Sahabat Perlu Restu

Mona Cim
Chapter #1

KELUARGA MAR

Suara musik menggema dari kamar atas, membuat pening seorang pria paruh baya yang sedang santai membaca surat kabar di sofa. Kumis yang tebal dan alis yang menukik, membuat mimik garang semakin kentara di wajah Marhaban. Pasalnya hampir setiap hari anak semata wayangnya itu terus berulah. Memutar musik yang nyaring adalah bagian dari hidup anaknya. Marhaban menaruh surat kabar di atas meja dengan keras. Marhaban beranjak dan melangkahkan kakinya menuju kamar anaknya yang ada di lantai dua.

Marhaban membuka pintu kamar bernuansa putih itu tanpa mengetuk. Tampaklah keadaan kamar yang di ambang kehancuran. Kertas HVS bertebaran dimana-mana, di tambah kipas angin yang menyala di ruangan ber-AC, membuat kertas putih itu bertebaran layaknya confetti. Marhaban mengalihkan atensinya pada seorang pria yang sedang berjoget ria di atas kasur. Dengan menggunakan celana boxer dan kaos oblong, itulah anak satu-satunya Marhaban. Dialah Marko Andri Marhaban.

Marhaban menahan emosinya lalu berjalan menuju DVD dan mematikannya. Marko yang tengah asyik bergoyang, menoleh pada sosok Bapaknya yang berdiri dengan tampang ingin menelannya hidup-hidup. Marko menunjukkan cengirannya dan turun dari kasur.

"Kenapa kelakuan kamu masih begini? Gak jera sama kejadian minggu lalu? Atau kamu mau Bapak kurung di gudang lagi supaya lebih terkendali, Ko?" ketus Marhaban geleng-geleng menyaksikan kelakuan anaknya.

"Ehehe, janganlah Pa. Aku cuma lagi boring tadi. Makanya mau bikin hiburan sendiri."

"Hiburan buat kamu, bencana buat Bapak! Kamu pikir Bapak gak puyeng dengar suara musik gak berfaedah gini? Belum lagi kalau tetangga pada marah. Kamu sih enak pagi-pagi udah berangkat kuliah, lah Bapak yang diomelin tetangga karena ulah kamu," omel Marhaban menunjuk-nunjuk kepala anaknya.

"Ehehe, gak lagi deh, Pa. Abisnya aku frustasi nih sama tugas Pak Salman. Di suruh revisi mulu. Mana hasil cucur keringat aku dicoret-coret gitu lagi. Ancur hati Marki, Pa," curhat Marko dengan ekspresi penuh drama.

"Makanya kamu punya otak pintar dikit. Kan gak pakai di suruh revisi mulu. Sudah, beresin nih sampai rapi. Habis ini kamu ke dapur bikinin Bapak kopi," ucap Marhaban lalu melangkah keluar kamar.

"Emang Ibu kemana, Pa? Rumpi lagi?"

"Biasalah."

Ningsih Sukaisih adalah Ibu tiri Marko sejak piatu. Marhaban bilang, Ibu kandung Marko sudah meninggal sejak ia berusia satu tahun. Bu Ningsih sendiri adalah sosok wanita yang di kenal garang dengan make up yang membuat dirinya terlalu silau ujar orang yang melihatnya.


S

iang hari sekitar pukul satu, Marko mengemudi mobilnya menuju kampus. Walau ia anak yang terkenal bangur, tapi kalau perihal kerajinan dialah panutan. Bahkan Marko sering mengintip ayam jago tetangga agar tidak terdalulu berkokok sebelum ia keluar dari rumah. Marko juga anak yang sholeh, tidak akan pergi kuliah sebelum sholat subuh di tunaikan.


Hari ini adalah hari ketujuh Marko menempuh pendidikan di Universitas Indonesia Merdeka. Tapi berkat jiwa sosialisasi yang tinggi, ia berhasil di kenal banyak orang di kampus. Diantara banyaknya teman Marko, ada seorang pria bertubuh pendek yang menjadi teman dekatnya. Namanya Sukimin Alexander atau yang akrab di panggil Kimin oleh Marko.

Marko memarkirkan mobilnya di tengah-tengah. Lalu tujuan utamanya adalah kantin kampus, dimana Mbak Inem masih menyusun barang jualannya.

Lihat selengkapnya