Safis

Shin-Shin
Chapter #4

Hutan Alyotia

Beberapa saat kemudian aku akhirnya merasa bosan hanya duduk dan melihat-lihat. Aku merebahkan tubuh di rerumputan, dekat dengan pohon beringin yang menjadi sandaran laki-laki yang menyebalkan itu. Meski sedikit mengantuk, aku menolak untuk tidur. Siapa yang tahu bahwa manusia disebelahku tersebut akan pergi begitu saja selagi aku tidak sadarkan diri? Aku mendongak dan memandang langit biru yang cerah. Disana terdapat segerombolan awan yang menyerupai bentuk-bentuk tertentu, bergerak lambat melawan arah matahari. Awan yang paling menarik mataku adalah yang berbentuk kepala kambing, seolah aku masih dihantui kambing yang sebelumnya mengejarku. Burung-burung juga sesekali melintas di cakrawala.

Saat aku asyik melihat langit, lelaki ini berbicara lagi:

“Mungkin saja hanya aku dan kau yang pernah ke hutan ini. Sebenarnya hutan ini sangat sulit untuk ditemukan. Sebagian orang hanya menganggap hutan Alyotia dongeng belaka.”

“Hutan Alyotia?”

“Ya. Nama untuk hutan indah ini, menurut dongeng,” lelaki itu berbicara santai.

“Kok bisa seperti itu?” kuakui aku bertanya karena penasaran.

Seekor elang berwarna hitam lewat dari atas kepala kami.

“Kau tak tahu? Padahal para gadis di Nefelodis sangat mengetahui dan menyukai kisah tersebut. Kisah itu bercerita tentang seorang Nefelodis bernama Alyodan dan seorang Safis bernama Lyotiara. Mereka....”

  “Kutebak pasti mereka saling mencintai namun tidak bisa bersatu,” seruku yakin.

 “Salah! Mereka itu bersatu, pasangan yang sah. Belum ada peraturan larangan menikah pada masa mereka hidup,” sanggahnya.

  “Berarti kisah yang bahagia. Mereka bisa bersatu tanpa ada yang menghalangi.”

  “Mereka memang bersatu, tetapi tetap ada yang menghalangi mereka, bukan aturan kasta atau orangtua seperti kisah biasa. Penghalang mereka adalah profesi masing-masing. Alyodan adalah seorang komandan strategi di Nefelodis. Dia harus terus berada di markas dan harus berkonsentrasi penuh dengan pekerjaannya, memaksanya untuk selalu tinggal di markas Nefelodis. Sementara Lyotiara adalah seorang guru di Akademi Safis. Dia berada di posisi yang sangat penting di akademi untuk menemani dan melatih murid-muridnya yang masih labil dengan kemampuan mereka, sehingga dia juga harus selalu tinggal di Markas Safis,” tutur lelaki tersebut.

“Sepasang kekasih ini hanya dapat bertemu dua kali dalam setahun. Meski tahu akan hal itu, mereka tetap memutuskan untuk menikah. Mereka menikah ketika Alyo berusia 25 tahun dan Lyotia berusia 23 tahun. Hanya dalam dua tahun saja mereka sanggup untuk menahan rindu satu sama lain. Akhirnya mereka memutuskan bahwa mereka akan bertemu satu kali dalam seminggu di hutan tempat kita berdiri sekarang ini.

Awalnya hutan indah ini tidak ada. Mereka menetapkan tempat pertemuan mereka disini tak lebih karena tempat ini jauh dari markas mereka berdua. Mereka bekerjasama membangun hutan ini menjadi sangat indah.

Suatu hari Lyotia mendadak tidak datang lagi ke hutan pertemuan mereka. Minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun Alyo tidak pernah lagi melihat kekasihnya. Ternyata Lyotia telah meninggal karena berusaha memperbaiki gerbang masuk dari Dunia Tengah ke dunia manusia. Lyotia diserang makhluk dari Dunia Tengah. Semua anggota kasta Safis sangat bersedih karena mereka kehilangan seorang guru yang sangat mereka kagumi.

Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Lyotia menyerahkan sebuah kunci kepada Saaria, saudaranya satu-satunya. Lyotia juga menitipkan sebuah surat untuk dibaca oleh Saaria yang berisi pesan terakhirnya kepada Alyo. Menurut kabar yang beredar, Alyo tidak pernah menerima surat itu. Bahkan sesungguhnya tidak ada satupun orang yang tahu apa maksud dari surat tersebut, termasuk Saaria, sehingga sampai meninggal pun Saaria tidak memberikannya kepada Alyo. Saaria mewariskan surat tersebut kepada anaknya dan begitu juga anaknya sehingga surat tersebut tetap ada pada keturunannya.

Sementara nasib Alyo lebih malang lagi. Ia tidak tahu kabar Lyotia karena sulitnya untuk berkomunikasi dengan pihak Safis pada masa itu. Meski tidak tahu apa yang terjadi kepada kekasihnya, Alyo masih sangat mencintainya. Alyo tetap rajin pergi ke hutan mereka ditengah pekerjaannya yang menumpuk. Alyo tidak pernah melirik perempuan lain. Alyo tetap menunggu Lyotia sampai ia berusia 32 tahun.

Pada usianya yang ke 33 tahun, Alyo mendadak menghilang. Malam sebelum ia menghilang, ia pergi ke hutan miliknya dan tidak pernah pulang lagi. Tidak ada satupun orang yang tahu kemana perginya dan tidak ada juga yang menemukan raganya, padahal seluruh Nefelodis sudah menelusuri hutan belantara. Mereka menyangka Alyo bunuh diri dengan masuk ke jurang. Ada juga yang menebak kalau Alyo terbunuh oleh hewan buas. Setelah hilangnya Alyo, beredarlah dongeng ini juga hutan indahnya yang keramat ini.”

Lelaki itu menyelesaikan ceritanya dan melihatku berkaca-kaca. Aku juga bingung kenapa aku menangis mendengar kisah ini. Dongeng tentang pembunuhan tersadis di Safis saja tidak begitu membuatku bersedih.

Lihat selengkapnya