Sail Upon A Star

Fann Ardian
Chapter #13

Beneath A Thousand of Lights

“Ibu, malam ini aku menginap di rumah Aluna.” Meissa memberitahu sambil menuruni anak tangga. Ia menghampiri ibunya di meja makan. “Aku akan membawa makan malamku.”

“Bukankah kau bilang akan sekalian makan malam di sana?” tanya Mrs. Lynn. Ia sedang menyusun piring-piring dan sendok di atas meja.

Meissa mengedikkan satu bahunya. “Tidak masalah untuk menyantap dua jenis makan malam berbeda,” jawabnya. “Lagipula, aku tidak akan melewatkan salad kentang buatan rumah, makanan favoritku. Aku juga akan membawa sedikit untuk Aluna cicipi.”

Setelah selesai mengemasi perbekalannya, Meissa meninggalkan rumah sebelum matahari terbenam. Perjalanannya diiringi oleh semburat kemerahan dan langit bergradasi biru tua. Tetapi alih-alih menuju selatan di mana rumah Aluna berada, ia terus berjalan menuju bagian timur Hanshelltown. Meissa harus berputar melewati pusat kota menuju padang rumput, karena hutan terlalu gelap untuk dilewati saat malam hari.

Sesuai dengan kesepakatan, malam ini Meissa dan Rigel akan mengamati bintang bersama. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya pemuda itu rencanakan dan kenapa malah mengajaknya melihat kerlap-kerlip di langit, tetapi Meissa senang dengan suasana malam yang tenang, jadi ini termasuk tamasya yang cukup menyenangkan baginya.

Ketika sampai di padang rumput, Meissa tidak melihat seorang pun di sana.

“Lihat siapa yang terlambat,” dengus gadis itu. Ia mendongak ke atas. “Paling tidak langitnya terang dan tidak banyak awan.” Ia melepas ranselnya dan duduk di tepi turunan.

Meissa duduk di sana, memandangi seluruh lanskap. Sayang sekali ia tidak membawa peralatan menyulamnya kemari. Padang rumput terasa tentram, hanya terdengar sayup-sayup melodi alam mengalun di sekitarnya. Ia menumpukan tubuhnya pada kedua siku, kedua kakinya saling menyilang. Mata birunya menatap bintang-bintang yang berkerlap-kerlip dan bulan yang sekarang sudah muncul dari balik awan.

“Halo, selamat malam! Kau sudah sampai lebih dulu rupanya.”

Seseorang menyapa dengan nada riang beberapa meter di belakang Meissa. Gadis itu menoleh. Rigel berlari-lari kecil menghampirinya, dia menenteng teleskop yang bisa dikatakan besar dengan tas selempang tersampir melewati tubuhnya. Sepertinya itu bukanlah teleskop yang dibawa Rigel ketika mereka bertemu di padang rumput sepulang sekolah tempo lalu.

“Mengapa kau membawa benda sebesar itu?” tanya Meissa ketika Rigel sudah berada di sampingnya.

Rigel meletakkan teleskop dan melepas ranselnya. “Untuk mengamati bintang, tentu saja. Ini milik kakekku. Lensanya dua kali lipat lebih jernih dan jangkauan visinya juga lebih luas.” Ia mendongak melihat langit. “Malam yang bagus. Hebat sekali.”

Meissa merogoh ransel dan mengeluarkan bekalnya yang terbungkus serbet. “Aku membawa sedikit salad kentang dari sisa makan malam tadi.” Pada akhirnya, ia memutuskan untuk makan malam lebih awal di rumah dan membungkus sisanya untuk nanti jika dirinya lapar. “Kau boleh mencobanya jika kau mau.”

“Kau membawakannya untukku?” Rigel bertanya dengan wajah tercengang, mulutnya terbuka lebar. Ia hampir tidak bisa menyangka apa yang baru saja didengarnya.

Meissa hanya manggut-manggut. Ia menusuk kentangnya dengan garpu dan memasukkannya ke dalam mulut.

Ugh, ya ampun, sekarang Rigel berpikir sepertinya perdebatan sengit ini akan berubah menjadi pertemanan yang indah. Dirinya merasa sedikit terharu.

“Jangan terlalu banyak berkhayal. Ekspresimu terlihat aneh.”

Wajah Rigel seketika mengerut, gambaran potensial di belakang kepalanya buyar secara tiba-tiba. Tentu saja, Meissa tetaplah Meissa. “Ya, baiklah. Aku mau mencoba salad kentangmu.”

Setelah mencicipi salad kentang buatan rumah Meissa, yang ternyata enak sekali, Rigel turun ke padang rumput untuk memasang teleskopnya. Meissa tetap duduk dengan kaki menggantung di tepi turunan, bersandar dengan kedua sikunya sambil menatap langit. Acara pengamatan mereka bahkan belum resmi dimulai, tetapi Meissa sudah menemukan matanya terfokus pada hamparan gelap yang luas dan berkilau di atasnya.

Lihat selengkapnya