Saksi Bisu

M. Ferdiansyah
Chapter #1

MONOLOG I

Di kamarku yang indah penuh dengan puisi, alat musik, sandi morse dan aku mulai bernostalgia pada kisahku dulu. Jari jemariku masih utuh. Namun sayatan di lengan kiri masih terasa sakit serta penuh amarah yang cukup mendalam pada seorang psikopat gila dan sedihnya menjadi orang yang bisu dan sulit untuk membaca. Aku mulai berpikir dan aku harus menulis kisahku dan membagikannya agar mereka yang lemah bisa kuat sepertiku...

Namaku Rahel Anatasia Harazi, kelahiran kota Jakarta, 17 April 2000 dan sekarang umurku 24 tahun. Aku merupakan anak tunggal sekaligus cucu paling menyedihkan di keluarga Harazi. Aku dan orangtuaku tinggal di perumahan daerah Jakarta Selatan yang terkesan mewah. Di perumahan tersebut kami memiliki satu tetangga saja karena hanya dua rumah yang baru dibangun sisanya masih dalam proses mungkin jauh dari kata jadi karena kata mamaku, bos pemilik rumah tersebut kekurangan dana untuk membangun rumah ala-ala Townhouse. Akhirnya, prosesnya pun mungkin bisa sampai bertahun-tahun. Lambat laun tetangga kami yang bernama Meli dan Geri pindah karena pekerjaan suaminya yang merupakan TNI AL. Jadinya di perumahan tersebut tinggal kami bertiga.

Waktu bayi aku didiagnosis memiliki penyakit disatria atau kesulitan berbicara karena kerusakan otak. Orang-orang sih bilangnya bisu mungkin kalau gagu masih mendinglah ketimbang harus bisu. Di umur yang ke-5 tahun, aku didiagnosis kembali memiliki penyakit disleksia atau penyakit kesulitan dalam membaca dan menulis. Berlanjut di umur yang ke-10, aku tetap tidak bisa membaca maupun menulis walaupun aku sudah dibawa terapi kemana-mana. Aku pikir kalau ini adalah sebuah kutukan bagi seorang anak perempuan bernama Rahel Anatasia

Di sekolah aku selalu di ejek oleh teman-teman dan aku tidak tahu apakah mereka teman atau bukan tapi aku rasa tidak karena seorang teman tidak mungkin seperti itu. Mereka selalu membicarakan diriku yang bisu dan kadang mereka memanggilku buta huruf dan buta warna. Terkadang, aku suka menangis karena perlakuan mereka yang seolah-olah menjadikan diriku sebagai bulan-bulanan. Aku menangis sepanjang hari dan aku selalu berdoa kepada Allah agar bisa disembuhkan penyakitku ini. Orangtuaku sehat-sehat saja kok dan mereka tidak memiliki penyakit sepertiku. Di sekolah dasar tidak ada satupun orang yang ingin bermain dengan ataupun duduk bersamaku. Mereka bilang aku anak yang malang dan penuh kesedihan. Ada teman sekelasku bernama Rian, tampangnya begitu nakal dan liar dengan seragam merah putih yang lecek seperti gembel jalanan. Setiap hari ia selalu membuliku dan mengejekku dengan bahasa monyet atau kadang anjing.

"Uuu aa uu aa," teriak Rian. Mereka dan kawan-kawannya yang merupakan sekumpulan bocah tengil dan bodoh selalu tertawa di depan wajahku yang lugu dan culun.

Enam tahun aku merasa tersiksa oleh keberadaan mereka semua. Satu kelas, bayangkan tidak ada yang peduli denganku, kecuali Bu Andin yang menurutku, ia adalah sosok ibuku di sekolah. Ia membelaku ketika Rian dan komplotan manusia bodoh yang terpukau datang untuk mengejekku. Pernah suatu hari saat di taman dan aku sedang sendirian. Waktu itu kelas enam, aku sedang menyendiri dan bermain di ayunan sembari menghafal sandi-sandi pramuka seperti morse. Saat aku beranjak dari ayunan, Rian dan teman-temannya datang menghampiriku kemudian ia menghinaku dengan sebutan, "Cewe gila dan cacat mental." Teriak rian sambil menyeletuk jidatku dengan jarinya.

Wow, aku tidak terkejut. Tetapi, mereka tambah menjadi-jadi untuk menghinaku. Aku masih mengingat wajah mereka semua termasuk Arif dan Wahyu. Nama mereka berdua bagus. Tetapi, kelakuan mereka benar-benar hina. Bayangkan, mereka meludahiku dengan segumpal reak yang baru saja ia keluarkan lewat dahak dan tenggorokannya apalagi gigi mereka berdua yang kuning dan jigongan. Aku rasa mereka tidak diurus oleh orang tuanya.

"Ewww," sahutku. Ludahnya menyambar hidungku, dua kali semprotan dari mulutnya yang menjijikan. Aku muntah habis-habisan karena baunya yang teramat dahsyat seperti aroma sampah busuk yang di penuhi tikus-tikus besar, lalat atau bahkan kecoak. Aku selalu menduga kalau mereka adalah perokok aktif dari bibirnya saja terlihat hitam dan menjijikan. Bu Andin datang dan meneriaki tiga bocah gila tersebut dan segera membawanya ke ruang kepala sekolah. Aku yang melihat hal tersebut senang bukan main. Bu Andin menyuruhku sebagai saksi atas perbuatan tersebut, lalu aku menceritakan lewat bahasa tubuh walau agak susah tapi mereka mengerti. Setelah itu, mereka meminta maaf dan masalah sudah selesai, apa kau serius? No, masalah belum berakhir sampai disini.

Waktunya dunia SMP, saat kelusan aku menerima nilai ujian 20.00/30.00. itu adalah suatu nilai yang memalukan. Padahal aku termasuk gadis yang bodoh di sekolah. Tetapi, bodoh bukan karena aku tidak mengerti melainkan sulit untuk memahami dalam membaca, menulis apalagi menghafal. Di dunia SMP, waktu yang singkat dan melegakan pikiran dan hatiku. Yah benar, waktu terus berlalu. Ejekkan demi ejekkan terulang dan datang setiap aku masuk ke sekolah. Geng SKANDAL sekumpulan gadis-gadis gila dan murahan berkumpul di kelas. Mereka duduk di atas meja sambil memulai sesi pergibahan. Aku masih ingat wajah mereka. Jika kalian laki-laki mungkin kalian akan tergoda dengan pakaian seksi ala kadarnya, rok mini biru yang ketat dan kemeja putih yang melekat dan sebagai alat fashion show di depan laki-laki setempat. Rambut yang tersibak kadang acak dan kadang diikat kuncir kuda. Apa kalian bertanya? Bagaimana penampilanku? Tentu saja pasti kalian tahu. Memakai kaca mata, membawa buku, rok panjang seperti gaun dan kemeja yang menutupi auratku. Sebenarnya sekolah tersebut adalah swasta karena aku inginnya seragam panjang akhirnya kepala sekolah mengizinkan.

Ada satu momen saat kelas sembilan SMP. Saat aku datang menggunakan mobil ke sekolah yang diantar oleh ayah dan mamaku. Aku turun dari mobil kemudian mencium tangan mereka. Saat aku melihat ke lantai dua. Seperti biasa mereka para murid melihatku seperti kesal, marah dan juga ada yang tertawa. Aku melewati koridor kelas dan menyusuri tangga. Aku belok kanan dan terus berjalan melewati koridor yang panjang. Saat tiba di kelas, aku kaget bukan main. Teman sekelasku memberikan kejutan berupa kue ulang tahun yang ke-15. Aku menangis terharu apalagi geng SKANDAL yang memberinya. Kemudian mereka menyuruhku duduk di tempat bangku dan saat aku mulai menempatkan bokongku lalu meniup kue ulang tahun dan kalian tahu selanjutnya apa? Sebuah tai ayam yang menempel dicelanaku dan aku malu bukan main kemudian mereka menempelkan kue tersebut ke wajahku. Aku ingin teriak tidak bisa. Namun, aku menangis sendu sambil mengeluarkan wajah melas untuk dikasihani serta mengembangkempiskan hidungku yang seolah-olah aku menangis pasrah dan lebih baik mati daripada tersiksa. Hari itu juga sebagian orang memposting video tersebut dan diperbincangkan di laman Facebook dan Instagram tentunya hal ini menjadi viral dan ternyata mama dan ayahku melihat kejadian ini. Masalah tidak diselesaikan esok tapi hari itu juga. Mereka semua di hukum dengan cara yang sama yaitu meletakkan tai ayam di bokong mereka. Aku rasa itu sudah cukup dan pada akhirnya aku memaafkan mereka semua dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Hari-hari berlanjut dan kami menjadi sahabat sampai hari kelulusan. Apa kau yakin masalah sudah selesai? No way masalah tidak pernah berakhir.

Katanya SMA adalah masa-masa terindah dan masa dimana kenangan itu ada. Dari persahabatan, percintaan dan kebersamaan. Aku sudah di penghujung masa yang ketiga. Masa dimana setelah ini aku pergi ke jenjang berikutnya. Mentari yang terbit dari timur mengingatkanku pada mama dan ayah saat kita bertiga liburan di Villa Bogor. Aku melihat fajar begitu ceria, warna yang menerangi, awan-awan putih yang terus menyelimuti ditambah langit yang sangat indah dan mentereng. Di sore harinya saat aku pulang sekolah. Warna senja mengingatkanku pada pantai lombok yang dimana senja tersebut begitu rapuh dan sedih. Dari cakrawala terlihat begitu mempesona. Gradasi warna langit begitu menyatu dan aku sedih sekali saat di pantai itu serta ditambah suara desir pantai yang sangat memorable. Menambah suasana menjadi berkelas dan sempurna

Di SMA, aku mengambil jurusan Bahasa karena aku suka berbagai macam bahasa walaupun sulit untuk di cerna. Terkadang aku juga suka sekali menonton anime Jepang dan drama Korea. Cinta yang begitu rumit kadang bikin nyelekit. Aku tidak ingin berlama-lama pada ceritaku dibagian ini karena sangat sedih jika diceritakan terus karena poin terbesar dari cerita yang kubuat ini adalah bukan pembulian saja tapi pembunuhan. Jadi aku ingin kalian semua para pembaca mengikuti prosedur yang kubuat biar paham karena akan sedikit complicated kalau tidak dari awal mungkin aku akan menceritakan satu kisah lagi.

Pembulian yang paling seru saat aku ingin menginjak umur yang ke-17 tepatnya tiga bulan menuju sweet 17. Ada segerombolan geng RADIUS. Mereka adalah anak-anak IPA. Setiap hari mereka selalu menghinaku dan mengejek dengan perkataan seperti ini

"Woy, orang aneh."

"Cacat."

Lihat selengkapnya