Saksi Bisu

M. Ferdiansyah
Chapter #6

RAHEL DAN MEGAN MENJADI SAKSI MATA PEMBUNUHAN

Aku dan Megan sudah sampai dirumah tepat jam 00.00 malam. Suami Megan, Aldi telah menungunya di depan pintu rumah lalu mereka berdua masuk dan pintu berbunyi kencang sepertinya Aldi telah membanting pintu tersebut. Aku yang mendengar sangat kaget seolah-olah Megan pulang malam karena ulahku. Aku bergegas masuk ke dalam dan mengunci pintu rapat-rapat dengan bunyi napas terengah-engah. Aku syok bukan main dan tidak menyangka jika Eva sekejam itu dan sangat brutal. Aku naik ke atas, menaruh tas di kamar dengan rasa penuh ketakutan. Aku segera ke kamar mandi untuk merelaksasikan pikiranku. Lagi-lagi air hangat membuatku nyaman dan damai. Seketika, rasa nyaman itu hilang karena kejadian itu masih membekas di kepalaku.

Setelah mandi, aku langsung mengunci pintu kamar dan memakai pakaian hangat. Aku mengenakan sebuah sweater berwarna kuning dan celana jogger berwarna hitam yang merupakan hadiah dari Lion. Saat aku melihat kedua barang ini, aku selalu mengingat Lion. Aku ingin menghubunginya tapi aku rasa ia sudah tidur. Yang harus aku lakukan adalah melupakan kejadian tadi, tentu hal ini akan membuat pikiranku kacau, panik dan bahkan stress. Eva benar-benar gila dan berjiwa psycho. Aku memejamkan mata dan mulai tidur dengan alunan instrument pengantar tidur yang di rekomendasikan oleh Diana. Aku tidak bisa tidur lalu aku beranjak dari kasur dan pergi ke bawah. Aku mendengar kucing-kucingku berisik segera ku hampiri dengan langkah kaki yang gemetar. Aku menyusuri kandang kucingku dan aku mual karena aku melihat mereka mati seperti Eva membunuh pria tersebut.

Lalu kusadari itu hanya mimpi, aku terbangun di sepertiga malam dan membenturkan kepalaku ke bantal dan mulai menangis. Tiba-tiba, aku mendengar suara Megan yang berteriak, ia di tampar oleh suaminya. Mereka bertengkar hebat dan saling baku hantam. Aku hanya melihat sambil menutup mulutku dengan kedua tangan. Aldi membenturkan kepala Megan ke tembok dan aku membaca bibir Aldi, ia bilang "dasar pelacur," teriak Aldi lalu meludahinya. Aku panik karena Aldi telah menatapku kemudian segera kututup tirai jendela dan kembali ke tempat tidur. Ini benar-benar gila. Apa yang telah membuat Aldi bisa sekasar itu? Dengan teganya, ia melakukan kekerasan terhadap istirnya sendiri. Aku yakin, pasti Aldi sedang dalam pengaruh obat atau minuman keras seperti alkohol dan sejenisnya. Aku tidur kembali dan berharap semua akan baik-baik saja.

Sekitar jam 08.00, aku bangun dari tidurku dan mulai membereskan semua yang biasa aku kerjakan. Syukur sekali, aku masih bisa melihat kucing-kucing kesayanganku. Aku pergi keluar dan mulai menyirami bunga-bunga cantikku. Setelah melakukan semuanya, aku kembali ke atas dan mengambil ponsel. Setelah itu, aku mencoba mengunjungi Megan. Saat aku melangkahkan kakiku, suara dering ponselku berbunyi. Ini pertama kalinya aku ditelepon oleh seseorang tanpa nama. Padahal di kontakku cuman ada Megan, Lion, Diana, Eva, dan Ibu Maya, salah satu dosen terbaikku. Tiba-tiba aku baru sadar bahwa....

"Halo, Selamat pagi, dengan Ibu Rahel?" Tanyanya.

"Ya Tuhan, kenapa orang ini malah menelponku," pikirku.

Dengan rasa kecewa, lebih baik kumatikan telepon tersebut. Dari suaranya agak berat sepertinya polisi yang menelponku karena waktu semalam seorang satpam meminta nomor teleponku agar polisi melibatkan aku dan Megan sebagai saksi mata. Lalu aku mengirim SMS ke nomor tersebut bahwa aku tidak bisa bicara. Tak selang beberapa lama, pria tersebut menjelaskan bahwa dia seorang polisi dan meminta lokasiku sekarang. Setelah aku mengirim lokasi, aku turun ke bawah tangga dan pergi kerumah Megan. Suasana pagi benar-benar menenangkan hatiku. Aku rasa Aldi sudah berangkat kerja, kuketuk pintu Megan. Tak lama kemudian ia membuka pintu dengan wajah memar di bagian dahi, bahu dan lengan.

"Ya, Tuhan. Kamu gpp? Tanyaku.

"Gak Hel, ayo masuk. Nanti aku ceritain," pinta Megan.

Aldi benar-benar keterlaluan, aku takut Megan bisa gila atau bahkan mati mendadak karena ulah Aldi. Ini pertama kalinya aku melihat sebuah luka memar di tubuh Megan.

"Silakan duduk, Hel. Mau minum apa?" Tanyanya.

"Kamu tahulah minuman kesukaanku," jawabku.

"Susu original kan," jawabnya dengan semangat.

"Ya," jawabku sambil mengangguk.

Setiap aku main kerumah Megan, aku selalu melihat foto pernikahan Megan dan Aldi yang terpajang di dinding besar tersebut. Sebuah keromantisan berada di sana. Ada beberapa foto saat mereka masih SMA, pre wedding dan saat mereka pergi liburan di Rusia. Senyuman mereka benar-benar bahagia. Ruang tamu yang besar dan tak jauh berbeda dari rumahku, hanya saja di ruang tamuku banyak properti peninggalan ayahku seperti, alat golf, bola basket dan beberapa barang ayah lainnya. Belum lagi punya mama seperti tas-tasnya yang mahal banyak sekali yang tidak dipakai. Rata-rata yang tidak dipakai oleh orangtuaku berupa barang-barang mewah dan branded. Ya, begitulah garis besar orang kaya yang selalu membeli barang-barang mewah dan kalau sudah tidak pakai hanya di simpan begitu saja. Jujur, aku tidak menyukai hal seperti itu, aku lebih suka buatan Indonesia dan harganya cukup standar. Namun, motifnya unik dan memuaskan. Aku memakai barang-barang mewah jika pergi ke pesta acara bulanan bernama Tuan dan Nyonya yang diadakan setiap tanggal 1. Acara orangtua memang membosankan, seperti minum-minum, saling sapa menyapa sesama orang kaya dan makan bersama. Sedangkan di luar sana banyak orang-orang yang kelaparan dan penyakitan. Orang kaya selalu menari di atas uang kertas sedangkan orang miskin selalu berdansa dengan air mata dan kesengsaraan.

"Ini susu dan cemilannya. Maaf ya aku agak lama," sahut Megan dari belakangku yang sedang menatap foto-foto.

"Iya gpp kok. Oh ya maaf sebelumnya. Maaf banget kalau aku lancang, kok bisa sih Aldi sekejam itu bukannya selama ini kamu dan Aldi belum pernah bertengkar hebat ya, semalam aku kebangun karena mimpi buruk dan melihat kalian berdua sedang bertengkar. Kalian ada masalah lagi?" Tanyaku dengan wajah serius.

"Iya Hel, sebenarnya ini bukan pertama kalinya. Aku bohong kalau sebenarnya aku dan Aldi memang sering bertengkar bukan karena pekerjaan Aldi melainkan kebohongan dia selama ini. Selama kami tinggal disini ternyata Aldi telah berselingkuh dengan wanita lain," jawab Megan sambil menangis.

"Hah? Wanita lain?" Tanyaku kaget.

"Iya, aku melihat foto wanita tersebut keknya sih masih muda dan seumuran kamu," jawab Megan.

"Tapi, kamu tahu namanya?" Tanyaku lagi sambil mengusap bahunya.

"Gak Hel," balasnya sambil menggelengkan kepala.

"Astaga, benar-benar keterlaluan suami kamu. Maaf ya, Megan kalau aku tahu rahasia kamu selama ini, ucapku sedih.

Lihat selengkapnya