Safis

Shin-Shin
Chapter #7

Markas Pusat

Hanya sebentar bertemu kegelapan

Selamanya terjebak di kesunyian

Keraguan akan menenggelamkan

Kecintaan akan membutakan

Jalan sendirian akan menyesatkan

Mulai sekarang pertaruhan

Dimulai...”

Betapa bodohnya. Akibat sibuk memikirkan mimpi tadi malam, aku sampai menyundul tiang yang berdiri tepat di hadapanku saat berjalan menuju akademi. Ya, pertaruhan memang sudah dimulai, atau lebih tepatnya, kesialan beruntun sudah dimulai. Tapi apa maksud mimpiku? Aku melihat seorang nenek berbicara. Suaranya bergetar-getar seperti orang yang diancam. Belum cukupkah ramalan dari Oracle Aly? Coba saja Vyen yang mendapat mimpi seperti itu. Barangkali dia sudah menutup seluruh badannya dengan selimut dan tidak akan keluar kamar sampai tiga hari. Oh, ya! Mungkin saja mimpi itu pertanda bakatku sebagai Oracle telah mucul. Semoga saja begitu.

“Akia, kau dipanggil Kepala Akademi,” kata Devas memecah lamunanku.

“Oh, Devas. Baiklah, aku segera kesana,” balasku sesingkatnya. Tidak biasanya aku melamun sampai tidak sadar sudah duduk di kelasku di akademi.

“Kau kurang enak badan? Aku merasa api dalam tubuhmu tidak membara seperti biasanya,” candanya sambil tersenyum lebar.

“Hahaha, tidak masalah. Aku memang sedang punya banyak kesibukan yang tidak lazim,” balasku ringan.

“Hm, jangan sampai membebani dirimu sendiri. Kalau kau butuh bantuanku, kau bisa memintanya kapanpun dan dimanapun,” katanya lagi sambil tersenyum lembut.

“Akan kuingat! Sudah, ya? Aku mau pergi ke kantor Kepala Akademi.”

“Baiklah.”

Aku melangkah secepat mungkin. Akhir-akhir ini aku merasa tidak nyaman di dekat Devas setelah ada kabar kalau dia menyukaiku. Padahal, dulu kami sering bermain api bersama. Dia teman latihan yang kuat dan seru untuk meningkatkan kemampuan api milikku.

Akademi Safis, satu-satunya sekolah di kasta Safis, memiliki empat lantai. Masing-masing lantai berisi dua tingkatan. Tingkat satu dan dua berada di lantai dua, tingkat tiga dan empat berada di lantai tiga, tingkat lima dan enam berada di lantai empat. Sementara kantor kepala akademi, kantor guru, perpustakaan, dan ruang kesehatan berada di lantai satu. Ruangan di akademi memiliki dinding yang lebih tinggi daripada kebanyakan ruangan, yang artinya tangganya pun lebih tinggi daripada tangga biasanya. Kata para guru, itu dimaksud untuk melatih stamina. Kenyataannya memang pernah ada mata pelajaran yang ujiannya adalah naik turun tangga dengan cepat dalam waktu yang singkat. Untung saja di kelasku tidak ada yang pingsan karena kelelahan.

Aku sudah sampai di ruang kepala akademi tanpa mengeluarkan banyak tenaga. Kalau yang lain pusing dengan tangganya, maka aku cukup menggunakan kemampuan teleportasi. Hahaha, sangat senang rasanya bisa menghindari hal yang merepotkan.

“Akia, lagi-lagi kau menghabiskan tsa-mu dengan sembarangan.”

Karena terkejut, aku refleks berbalik dan melihat kepala akademi di belakangku.

“Pak Kepala Akademi!? Maaf...”

“Yah, sebenarnya mulai saat ini kau memang harus melatih semua kemampuanmu, Akia,” potong beliau sebelum aku selesai untuk minta maaf.

Aku tidak menjawab, melainkan menatap pak kepala akademi dengan heran. Apa maksudnya? Nada bicara beliau tidak terdengar sedang bercanda.

“Ayo, kujelaskan di dalam.”

Aku mengekor Pak kepala akademi masuk ke ruangannya. Ini bukan kali pertama aku mengunjungi ruangan ini, tapi aku selalu kagum akan dekorasi dan aura yang ada disini. Ruangannya adalah persegi sempurna. Dekorasinya terlihat sederhana menggunakan bahan dasar kayu dan kaca. Namun ukirannya benar-benar buatan seorang Safis pengukir. Aku tahu arti dari sebagian besar simbol yang diukir mengelilingi ruangan beliau. Beberapa diantaranya sejenis mantra pelindung agar tidak ada orang yang dapat mencuri apapun dari ruangannya. Simbol lainnya aku kurang mengerti. Barangkali Safis senior saja yang mengerti.

Kemudian kaca ditempelkan di setiap sudut ruangan dan bagian tengah semua dindinig. Aku kurang mengerti apa tujuannya. Meja dan kursi pak kepala akademi terletak di sudut kiri belakang ruangan ini, sedangkan di sudut sebelahnya adalah tempat rak buku, rak arsip, dan rak data lain yang hanya diketahui oleh pak kepala akademi dan beberapa guru.

Di sudut kanan bagian terdekat dari pintu terdapat dua buah kursi panjang yang terbuat dari kayu Jati. Tamu Pak Kepala Akademi biasanya akan duduk di kursi itu bersama beliau untuk berbincang-bincang. Aura ruangan ini terasa sangat berat dan sanggup menekan siapapun tamu yang berkunjung. Aura ini kemungkinan besar berasal dari Tsa milik pak kepala akademi yang orangnya memang sangat berkarisma dan bijaksana.

Aku diminta duduk di kursi tamu pak kepala akademi. Perasaan seakan dihakimi tak bisa kuenyahkan sebab aku duduk persis dihadapan beliau. Sepasang mata cokelat melawan sepasang mata ungu. Tetapi tidak lama kemudian, lawanku bukan hanya sepasang mata cokelat. Lihatlah, Nyonya Stolma masuk dan langsung duduk di sebelah kanan Pak Kepala Akademi, menatapku tajam. Ya ampun! Apa kesalahanku? Masa hanya karena teleportasi barusan?

“Akia, kau adalah murid terbaik diangkatanmu. Kebetulan angkatanmu adalah angkatan tertua saat ini. Kami ingin kau tahu bahwa Oracle Aly meramalkan akan terjadi perang besar antara Safis dengan makhluk dunia tengah,” jelas pak kepala akademi tanpa basa-basi.

Tak kusangka aku akan dipanggil secepat ini. Jangan-jangan pertempurannya akan terjadi dalam waktu yang sangat dekat.

“Ya! Saya sudah tahu, Pak!” kuakui.

“Kau sudah tahu? Benar-benar calon Oracle yang hebat,” puji beliau..

“Kau tahu darimana?” tanya Nyonya Stolma penasaran dengan nada sedikit ketus.

“Kemarin kebetulan Vyen mendengar ramalan Oracle Aly ketika sedang ada urusan di rumah beliau. Vyen langsung menceritakannya kepada saya setelah ia pulang dari rumah Oracle Aly.”

“Artinya Vyen adalah orang pertama yang mendengarkan ramalan itu?” tanya Pak Kepala Akademi.

“Sepertinya begitu, Pak.”

“Kalau begitu saya akan menyuruh seseorang untuk memanggil Vyen.”

Pak Kepala Akademi pergi keluar ruangannya sebentar untuk menyuruh murid yang lewat untuk memanggil Vyen lalu kembali duduk di hadapanku.

“Nah, kembali ke mengapa kami memanggilmu kemari. Kami ingin kau ikut berperang bersama divisi lainnya. Atharon Akazia sendiri yang mengusulkannya ketika rapat kemarin malam,” kata beliau serius.

Lihat selengkapnya