SAKURA DI TELAWANG

ni ketut yuni suastini
Chapter #31

SEPOTONG RAHASIA YANG DITERBANGKAN ANGIN

Jogjakarta, 2001

Sepulang dari Jepang kondisi kesehatan Padma kembali memburuk. Ia dirawat di rumah sakit selama dua bulan. Namun meski begitu, Padma menutupi keadaan yang sebenarnya dari Menur. Setelah diijinkan pulang, Padma justru membenamkan diri pada berbagai kesibukan. Padma seakan-akan ingin menuntaskan segala urusan sebelum segalanya terlambat. Ia seperti tengah bersiap. Padma menjual rumah dan cafenya di Brisbane. Ia memutuskan membeli sebuah rumah kecil di pinggiran Jogjakarta. Padma menemui Rusma. Bersama-sama keduanya mengunjungi makam Tuan Besar, makam ayah mereka, dan juga makam ibu tiri Padma. Tahun-tahun belakangan ini hubungan Padma dan Rusma terjalin sangat baik.  

Padma juga mendatangi keluarga Giyem. Ia memberikan bantuan dana agar Giyem dibawa berobat ke rumah sakit jiwa di Semarang. Walau mulanya sangat kesulitan menaikkan Giyem yang terus mengamuk ke dalam mobil ambulans, namun setelah di rawat di rumah sakit keadaan Giyem mulai membaik. Padma rutin datang menjenguk Giyem. Meski belum dapat mengenali Padma, tapi Giyem sudah lebih tenang dan tidak ngamuk-ngamuk lagi.

Dengan bantuan kawan-kawan Menur, Nunuk berhasil mendapatkan KTP. Padma memasukkan Nunuk ke sebuah panti jompo swasta yang cukup baik. Nunuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan juga mendapat tempat tinggal yang layak. Padma membayar semua kebutuhan Nunuk sekaligus. Padma juga menyewa jasa orang untuk menelusuri alamat rumah mantan suami Nunuk. Lelaki itu telah menikah lagi dan memiliki lima anak. Sayangnya, ia keberatan membicarakan tentang Nunuk yang telah dianggap masa lalu.

“Anda siapa?” Lelaki itu memandang heran saat Padma muncul di pintu rumahnya. Setelah penolakan mantan suami Nunuk, Padma memutuskan untuk mendatanginya sendiri.

“Saya Padma.”

“Padma siapa?”

“Kawan Nunuk.”

Mendengar nama Nunuk disebut wajah lelaki itu berubah gusar. “Pergilah. Bukan saya ingin bersikap tidak sopan, tapi saya tidak ingin mengungkit masa lalu lagi.” Lelaki itu bersiap menutup pintu.

“Tolong dengarkan saya dulu.”

“Kata-kata saya sudah jelas!”

“Nunuk hidup menderita! Bertahun-tahun ia hidup terhina atas perbuatan yang tidak ia inginkan. Hanya kenangan akan anaknya yang membuat Nunuk sanggup bertahan! Nunuk sangat ingin bertemu anaknya! Pernah anda bayangkan bagaimana bila anda yang ada di posisi Nunuk?” Padma bicara lantang. Lelaki itu menatap Padma tajam.

“Tapi ini untuk kebaikan anak kami. Ia tidak akan bisa menerima masa lalu ibunya.”

“Bagaimana anda begitu yakin ia tidak akan menerima ibunya? Bukankah saat menikahi Nunuk dulu anda juga mengetahui masa lalunya dan anda tetap mencintainya bukan?”

Kedua kaki lelaki itu mendadak goyah. Wajahnya muram, dalam matanya berkubang kesedihan.

“Anda tidak bisa merahasiakan hal ini selamanya. Itu tidak adil untuk Nunuk dan juga putra anda sendiri. Dalam hidup Nunuk sudah terlalu banyak ketidakadilan yang terjadi. Mohon kabulkan keinginan Nunuk untuk bertemu putranya.” Padma melembutkan bicaranya. Ia berharap kekerasan hati lelaki itu luluh.

“Baiklah. Saya akan bicara pada anak saya.”

“Terima kasih.” Padma mengeluarkan kertas notes dan dengan cepat menulis nomor telepon rumahnya. Ia memberikan pada lelaki itu.

Lihat selengkapnya