Sajak Cinta Terakhir

Widhi ibrahim
Chapter #6

Buatku Tersenyum #1

Mentari mulai menyapa pagi yang penuh semangat. Regi dan Mahesa pun tak kalah semangat untuk menjalani aktivitas hari ini. Kekompakan yang mulai terlihat beberapa hari terakhir, membawa mereka berjalan beriringan menuju ruang makan. Belum juga mereka selesai menuruni anak tangga dan sampai di tempat makan, yang posisinya tepat di hadapan mereka. Karena ruang makan dan ruang tamu tidak memiliki sekat, jadi jika selesai menuruni tangga, pandangan akan langsung tertuju ke arah ruang tamu atau ruang makan.

Kedua kakak beradik itu cukup dikagetkan dengan pemandangan yang tidak biasa, meja makan yang sudah ramai dihiasi berbagai macam menu makanan. Bagaimana mereka tidak terkejut, tak kala melihat sosok gadis cantik berdiri tepat di samping meja makan, sambil memberikan senyuman yang sangat manis untuk menyapa mereka.

“Selamat pagi,” sapa gadis itu.

 Regi dan Mahesa terus berjalan semakin mendekatinya, dengan pandangan yang berkeliaran melihat seluruh isi meja makan. Seakan tidak percaya kalau kali ini mereka hanya tinggal menyantap semua makanan itu, tanpa harus bersusah payah membuatnya.

“Ris... itu?” tanya Mahesa singkat pada gadis cantik yang ternyata kekasihnya.

Risya mengangguk, lalu tersenyum. 

Regi dan Mahesa sangat bahagia. Mereka bergegas duduk, seperti sudah tidak sabar untuk memulai sarapan bersama, yang sudah dipastikan akan istimewa ini. 

Secara bergantian Risya menyajikan nasi ke atas piring untuk Mahesa dan juga Regi.

“Pokoknya aku gak mau tau, kamu sama Bang Regi harus menghabiskan semuanya! Aku udah bela-belain bangun awal untuk nyiapin ini, loh.”

Risya sengaja ingin memanjakan mereka karena bahagia melihat Mahesa dan Regi akur, bahkan kini terlihat lebih dekat dibanding sebelumnya. Risya berharap ini akan terus berlanjut, karena ia tak ingin mendengar kekasihnya lagi-lagi bertengkar dengan kakaknya.

Tangan Regi meraih piring yang berisi masakan khas yang menjadi menu andalan Risya, ayam suir bumbu pedas.

“Tenang aja, Ris... Abang pastikan tidak akan ada makanan yang tersisa.”

Risya hanya tersenyum mendengar ucapan Regi yang begitu antusias. 

Tidak mau kalah, dengan cepat Mahesa merebut piring itu dari tangan kakaknya, sebelum sempat mengambil sedikit pun untuk Regi tuangkan ke atas piringnya. 

“Esa!” sahut Regi.

“Apalagi yang satu ini, alamat disapu abis.” Mahesa tersenyum sambil menuangkan beberapa sendok daging suir itu ke atas piringnya, sebelum Regi kembali merebut makanan yang menjadi favorit mereka dari tangan Mahesa.

Risya tersenyum sambil geleng-geleng kepala melihat ulah mereka. “Udah... udah. Kok jadi berebut gitu, sih?” ujar Risya. 

Mahesa dan Regi tersenyum malu. Tak mau berlama-lama, mereka mulai menyantap sarapan special pagi ini.

***

Mahesa dan Risya baru saja tiba di depan kantor majalah. Suasana kantor pagi itu belum terlalu ramai, hanya terlihat beberapa orang berjalan memasuki area kantor.

“Makasih, Sayang...,” ucap Mahesa kepada Risya yang duduk tepat di belakangnya.

Risya mulai beranjak turun dari motor Mahesa, lalu membuka helm yang masih menghiasi kepalanya. “Justru aku yang makasih, karena kamu udah mau nganterin aku,” timpal gadis yang kini berhadapan dengannya, sambil memberikan helm yang ia pegang kepada Mahesa.

“Udah seharusnya putri cantik itu dianterin, biar gak ada yang gangguin,” goda Mahesa.

“Ahh kamu... udah mulai bisa mengombal deh,” balas Risya sedikit malu. 

Mahesa tersenyum. “Ris... kayanya nanti sore aku gak bisa jemput kamu deh. Soalnya jadwal kuliah hari ini padat banget. Gak apa-apa, ‘kan?” tanya Mahesa dengan kedua tangan yang sibuk menggantungkan tali helm ke bagian depan motor.

Lihat selengkapnya