“Kenapa?” tanyaku serius.
Aku heran kenapa bisa jadi favoritnya monster-monster ini.
“Bodoh! Takkan kubiarkan!” sahut Ketua.
“Aku hanya mau dengan dia! Kamu tidak menarik, Pak Tua!” celoteh makhluk itu acuh tak acuh.
“Baiklah,” balasku santai.
“Akia!! Kau...”
“Tidak masalah, Ketua. Tolong bantu aku bila aku akan kalah,” pintaku meniru perkataannya sebelumnya.
“Asyiiikk!!!” seru Myedus kekanak-kanakan.
Aku mulai mengambil ancang-ancang. Myedus adalah makhluk gaib level tinggi. Ia sangat cerdas dan beracun. Ada yang mengatakan kalau ia adalah anak Xue. Ada pula yang mengatakan kalau ia saudaranya sang raja makhluk gaib. Apapun statusnya di dunia tengah itu tidak penting. Aku tidak boleh sampai hilang konsentrasi saat menghadapinya.
“Nah, ayo mulai, Kakak!”
“Seenaknya saja memanggilku Kakak!” elakku.
Aku menembakkan bola Tsaku dengan cepat dan terus bergerak untuk mengecohnya. Myedus menangkis seranganku dengan Tsa dari ekor ularnya. Ia masih bisa tenang dan tersenyum.
Aku terus menyerangnya dengan bola Tsaku. Kali ini ada sedikit modifikasi untuk jurus ini. Berhasil! Bola Tsaku akhirnya membuatnya terpental, meski sedikit.
“Pintar! Kau memasukkan tanah ke bola Tsamu,” puji Myedus kagum.
“Kalau begitu, sekarang giliranku dan ular-ular manis milikku!” ancamnya.
Makhluk itu mengarahkan semua kepala ekor ularnya menghadapku. Ia mengarahkan tangan kanannya ke arahku, kemudian dari semua mulut ular yang menjadi ekornya keluar bisa berbentuk bola dalam waktu cepat seperti meriam. Bisanya bening dan kecepatannya sangat tinggi.
Aku melindungi diriku dengan benteng air yang tebal.
“Kenapa Akia melindungi dirinya dengan air? Bola bisa itu, kan cepat sekali?” ucap Ketua dengan panik.
“Air Tsa mampu melarutkan bisa apapun. Anak perempuan itu cerdas sekali,” jelas wakil divisi air.
“Bahkan aku saja melupakannya sejenak. Saat terdesak, Akia tetap mampu berpikir bijak,” puji Hasora.
Myedus berhenti sebentar dari serangan bola bisanya. Mungkin ia ingin mengganti serangan. Kesempatan! Aku mengambil ancang-ancang lalu mengatupkan kedua tanganku. Pasir-pasir gersang itu naik sedikit lebih tinggi dari Myedus di kedua sisinya kemudian mengurung makhluk itu dengan cepat.
“Bagus, Akia!” seru Ketua dengan bangga.
“Belum,” kataku kesal.
Pasir-pasir itu meluruh dengan cepat.
“Sayang, pasir sangat rapuh untuk menjadi kurunganku,” ejek makhluk jelek itu.
“Lagipula kau dapat dengan mudah keluar dari kurungan seperti itu. Tak ada cara lain. Aku harus membunuhmu,” ucapku datar.
“Membunuhku??? Coba saja!” balas Myedus jengkel.
Dalam sekejap makhluk itu sudah ada di depanku. Cepat sekali dia!! Aku refleks teleportasi ke tempat makhluk itu sebelumnya.
“Bisa teleportasi juga? Ribet, nih,” keluhnya.
“Kau memilih lawan yang salah,” ucapku datar.