Safis

Shin-Shin
Chapter #3

Hal yang Tidak Terduga

Aku mengikuti Vyen dengan setengah berlari. Aku tidak menyadari bahwa ada seeekor makhluk buas yang sedang mengintaiku dari balik pepohonan. Aku baru menyadari kehadirannya ketika Vyen terbelalak dan menunjuk ke belakangku dengan ekspresi panik.

“AKIA, ADA KAMBING DI BELAKANGMU YANG MENGEJARMUUU!!” teriaknya kencang.

Spontan aku menoleh ke belakang dan benar, ada seekor kambing yang mengembik dengan suara lantang dan mengambil ancang-ancang untuk menyeruduk. Ini pasti kambing yang beberapa hari yang lalu kusihir menjadi kambing ajaib.

Kambing ini memiliki tanduk seperti rusa dan bulunya berwarna hijau. Barangkali hewan ini dendam padaku makanya selama ini ia menunggu kesempatan yang tepat untuk menyerangku. Saat inilah saat paling tepat. Kelompok Nyonya Stolma dan teman seangkatanku yang lain selain Vyen sudah jauh di depan. Mungkin sihirku juga sudah menambah kecerdasan kambing ini.

“Vyen, kau tak bisa berbicara kepadanya? Bujuk dia supaya nggak mengejarku?” tanyaku mulai berlari menghindari kambing itu.

“Dia tidak mau mendengarkan aku, Akia,” ratap Vyen putus asa.

“Ya sudah, kau duluan aja. Sudah lama aku tidak makan kambing bakar,” balasku.

Aku mulai mengambil langkah-langkah untuk menyulut api.

“Kumohon jangan lakukan itu, Akia! Dia sudah cukup menderita karena sihirmu kemarin. Tolong jangan lakukan itu!” seru Vyen panik.

“Oh, ayolah! Apakah ada jalan lain untukku keluar dari bencana ini?”

“Kumohon jangan!” pintanya dengan menitikkan sedikit air mata.

Sudah terlambat. Kambing itu sudah berada tiga meter dibelakangku. Aku belum mampu menyulut serta membidik dengan sangat cepat, apalagi mendengar Vyen memohon seperti itu kepadaku untuk tidak memanggang kambing ini. Secepat kilat aku melarikan diri seraya merapal mantra yang dapat mempercepat gerak kaki.

Kejar-kejaran semakin seru. Aku terus berlari secepat yang kubisa, demikian juga dengan kambing tersebut. Rambut hitamku berkibar-kibar seperti bendera tertiup angin gunung. Tanpa berpikir panjang aku menyimpang dari jalan menuju lereng gunung latihan dan masuk ke hutan. Banyak ranting kecil dan runcing yang terpijak olehku ketika berlari namun aku ambil pusing.

Kakiku sudah mulai lelah namun aku tidak menyerah dan terus berlari hingga memasuki lapisan pohon cemara. Aku harus sangat berhati-hati agar tidak menabrak pohon-pohon ini. Menoleh ke belakang, kambing itu sudah semakin jauh dariku namun masih terus mengejar. Aku teruskan berlari dan sekarang aku sudah masuk ke hutan yang sebenarnya, hutan belantara.

Sering ada rumor kalau ada banyak hewan buas yang tinggal di hutan ini. Hutan belantara memang memiliki aura yang horor. Langit tidak dapat terlihat dan cahaya matahari tidak banyak yang masuk. Pohonnya kebanyakan sudah berumur ratusan tahun sehingga batangnya besar-besar dan berlumut. Akar-akarnya mencuat dari dalam tanah. Akar-akar gantung menghiasi sejauh mata memandang. Kabut tipis juga mengisi rongga udara hutan. Semak-semak membuat langkah semakin sulit. Meski demikian, aku lebih takut diseruduk kambing daripada memasuki hutan ini.

Akhirnya aku lelah berlari dan merapal mantra. Kuputuskan untuk berhenti dan melihat lagi ke belakang. Ternyata kambing itu sudah tidak mengejar. Aku menghembuskan nafas lega dan berpikir bahwa semuanya sudah selesai. Namun aku sangat keliru.

Aku memandang sekeliling dan mulai menyadari bahwa aku tidak tahu arah ditambah sulit untuk melihat jalan di hutan belantara. Seandainya Vyen ada disini, ia dapat bertanya kepada salah satu pohon jalan menuju ke lereng gunung latihan.

Apa yang harus kulakukan?

Angin berhembus membuat dedaunan berdesir, berjatuhan dari batangnya. Aku berjalan tidak tentu arah. Suara-suara burung yang menakutkan mulai terdengar. Dengan maksud untuk keluar dari hutan ini, aku justru semakin masuk ke dalamnya.

Aku menyulut api kecil dari jari telunjuk kanan sebagai penerang jalan. Tiba-tiba aku mendengar suara menguik-nguik dari suatu arah. Demi Mawar cokelat! Sesudah dikejar kambing apakah aku harus dikejar oleh babi hutan? Aku bersiaga dan tetap melangkah perlahan. Suara nguik-nguik itu semakin dekat dan akhirnya munculah seekor anak babi hutan. Aku menghembuskan napasku lega.

Lihat selengkapnya