“Oh, astaga! Ya Tuhan, aku tidak percaya ini benar-benar terjadi!” terdengar seruan Paman Dorian dari lantai dua, diikuti oleh bunyi beruntun langkah kaki menuruni anak tangga secara tergesa-gesa. “Aku sungguh tidak percaya keajaiban ini! Apa aku bermimpi? Oh, tentu saja tidak. Ini nyata. Kakak Ipar!” ia berteriak memanggil-manggil Mrs. Lynn dengan tidak sabar.
Meissa hanya memperhatikan tingkah pamannya yang seperti cacing kepanasan dari balik bahunya. Ia sedang sarapan dengan bubur gandum di meja makan ketika mendengar seruan heboh Dorian, hampir saja membuatnya menumpahkan susunya.
Mrs. Lynn muncul beberapa saat kemudian, sudah berpakaian rapi dengan rambut tersanggul tinggi. “Ada apa, Dorian? Pagi-pagi kau sudah membuat keributan saja.”
“Lihat ini.” Dorian segera memberikan selembar surat kepada kakak iparnya. “Baru saja tiba. Aku buru-buru naik ke atas untuk membacanya secara pribadi, dan, kau tahu, aku seketika tidak bisa menahan kebahagiaanku.”
Mrs. Lynn membaca surat itu dengan seksama. Kemudian matanya melebar. “Kau mendapatkan kontrak pesanan untuk menyuplai barang ke sebuah pabrik?”
“Ya, benar!! Bukankah itu keren sekali?” sahut Dorian girang sambil mengepalkan kedua tangannya.
Meissa sudah bangkit dari kursinya dan melangkah menuju paman dan ibunya yang sedang berdiri di koridor rumah. Kehebohan mereka membuatnya penasaran.
“Aku belum pernah mendapat pesanan untuk menyuplai kebutuhan pabrik sebelumnya, biasanya hanya perabotan rumah tangga dan peralatan toko-toko kecil. Tapi, di malam hujan bintang jatuh kemarin aku bertemu dengan salah seorang mitraku yang tinggal di kota sebelah. Kami sempat mengobrol dan aku agaknya mempromosikan bisnisku kepadanya. Dan tidak kusangka, dia mengirimkan surat penawarannya secepat ini!” Dorian sangat senang ia nyaris berputar dan melambung-lambung.
“Selamat untukmu, Paman,” ucap Meissa kepada pamannya, turut bersuka cita. “Apakah kau nantinya akan dibayar mahal?”
“Oh, Meissa, ini bisa mencapai setara dengan berkantong-kantong keping emas!” jawab Dorian, kemudian ekspresi wajahnya berubah lebih reflektif. “Ternyata bintang jatuh itu sungguh mengabulkan permintaan.”
Spontan Meissa memundurkan wajahnya. “Hah? Kenapa tiba-tiba jadi bintang jatuh?”
“Aku berharap agar mendapatkan kesepakatan bisnis bernilai tinggi malam itu, dan ini tentunya adalah jawaban atas permintaanku!” Dorian kembali berseru.
“Paman, kau mendapatkan tawaran ini karena kau berusaha mempromosikan daganganmu ke orang yang berpotensi untuk membelinya, yang berarti kau melakukan strategi yang tepat.”
Dorian hanya mengibaskan tangan sambil lalu pada perkataan keponakannya. “Ini berita yang sangat bagus. Aku harus menemui saudaraku sekarang juga untuk menyampaikannya.”
“Aku akan pergi ke kantor surat kabar untuk mengantarkan makan siang kepada Mr. Lynn. Kau bisa ikut bersamaku, Dorian,” tawar Mrs. Lynn dengan senyum lebar di wajahnya. “Dan untuk catatan, bintang jatuh juga telah mengabulkan permohonanku.”
Meissa serasa ingin mendesah keras mendengarnya. “Jangan ini lagi,” gumamnya lirih.
“Pada minggu kedua bulan ini, sudah ditentukan bahwa Mrs. Bushra akan menjadi penjamu klub menjahit bulan depan, namun beliau berkata sepertinya akan berhalangan hadir karena bulan depan akan mengunjungi sanak saudaranya di negeri seberang. Dan di hari datangnya bintang jatuh, aku bertemu Mrs. Bushra di pasar dan beliau memberitahuku bahwa dirinya sudah berkemas untuk perjalanan, yang berarti untuk urutan selanjutnya menjadi penjamu tamu bulan depan jatuh kepadaku.” Mrs. Lynn berseri-seri saat bercerita.
“Selamat, kakak ipar!” ucap Dorian. Ia bertepuk tangan dengan keras.
Meissa hanya termangu dengan mulut sedikit terbuka mendengarnya.