“Ini adalah para murid kepercayaanku. Mereka adalah murid terbaik di Pelatihan Nefelodis. Mereka sangat kuat, lincah, cerdik, dan terampil. Masing-masing menguasai satu alat perang, tapi alat perang lain juga mereka bisa pakai dengan sangat baik. Mereka kujadikan satu tim dalam misi kali ini. Pemimpin mereka adalah murid berambut kuning disana. Namanya Aran Zoldire,” jelas Aluki bangga.
“Hebat! Kami minta tolong kepada kalian. Aku belum mengangkat ketua dari tim ini karena kupikir mereka akan digabungkan ke divisi sesuai bakat mereka. Tapi tidak ada salahnya juga mengangkat ketua tim ini supaya mereka bisa tetap saling menjaga, ya? Kalau begitu, ketua tim ini adalah anak perempuan bermata warna ungu cerah itu. Namanya Akia Harlock. Dia murid paling hebat di akademi,” balas Ciryo.
Dengan seenaknya Pak Kepala mengangkat aku sebagai ketua tim!
“Akia?”
Suara seorang perempuan memanggil aku dari barisan murid Nefelodis. Perempuan itu berjalan dari barisan paling belakang murid Nefelodis menuju ke barisan temannya yang paling depan. Setelah aku dapat melihat wajahnya, aku berseru riang :
“Lana??”
“Apa kalian pernah bertemu sebelumnya?” selidik Aluki.
“Ya, Kapten! Akia pernah tersesat sampai ke Markas Nefelodis ini. Aku bertemu dengannya dan mengantarnya ke Markas Utara untuk mencatatkan namanya di daftar tamu. Kalau tidak salah Akia diantar oleh Aran, Kapten. Ya, kan Aran?” jawab Lana.
“Ya, Pak!” tegas Aran.
“Wah, kebetulan yang hebat! Karena ketua tim Nefelodis dan Ketua tim Safis sudah pernah bertemu sebelumnya, maka mudah bagi mereka untuk akrab dan saling bekerjasama,” kata Ciryo dengan enteng.
Akrab? Bekerjasama? Mustahiiill!!!
“Kalau begitu kalian disini dulu untuk berkenalan. Kami mau melakukan rapat bersama dengan kapten-kapten lainnya,” terang Aluki.
Aluki dan Ciryo dengan cepat pergi meninggalkan kami di ruangan ini.
Aku sangat tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Haruskah aku yang mengenalkan teman-temanku ini kepada mereka terlebih dahulu? Atau haruskah aku melakukan jabat tangan dengan ketua tim mereka (Aran!) seperti yang dilakukan oleh para tetua? Atau apakah aku diam saja menunggu siapapun yang lebih dahulu berinisiatif untuk berkenalan? Aku benar-benar pusing.
“Baiklah. karena kita sedang berada di Markas Nefelodis, maka tim kami yang akan memperkenalkan diri terlebih dahulu.” Inisiatifnya Aran langsung melegakan pikiranku.
“Tim kami berjumlah tujuh orang. Dua orang adalah perempuan. Mulai dari yang berambut cokelat itu namanya Lana dan yang berambut hitam namanya Acey.” Aran memberitahu nama sekaligus menunjuk orang yang ia sebutkan namanya dengan menggunakan jari jempolnya.
“Lalu yang paling berotot itu namanya Rion. Yang rambutnya panjang namanya Irru. Yang paling putih itu namanya Sasiton. Yang paling pendek itu namanya Elov. Meski pendek, lompatannya yang paling tinggi di akademi kami. Kemudian namaku Aran,” lanjutnya.
“Sekarang giliran kalian,” seru Aran.
“Ka.. Kalau timku juga berjumlah tujuh orang dengan dua orang perempuan. Aku adalah Akia dan perempuan yang ini namanya Vyene. Kemudian yang berambut agak kemerahan itu namanya Devas. Yang rambutnya putih sekali itu namanya Wiluto. Itu bukan uban, tetapi pigmen warna rambutnya memang seperti itu turun temurun. Yang paling tinggi itu namanya Anrer. Yang terakhir, yang rambutnya cokelat, namanya Keynan.” Aku memperkenalkan timku dengan meniru cara Aran, yaitu mengucapkan nama sambil menunjuk orangnya dengan jari jempol.
“Kalau ada yang ingin diperjelas, boleh langsung ditanya kepada orangnya masing-masing,” tambahku.
“Bagaimana kau bisa tersesat kesini, Akia?” tiba-tiba saja seseorang bernama Rion menanyakan hal yang membuatku jengkel.
“Ah, itu...”
“Dia dikejar Kambing sampai masuk hutan lalu tidak sengaja bertemu denganku,” Aran menjawab dengan santai.
“Hahahaha...” selain Lana, mereka semua tertawa terbahak-bahak.
“Ja... Jangan begitu. Akia dikejar kambing karena salahku juga,” bela seorang bersuara lemah yaitu Vyen.