Kami pergi ke mal keesokan harinya. Kami diantar oleh Rayhan, kakaknya Nadhira. Nadhira memberikanku daftar tugas. Yang pertama adalah ke barber shop.
“Mas, tolong bikin rambutnya dengan gaya terkini tapi cocok sama wajahnya, ya!” Nadhira lalu berdiskusi dengan tukang cukur tentang gaya rambut yang tepat untukku.
Bahkan dia membuka ponsel dan mencari gambar gaya rambut di Google. Aku hanya bisa menonton mereka.
Saat tukang cukurku mulai bekerja, Nadhira berkata, “Gue tinggal dulu, ya, sebentar.” Sepeninggalnya, aku hanya diam dan menuruti semua yang dikatakan oleh tukang cukur. Rambutku dipotong pendek di bagian kiri dan kanannya. Dan rambut di bagian atas dipotong dengan gaya berdiri. Lalu, rambutku diberi gel sebagai sentuhan akhir.
Aku melihat cermin. Well, wasn’t so bad.
Tak lama, Nadhira menampakkan dirinya. “Ini baru yang namanya Kenta.” Senyum puas menghias wajahnya. “Oke. Sekarang kita ke optik.”
“Eh, mau ngapain ke sana. Enggak! Gue enggak mau!” Terdengar decakan darinya. “Gue mau ganti kacamata lo dengan lensa kontak.” “Nope!” Membayangkannya saja aku sudah ngeri.
“Enggak! Gue mau balik, ah!” Sebuah tangan menahanku. Rayhan. “Ini enggak seburuk yang lo pikirin, kok. Kita cuma ngasih solusi buat lo.
Kalau lo enggak suka, ya silakan. Tapi seenggaknya lo mau coba. Kita ikutin prosedurnya aja dulu, oke?”
Aku mendesah panjang ketika Nadhira menarik tanganku. “Udah. Ayo, ah! Jangan kayak anak kecil gitu deh!” katanya.
Aku mendengarkan keterangan yang diucapkan dokter mataku. Dan akhirnya, setelah menimbang-nimbang, aku memberanikan diri untuk mencoba lensa kontak yang ditawarkan. Aku diajarkan cara memakai dan perawatannya.
Setelah dua mataku dipasangi lensa kontak, aku diseret ke depan cermin besar oleh Nadhira.
“Coba lo lihat sekarang diri lo!” katanya.
Sangat berbeda dari seorang Kenta beberapa waktu yang lalu. Rasa percaya diriku sepertinya meningkat. Aku puas dengan penampilanku saat ini. Tidak seburuk yang kukira.
“Gimana? Lanjut ke step selanjutnya?”
“Masih ada?” Nadhira mengangguk antusias. “Masih. Ini tugas terakhir gue. Nanti sisanya, Kak Rayhan yang handle.”
“Ngapain lagi, sih?” Bukannya menjawab, dia malah tertawa. Kulihat Rayhan, dia mengangkat bahunya.
“Hmm, coba cara jalan lo diubah deh!” kata Nadhira ketika kami tengah menyusuri tempat selanjutnya.
“Ha? Diubah gimana?” Terdengar decakan gemas darinya. “Lo ubahlah cara berjalan lo itu. Masa jalan sama cewek lo bungkuk gitu, sih?! Jangan-jangan lo enggak pernah lihat cewek atau orang yang jalan di samping lo lagi!” Aku terdiam. Faktanya, itu memang benar. Aku selalu berjalan menunduk bila sedang berjalan sejajar dengan Alka.
“Kak Rayhan, tolong ajarin dia dong cara jalan baik dan benar!” Rayhan memperagakan cara berjalan. Ya, dia terlihat gagah. Sangat jauh denganku.