Saksi Bisu Misteri As-Sihran

Nimas Rassa Shienta Azzahra
Chapter #10

10. Awal Petaka

Aku tergesa-gesa berjalan mengejar Nasyisya menuju rumah Gus Mus. Aku tidak dapat menahan rasa penasaran terhadap dua orang itu. Sayangnya Srayu dan Nia—santriwati Aliyah—memanggilku, sehingga terpaksa aku kembali lagi ke kamar cuci. Ternyata mereka berdua menanyakan kerudung putih mereka, yang memang belum aku setrika. Aku menjanjikan pada Srayu dan Nia, kalau habis magrib aku akan menyetrika kerudung mereka dan akan segera mengantarkannya.

Akhirnya, keduanya setuju dengan perjanjian yang kubuat, dan aku segera pergi ke rumah Gus Mus sambil membawa baju gamis Gus Fatan. Cepat-cepat aku menerobos pintu dapur dan naik ke lantai dua, menuju kamar Gus Fatan yang bersebelahan dengan kamar kakaknya Gus Fuad.

Ketika aku melewati kamar Gus Fuad. Kudengar pemuda itu marah-marah di dalam kamar. Aku dan Gus Fatan saling tatap, kami berdiri di depan pintu kamar Gus Fuad untuk mendengarkan apa yang dikatakan pemuda itu.

“Mas Fuad marah-marah sama siapa ya, Lek?” tanya anak yang baru berusia enam tahun itu. Aku menggeleng.

Gus Fatan mendekatkan telinganya pada daun pintu kamar Gus Fuad. Aku mengikutinya.

“Sudah kukatakan, minum pilnya biar aman, tapi mengapa malah begini jadinya. Aku belum siap untuk menikah!” Suara Gus Fuad besar sekali membuat adiknya terkejut, bahkan Naimah—kakak Gus Fatan yang umurnya hanya bertaut dua tahun sama Gus Fatan—ikut keluar kamar dan bertanya, apa yang telah terjadi.

Jantungku berdegup kencang saat mencuri dengar perkataannya. Aku, Naimah dan Gus Fatan saling tatap dan bingung.

“Sudah aku minum, tapi tetap saja positif.”

Itu pasti suara Nasyisya, batinku waswas. Suara Nasyisya serak, ia menangis. “Kamu harus bertanggung jawab, Fuad!” ujar Nasyisya lirih.

“Iya. Aku memang akan menikahimu, tapi tidak sekarang.”

“Kapan? Menunggu sampai perutku membesar?”

“Aaargghh ....”

Gus Fatan menarik tuas pintu, kami bertiga segera berlari dan bersembunyi di balik dinding kamar Naimah. Gus Fuad turun ke lantai satu, diikuti oleh seorang perempuan berpakaian hijau dan jilbab panjang yang juga warna senada.

“Fuad,” teriak Nasyisya.

Gus Fuad berhenti di tengah tangga, ia menatap Nasyisya tajam seraya berkata dengan nada suara yang penuh dengan penekanan.

“Gugurkan saja.”

“Aku tidak mau.”

Aku dan Gus Fatan ikut turun, sementara Naimah masih berdiri kebingungan.

“Mamas marah sama siapa?” tanya Naimah entah pada siapa.

Lihat selengkapnya