“Teleportasi, Akia!”
“Ya, Aran! Ya!” jawabku jengkel.
Lagi-lagi aku mudah sekali jengkel. Tapi, rasa ini berbeda dengan jengkel ketika Vyen terus menjodohkanku dengan siapapun yang dia suka. Rasanya..., aneh.
Aran memegang pundakku tanpa kuperintahkan lagi. Namun aku jadi merasa risih sekarang. Bagian pundak yang ia pegang terasa panas. Panas itu mengalir ke jantungku dan merangsangnya berdetak lebih cepat lagi dari yang sudah cepat. Karena kejanggalan ini aku hampir lupa mantra teleportasi.
Whuussh...
Kami mendarat di puncak Gunung Safis.
“Ada apa? Xue berada disini?” tuntut Aran jengkel.
“A.. Aku sudah menargetkan untuk sampai di belakang Gunung Safis tempat Xue berada, tapi..., aku tidak bisa pergi kesana,” jelasku yang juga bingung.
“Kalau begitu, ayo, lari saja,” usul Aran.
“Ya... Eh? Lari?”