Kalau laper tinggal makan, kalau baper?
“Katanya bukan mahram.” Seru Ali.
Viga menghentikan langkahnya ia masih tak menyadari sesuatu, Ali lali mengangkat pergelangan tangannya yang masih dalam genggaman Viga.
“Astagfirullah.” Viga tersadar lalu melepaskan tangan Ali.
“Tuh kan lo itu gak bisa jauh-jauh dari gue, udah deh gak usah sok-sokan jaga jarak.” Ujar Ali.
“Ya gak bisalah, gue kan lagi hijrah”
“Bahasanya sekarang hijrah nih ya.” Ali hendak tertawa.
“Gak usah ketawa, belum puas kaki lo gue injek.”
“Iyah deh sorry.”
“Lo bisa gak si kalau ngomong tuh difikir dulu.”
“Yang mana?”
“Lo ngomong nikah-nikah, entar kalau anak orang baper gimana?”
“Siapa?”
“Yang nanya! ya Aprilia lah.”
“Buseet nih cewek ngegas mulu dah, emang kenapa Lo cemburu?” Ucap Ali sengaja menatap Viga lebih dekat.
“Gue tampol ya lo.” Viga memelototi Ali.
“Iya-iya gue tau, gue bercanda tadi. Lagian kalau dia beneran baper bagus dong, jadi nambahkan daftar cewek yang ngejar-ngejar gue, mereka itu terpesona sama kegantengan gue Cuma lo doang yang gak normal.”
“Justru gue itu teramat normal jadi gue sadar lo itu gak ada ganteng-gantengnya.”
“Yakin? coba liat baik-baik wajah ini” Ucap Ali kembali mendekatkan wajahnya pada Viga membuat Viga spontan menutupi wajah Ali dengan tangannya.
“Astagfirullah gue jadi nyentuh lo lagi kan.” Viga segera menarik tangannya dari wajah Ali, Ali terkeukeuh.
“Bilang aja sebenarnya lo tuh seneng deket-deket gue, gak usah sok jaim gitu deh.”
“Sekate-kate lo lah, Pokoknya awas aja kalo lo php ini anak baru itu.”
“Yah deh, tapi gua gak janji ya.” Ali tersenyum jahil pada Viga. Viga sudah hendak memukulnya namun tiba-tiba Ali mengeluarkan sesuatu dari sakunya.
“Oh ya nih.” Ucapnya memberikan pada Viga.