"Hai semuanya," sapa Eva sambil melambaikan tangan kanannya.
"Saya sangat rapuh untuk minggu ini, gak tau kenapa? Saya bingung harus mulai dari mana. Semuanya sama, gak ada yang beda dan semuanya nyebelin," ungkap Eva sambil menangis.
"Ayo Eva, ceritalah," bujuk Melisa.
"Ok, keluarga saya udah tau kalo saya seorang lesbian dan gak ada satupun yang mau nerima keadaan saya, padahal saya udah bicara baik-baik tapi saya malah di tolol-tololin sekeluarga, ditampar abang saya dan sekarang saya diusir dari rumah, saya gak tau harus gimana menyikapi sikap mereka, cuman kalian keluarga saya yang bisa nerima keadaan saya yang sangat.... Maaf saya gak kuat," cerita Eva.
Aku bisa melihat raut wajah Eva yang begitu murung dan penuh nelangsa, ia seperti burung di dalam sangkar yang tidak bisa bebas jika tidak dibuka sangkarnya. Aku masih ingat cerita Eva saat pertama kali datang, ia bercerita panjang lebar dan aku mengambil beberapa ceritanya yang membuat aku haru. Eva adalah anak bungsu dari enam bersaudara, ayahnya merupakan seorang akuntan dan ibunya merupakan sutradara film. Dari kecil ia memiliki mimpi untuk menjadi guru matematika. Namun, tidak tercapai, karena ternyata ia lebih mencintai dunia musik terutama genre rock. Ia mulai mengenal dunia sesama jenis saat umur 20 tahun dan juga berlagak seperti pria saat itu juga. Cara bicaranya feminim dan lembut. Namun, kalau sudah nyanyi, ia bilang suaranya mirip penyanyi rock pria.
Eva bilang, ia tidak pernah punya teman yang membuatnya bahagia bahkan pacar lesbiannya pun sudah tidak peduli dengannya. Eva adalah tipikal orang yang pasif dalam pertemanan. Ia sangat masa bodo dan tidak peduli, karena saat duduk di bangku kuliah pertama, banyak dari teman sekelasnya yang bilang kalau Eva jelek dan sudah tidak perawan. Saat ia menunjukkan foto-fotonya, aku bisa melihat kalau ia sangat anggun dan cantik. Setelah mengalami hal itu Eva memutuskan untuk lebih jadi lagi yaitu seperti pria tulen, katanya ia ingin operasi kelamin dan mengganti organ lainnya seperti pria pada umumnya. Saat mendengar cerita Eva waktu itu, aku kaget bukan main, tapi ada satu hal yang membuatku lebih kaget. Ia pernah hampir overdosis sekaligus keracunan karena meminum obat tidur dan minumannya yang berupa alkohol dicampur sabun cuci pakaian seperti rinso dan pemutih. Aku yang mendengarnya ngilu bahkan sampai muntah di tempat Pertemuan Ruang Rindu saat itu.
Eva, memang sudah kehilangan akal sehatnya. Untungnya Ani, pacar lesbiannya datang dan membawanya ke rumah sakit. Dokter bilang, jika dalam dua menit terakhir Eva tidak ditolong, ia akan tewas. Yah itulah sebuah kesempatan kedua bagi Eva, si gadis berambut bondol yang gila. Setelah kejadian itu, Eva sadar dan ia memohon agar Ani kembali padanya. Di tengah cerita Eva bilang padaku bahwa saat ia sembuh dari sakitnya, Eva menelpon Ani dan mengucapkan terima kasih banyak, karena Ani telah menolongnya. Namun, Ani bilang kalau ia tidak sama sekali menolong Eva. Lalu aku bilang padanya jika malaikat telah menolongnya. Eva diberikan kesempatan untuk hidup bukan oleh Ani melainkan Allah yang memerintahkan malaikat untuk menolong Eva. Aku yakin, ini adalah sebuah teguran agar Eva bisa memperbaiki dirinya supaya menjadi pribadi yang lebih baik. Cerita dari Eva, memang cukup menarik dan bagus sebagai motivasi hidupku. Di lain sisi aku juga berpikir, apakah Allah akan membantuku agar bisa bicara kembali atau selamanya hidupku menderita seperti ini? Biarlah Allah yang menentukan takdirku sama seperti kamu yang baca cerita ini.
Lanjut ke masa kini, Eva masih menangis dan tidak kuat untuk bercerita. Raut wajahnya masih sendu dan pasrah. Aku tidak mengerti mengapa keluarga Eva tidak bisa menerima keadannya. Aku pikir itulah keluarga yang mementingkan martabat daripada kebebasan atau bersifat liberal. Kalau aku jadi orangtuanya mungkin aku bisa menerima keadaan Eva. Namun, disamping itu juga hatiku akan berkata
"Ya Tuhan, maafkan aku yang tidak bisa sempurna menjadi orangtua," doaku.
Yah aku pasti berdoa seperti mama dan ayah yang selalu mendoakan aku ketika tidur, seperti waktu aku bangun di sepertiga malam, aku melihat kedua orangtuaku sedang berdoa kepada Allah dan aku menangis melihat mereka begitu sayangnya padaku.