“Bagaimana kita menemukan portal itu?” tanya Aran kepada Alyo.
“Mudah. Portal itu berada di sekelompok pohon bermotif sapi tersebut,” jawab Alyo mantap.
“Kalau begitu berarti kita akan segera sampai ke dunia manusia,” kata Aran yakin.
“Kalau semudah itu tentu aku sudah pulang dari kemarin. Sudah kukatakan, mungkin hanya Safis yang bisa membawa kita keluar dari sini. Hanya dia, oh, aku belum tahu nama kalian.” Alyo menatap kami menunggu jawaban.
“Namaku Akia, Akia Harlock, Pak Alyo,” jawabku tersenyum.
“Akia, nama yang bagus,” komentarnya.
“Aku Aran,” jawab Aran tak acuh.
“Kau memang seorang Nefelodis. Aku kenal betul karakter orang-orang dari kastaku,” canda Alyo ketika memperhatikan cara Aran menjawab pertanyaannya.
“Kalau begitu, Akia, kami bergantung kepadamu,” tegas Alyo.
“Saya akan berusaha,” balasku formal. Mendengar balasanku Alyo tertawa lagi.
“Tidak ada yang tahu bagaimana medan disana. Kita akan bertarung hidup dan mati, namun saranku lebih baik jangan mati di sini. Tidak akan ada yang akan datang untuk berziarah,” canda Alyo.
“Tentu saja!” kataku tegas.
Aran hanya diam saja.
Karena aku sudah melihat dan tahu dimana tempatnya, mari kita pergi kesana dengan teleportasi,” usulku.
“Kau bisa teleportasi? Kenapa tidak mengatakannya sejak tadi?” Kita bisa langsung ke portal, bukan?” tanya Alyo heran.
“Aku tak bisa melakukannya bila aku belum pernah kesana atau tidak tahu dimana letak detail tempat tujuanku,” terangku.
“Kalau sekarang, apakah kau bisa melakukannya?” tanya Alyo ulang.
“Ya! Ayo berpegangan!”
Alyo langsung memegang tanganku. Sedangkan Aran, dia ragu-ragu untuk menuruti permintaanku itu. Aku langsung menggandenga tangannya saja dan setelah terdengar bunyi ‘whuuss’, kami sudah berada di depan sebuah portal.
Aran langsung menarik tangannya yang kupegang sedetik setelah kami mendaratkan kaki di atas tanah. Aku sekilas mengernyit menatapnya, namun aku merasa masih ada yang harus lebih dipikirkan. Kami harus keluar dari tempat ini secepat mungkin.
Hutan ini sedikit menyakitkan mata. Warna ‘sapinya’ justru membuat orang yang melihatnya pusing. Kebetulan sekali kami mendarat tepat di depan portalnya. Portal tersebut menempel di sebuah pohon yang memiliki batang yang sangat besar. Kemampuan teleportasiku sepertinya meningkat sejak pelatihan berminggu-minggu yang lalu.
“Sungguh praktis! Hebat sekali kau, Akia!” Alyo kagum sekali melihatku.
“Nah, itu sepertinya tulisannya,” lanjutnya, menunjuk ukiran-ukiran persis di atas portal.
Aku melihat ukiran itu. Memang menyerupai tulisan dan aku sepertinya dapat membacanya. Mirip tulisan yang sering kubaca di buku-buku lama di perpustakaan Safis.
Betapa terkejut aku ketika akhirnya bisa membaca apa yang diukirkan disitu.
“Apa tulisannya, Akia?” tanya Alyo penasaran.
“Ah, begini. Tulisan ini...” Aku ragu mengatakannya.
“Apa? Ayo cepatlah!” seru Alyo tidak sabar.
“Tulisannya ini ‘Bagi pengunjung, harap berhati-hati melewatinya! Ada sedikit kerusakan pada portal. Gunakan mantra yang diperlukan!”