Imron menatap langit rumah berwarna putih. Rasa bersalah atas kematian Vega semakin menjadi. Imron tersadar kalau belum menutup gorden jendela. Imron segera bangkit dan menutup jendela serta gorden. Tiba-tiba bulu kuduk Imron mendadak berdiri. Ada sesuatu yang aneh dengan kamarnya. Sesekali Imron menoleh ke belakang. Nihil. Tidak ada apa-apa. Imron setengah takut langsung melesat ke tempat tidur dan menutupi badannya dengan selimut.
"Kok gue merinding, ya?" Di dalam selimut Imron memegangi tengkuknya yang masih merinding.
Imron memejamkan mata. "Jangan-jangan? Itu cuma perasaan gue aja. Nggak ada apa-apa." Imron mencoba berpikir jernih. Lalu, Imron menyibak selimut. Seperti apa yang dipikiran, tak ada apa-apa. Tatapan Imron langsung menuju ke gorden kamarnya yang berwarna putih polos. Sekelebat bayangan berjalan dari gorden itu sangat cepat. Imron masih tidak percaya dengan apa yang dilihat, dia mengucek kedua matanya. Tidak ada apa-apa.
"Gue salah lihat. Dasar mata tua," gumamnya.
Imron menarik napas panjang dan berusaha memejamkan mata. Imron kembali melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 00.30.
"Udah malam, tapi gue belum bisa tidur!"
Imron menadahkan tangan dan membaca doa berulang kali. Akhirnya Imron tertidur dengan pulas. Belum lama mata Imron terpejam, Imron dikagetkan seperti ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Keringat Imron mulai berjatuhan, Imron belum berani menengok. Imron komat-kamit membaca doa. Tetapi, pelukan itu belum hilang. Imron akhirnya memberanikan diri menengok ke belakang. Tidak ada apa-apa. Imron bernapas lega dan berpikir itu hanya halusinya saja.
***