah mengetahui pasti akan dibawa kemana. Aku datang. Maut. 


Lihat selengkapnya