“Dari mana Abang tau aku disini?” tanya yang terlontar dari mulut Mahesa, saat membuka pintu kost’annya dan melihat Regi. Seketika wajah Mahesa langsung ditekuk, seperti tidak suka akan kedatangan Regi.
“Itu gak penting!” jawab Regi.
“Untuk apalagi Abang cari aku? Kalau untuk memaksa aku kembali ke Risya, kayanya enggak.”
“Sa... ini semua salah Abang. Jadi Abang mohon! jangan bawa Risya dalam masalah ini. Risya gak tau apa-apa!”
Mahesa malah diam menanggapi perkataan Regi.
“Risya sangat mencintai kamu, jadi tolong cintai dia lagi! Tolong jangan buat dia semakin hancur. Dan Abang juga mohon, kamu pulang dan kembali kuliah. Jangan karena Abang, kamu harus kehilangan semua kebahagiaan dan semua yang telah menjadi milik kamu. Maafin Abang, kalau Abang gak bisa jadi sosok kakak yang baik buat kamu. Pulang Mahesa! Kapanpun kamu ingin kembali, pintu rumah akan selalu terbuka.”
Dengan sedih Regi pergi meninggalkan Mahesa.
Tanpa terasa air mata Mahesa menetes. Seketika ia membayangkan kejadian-kejadian di masa lalu. Semua kejadian yang dilalui bersama Regi, kembali hadir di dalam ingatannya.
“Apa aku terlalu angkuh? apa aku terlalu egois? Maafin aku, Bang. Aku gak bisa jadi adik yang baik untuk Abang. Aku selalu mengecewakan Abang, aku gak pernah menghargai setiap jerih payah yang Abang lakukan selama ini untuk aku. Aku sayang sama Abang, aku sayang sama Risya. Dan dengan kejadian ini aku sadar, aku memang gak layak berada di antara orang-orang baik seperti kalian.” Mahesa tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.
***
Saat itu Regi sedang bersama Risya, berjalan berdampingan sambil melihat-lihat pemandangan di sekeliling perkebunan.
Tiba-tiba Regi batuk-batuk, dan ia mencoba menutupnya dengan tangan. Namun Regi dibuat sedikit tertegun sekaligus menghentikan langkahnya, saat melihat di tangannya kembali terdapat bercak darah. Tapi Regi mencoba menyembunyikan itu dari Risya.
Langkah Risya pun terhenti mengetahui langkah Regi yang terhenti lebih dulu.
“Abang kenapa? Abang sakit?” tanya Risya, saat mendengar Regi batuk-batuk.
“Enggak kok, Ris. Abang gak kenapa-kenapa. Tenggorokkan aga gatel aja,” jawab Regi sambil membersihkan bercak darah di telapak tangannya ke bagian belakang celananya.
Risya tersenyum lega mendengar Regi baik-baik saja.
Regi dan Risya kembali melanjutkan langkah, sambil menikmati pemandangan alam yang begitu indah.
“Keindahan pemandangan di depan aku, membuat hati ini terasa nyaman banget,” ujar Risya sambil tersenyum, kemudian memejamkan matanya sambil melentangkan tangan dan menikmati hembusan angin.
Diam-diam Regi menatap wajah cantik Risya. Meski kedua bola mata indahnya tak memancarkan sinar karena tertutup oleh kelopak matanya, namun wajah Risya tetap tak bisa mengalihkan pandangan Regi.
“Tuhan... tahan hati ini. Kenapa saat ada di dekatnya, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku? Buang cinta ini, Tuhan! Karena mencintainya, adalah kesalahan terbesar dalam hidupku,” batinya.
Ternyata di tempat yang sama ada Nisa yang berdiri cukup jauh dari tempat Regi dan Risya berada. Nisa yang berniat ingin menemui Regi di perkebunan untuk mengantar makanan, malah harus melihat Regi sedang berduaan dengan Risya.
Tidak perlu dijelaskan lagi, bagaimana perasaan Nisa saat harus melihat laki-laki yang dicintainya sedang bersama perempuan lain. Tapi bagaimana pun itu, Nisa tidak bisa berbuat banyak. Gadis itu harus berbesar hati untuk menerima kenyataan, bahwa laki-laki yang ia kagumi telah lebih dulu mencintai perempuan lain.
Walaupun waktu terus berlalu,
Aku akan tetap setia untukmu
Di antara tumpukan rindu
Ditemani ribuan laraku
Tapi aku akan selalu menantimu