“Sekarang, Rigel Hendrick yang hebat bersiap-siap untuk melempar bola ke udara. Phuuw!” Rigel memperagakan pose bangga pelempar bola. Ia melompat di tempatnya dengan tangan terangkat tinggi ke atas, lalu mengayunkannya ke depan sekuat tenaga.
Tidak ada yang terjadi.
Meissa menurunkan tongkat pemukulnya. “Bisakah kau berhenti bermain-main dan lempar bola itu?” keluhnya.
“Baik, baik. Ini dia.” Rigel memperagakan pose yang sama.
Meissa mengencangkan cengkramannya pada tongkat pemukul. Teman-teman sekolah mereka menunggu penuh antisipasi. Rigel melepaskan bolanya. Bola itu melayang ke arah Meissa, dan gadis itu mengayunkan tongkatnya di waktu yang tepat untuk melihat bola itu terpukul ke sisi lain halaman sekolah.
“Lari!” seru teman-teman seregu Meissa.
Meissa langsung menjatuhkan tongkatnya dan berlari dengan kecepatan penuh. Bolanya terpukul jauh, ia punya banyak waktu untuk melakukan home run.
“Di mana bolanya?” tanya Rigel. Ia juga langsung menyusul teman seregunya yang berada di pinggir lapangan untuk mengambil bola. Pemuda itu menoleh dan melihat Meissa sudah melewati pos pertama. Dengan panik ia berseru, “Mana, mana? Berikan bolanya kepadaku. Cepat!”
Setelah menerima bola itu, Rigel segera bergegas memasuki arena pertempuran. Meissa baru saja menginjakkan kakinya di pos ketiga, gadis itu sekarang berlari menuju pos terakhir. Ia bisa mendengar sorak-sorai dan kekhawatiran semua orang bercampur menjadi satu. Rigel berbalik dan melesat ke arah berlawanan dengan Meissa. Ia bersiap menunggu kedatangan gadis itu di pos keempat dengan bola di tangannya.
“Sial!” umpat Meissa. Ia hanya tinggal beberapa meter lagi jaraknya dari pos terakhir ketika melihat Rigel berhasil sampai di sana lebih dulu dari dirinya.
Rigel berdiri menghalangi pos terakhir. Meissa terpaksa melambatkan larinya dan memilih untuk mengulur waktu. Rigel menunggu sampai Meissa berada dalam jarak lemparan pasti, senyum mengembang di wajahnya. Di sisi lain, Meissa semakin bingung arah mana yang harus diambilnya, tetapi ia tidak punya banyak waktu. Gadis itu terus berlari ke arah Rigel, dan pemuda itu melihat pertahanan terbuka yang sangat menguntungkan. Rigel melempar bola dengan kencang.