Saksi Bisu Misteri As-Sihran

Nimas Rassa Shienta Azzahra
Chapter #4

4. Perempuan Asing Yang Keluar dari Kamar Mandi

Suara azan magrib memulihkan seluruh keadaan, semua yang tampak di depan mata hilang. Kulihat Pakde Karso bergegas berlari ke masjid, pemuda tampan yang menolongku membukakan pintu juga buru-buru pergi ke masjid setelah ia mendorongku masuk ke dalam kamar.

Tinggallah aku sendirian dalam kamar, memeluk ransel dengan tangan gemetar dan lutut lemas. Bingung apa yang harus aku lakukan pertama kali, kecuali hanya duduk termenung di tepi ranjang, memeluk perasaan yang kalut.

Mau mandi, tapi rasa takut dan cemas masih menghantui. Bagaimana bila perempuan dan macan putih itu masih berada di depan kamar? Ingin salat dulu, tapi badan terasa lengket dan bau keringat, sementara perut lapar sekali.

Aku meneguk sisa air minum dalam botol air mineral yang kubeli sewaktu di terminal tadi. Kemudian mengatur napas beberapa kali sambil melafazkan taawuz. Aku tak berani keluar kamar sampai magrib berlalu, aku juga tak berani mendekati pintu saat beberapa kali pintu kamarku di ketuk.

Aku teringat pesan Mbah Harjo, “Lek. Jika ada yang mengetuk pintu kamar tanpa salam di waktu malam, jangan dibuka ya. Apalagi antara waktu magrib dan isya, biarkan berlalu dulu, baru kamu keluar. Kamu bisa memilih menghabiskan waktu magrib sampai isya di masjid, atau dalam kamar.”

Cukup lama aku berdiam dalam kamar tanpa berbuat apa-apa, pikiranku buntu, hanya diam menunggu waktu berlalu, sampai akhirnya kudengar suara berat seseorang memanggilku.

Assalamualaikum, Lek Selamet. Buka ... ini saya, Agung,”

Aku mengernyitkan kening.

Agung? Agung siapa? Aku membatin, tetap dalam kondisi waspada.

Assalamualaikum, Lek. Saya, Agung tukang bersih-bersih di sini. Bisa buka pintunya sebentar?” kata suara itu lagi.

Wa’alaikumsalam,” sahutku.

Aku meletakan ransel di ranjang dan melangkah pelan mendekati pintu. Kusibakkan gorden jendela, lalu mengintip, melihat situasi di luar kamar untuk memastikan kalau yang memanggil adalah benar-benar orang yang bernama Agung. Dari balik gorden, aku memperhatikan sosok yang berdiri depan pintu itu dari atas sampai kepala. Kulihat kakinya menjejak di tanah. Berarti dia manusia. Aku menarik napas lega dan bergegas menarik tuas pintu.

Namun, tiba-tiba aku mendorong lagi pintu dan menutup lagi pintunya. Ketakutan seketika saja masuk bagai penyusup.

“Lek. Saya diperintahkan oleh Gus Mus untuk menjemput sampeyan,” ujar orang yang mengaku bernama Agung itu.

“Oh iya, sebentar ya.” Aku mengembuskan napas berat, menguatkan hati dan mengumpulkan keberanian.

Begitu pintu terbuka, wajah Agung yang bulat dan tubuhnya yang gemuk muncul, senyum ramah sekali. Ia langsung mengulurkan tangannya kepadaku.

“Kenalkan. Saya, Agung. Tugas saya di sini sebagai OB alias tukang bersih-bersih, kamar saya di sana,” katanya menunjuk satu kamar yang tadi ditunjukkan oleh Pakde Karso.

Lihat selengkapnya