Esoknya aku akhirnya bangun. Aku duduk kemudian melihat bahwa Aran tidak ada di gua ini. Aku keluar dari gua untuk mencarinya.
“Baru saja aku ingin membangunkanmu. Aku menemukan narasumber yang bagus. Ayo, bangunlah!” suruh Aran.
“Benarkah? Ayo, cepat!” Aku kembali bersemangat.
Aran memimpin jalan menuju kampung terdekat dari gua. Dia fokus ke sebuah rumah berbentuk botol. Setelah sampai, dia langsung mengetuknya.
“Masuk!” perintah orang dari dalam rumah itu.
Kami berdua langsung membuka pintu dan masuk ke rumah itu. Di dalamnya, perabotan yang ada mirip seperti rumah manusia biasanya. Ada dua pasang bangku, meja, rak buku, semacam lampu, dan lain-lain. Lantainya kayu berwarna cokelat tua, senada dengan dindingnya.
“Selamat datang! Apa yang bisa kuberitahukan?” salamnya bersahabat.
“Ah, Tuan! Kami ingin tahu bagaimana cara kita untuk bisa pergi ke dunia manusia. Saya dan adik saya ini bermaksud untuk mengambil sebuah tanaman obat disana. Ibu kami sakit keras,” jelas Aran berbohong.
“Benarkah? Saya sedih mendengarnya. Semoga ibumu baik-baik saja. Saya tahu bagaimana cara pergi kesana, juga cara melewatinya. Hanya saja, sepertinya kalian tidakkan mampu pergi ke dunia manusia,” jelas monster itu.
Aku baru melihat monster itu. Ukuran tubuhnya seperti ukuran manusia biasanya. Ternyata bentuk tubuhnya juga. Ototnya cukup besar meski ditutupi oleh pakaian dari kulit binatang. Mungkinkah monster ini adalah manusia? Atau blasterannya?
“Ah, apakah anda ada keturunan manusia? Fisik anda mirip dengan mereka,” tanyaku penasaran.
“Kau pernah melihat manusia? Atau kau adalah manusia?” jawab monster itu curiga.
Aran menyenggol lenganku pelan.
“Ah, tidak...”
“TIDAK SALAH LAGI,” serunya gembira.
Gawat!
“Tunggu! Jangan takut! Aku juga manusia. Namaku Alyodan.”
“APAAA???” seruku dan Aran serentak.
“Kenapa? Kalian mengenalku?” tanyanya bingung.
“A... Apakah kau adalah kekasihnya Lyotiara?” tanyaku balik.
“Ya! Apakah dia sudah ada kabarnya? Sudah bertahun-tahun aku tidak melihatnya,” jawab Alyo penuh harap.