“Aku senang kalian bisa bersatu. Akhirnya alam ini berhasil menyatukan sebuah pasangan Safis dan Nefelodis (Ebonis) setelah selama ini gagal.” Seseorang menyelamati kami. Aku tahu siapa orang itu meski tidak melihatnya. Siapa lagi yang dapat mengunjungi tempat ini selain Alyo?
“Terima kasih, Senior,” ucap Aran ramah.
“Hendak pergi kemana, Alyo?” Kuperhatikan dia membawa tas besar dan pakaian yang ia pakai siap tempur.
“Zamanku bukan zaman sekarang. Lyotia juga tidak ada lagi di dunia. Aku ingin pergi saja berkelana kemanapun angin menuntunku,” jelasnya sambil menerawang ke langit.
“Begitukah..”
“Aku juga sudah membaca surat Lyotia yang ia tulis sendiri beratus tahun yang lalu,” tambah Alyo dengan ekspresi murung.
“Be..benarkah? Darimana kau menemukannya?” tanyaku penasaran.
“Aku bertanya kepada siapa saja yang kutemui mengenai dongeng Hutan Alyotia. Semua menceritakan kalau Lyotia menitipkan suratnya kepada Saaria dan Saaria mewariskannya kepada keturunannya. Aku mengunjungi Safis untuk mencari siapa keturunan Saaria. Setelah setahun lebih akhirnya aku menemukan salah satu keturunannya. Surat itu mereka simpan di dalam peti yang dikuburkan di dekat Akademi Safis, tempat favorit Lyotia. Aku menemukan peti itu juga suratnya. Tentu saja tidak ada yang mengerti surat itu. Lyotia dan aku yang membuat huruf versi itu agar kami bisa surat-suratan dengan aman.”
“Lalu, apa isi suratnya?” Aku bertanya karena tidak bisa menahan rasa penasaranku.