Keesokan harinya Puput berangkat ke sekolah bersama Titan, mereka berangkat lebih pagi untuk menghindari Galin. Galin dan Adit yang biasanya selalu mampir ke rumah Titan dan Puput untuk pergi ke sekolah bersama-sama hari ini justru tidak menemui Titan dan Puput karena mereka sudah berangkat lebih dulu.
“Emang, Titan nggak bilang ke kalian?” tanya Bunda yang menemui Adit dan Galin karena menunggu Titan dan Puput untuk ke sekolah bersama.
“Enggak, Bun!” jawab keduanya kompak.
“Lagi berantem ,ya?” tanya Bunda.
“Enggak kok, kemarin kan Adit sama Titan pulang barengan.” jawab Adit.
“Kalo Puput sama Galin?” tanya Bunda dan membuat Galin terdiam.
“Enggak kan, Gal?” Adit mencoba menyenggol lengan Galin karena hanya diam.
“Enggak, Bun!” jawab Galin tersadar.
“Mungkin mereka buru-buru karena ada urusan kali di sekolah, kalian langsung ke sekolah gih nanti telat!” suruh Bunda.
“Yaudah kita pamit ya, Bun.” Adit dan Galin mencium tangan Bunda dan langsung menuju ke sekolah. Sebelum menjalankan motornya, Adit bertanya ke Galin, “Lo berantem sama Puput?”
“Enggak, tapi emang nggak kabaran aja soalnya gue kemaren pulang kemaleman jadi nggak sempet telepon dia.” jawab Galin pelan.
“Siangnya?”
“Gue pergi sama Shila ke SMA Pancasila, abis itu kita nonton.”
“Brengsek!” ucap Adit memandangi Galin dengan kesal, “Perang ini judulnya.” sambung Adit.
“Tapi gue sama Puput, setuju dari awal kalo hal-hal kayak gini nggak seharusnya ngebuat kita jadi berantem, lagian dia tau Shila cuma Adik kelas kita!”
“Eh kampret, lo begok atau emang nggak punya hati? Lo pikir ada cewek yang biasa aja ngeliat cowoknya jalan sama cewek lain?”
“Mch!” Galin berdecak, “Udahlah, Puput juga nggak tau kalo gue nonton sama Shila.”
“Makin kampret dong lo!”
“Lo bisa jangan ngomel nggak? pusing gue!” ucap Galin dan langsung memakai helmnya. Kedua sahabat itu melajukan motor mereka ke arah sekolah.
-||-
Pagi ini di sekolah, Puput dan Titan sedang duduk di taman sambil menikmati sarapan roti yang mereka bawa dari rumah. Titan sedang mencoba memahami hati Puput yang tidak baik-baik saja, dan Puput sedang mencoba mengendalikan dirinya agar bisa kembali menjadi gadis ceria yang selalu tersenyum.
“Ah susah!” teriak Puput tiba-tiba, “Buat balik lagi jadi Puput yang selalu ketawa kenapa sesusah ini sih?” sambung Puput bertanya pada dirinya sendiri.
“Jawabannya karena lo belum ngeluarin apa yang lo rasain.” jawab Titan sambil terus mengigit roti di tangannya.
“Cara ngeluarinnya gimana?” tanya Puput melihat ke arah Titan.
“Tergantung apa yang mau lo keluarin, kalau lo pengen ngeluarin air mata yang lo harus nangis lagi, kalau lo mau ngeluarin unek-unek lo ya lo harus mulai ngomong, dan kalau lo pengen ngeluarin amarah di hati lo, ya lo harus ngomong sama orang yang buat lo marah!” jelas Titan.
“Huh!!” Puput menghembuskan napas beratnya, “Gue tuh udah sepakat sama Galin kalo hubungan ini cuma boleh dilewati dengan seneng-seneng doang. Nggak boleh ada drama-drama kayak gini, gue juga nggak suka cemburu kayak gini, apalagi berantem-berantem, capek, buang-buang waktu doang.” sambung Puput.
“Kalian harusnya juga punya kesepakatan kalo ada batasan untuk nggak nyakitin satu sama lain. Menurut gue kalo udah ngebuat nangis kayak gini mah artinya harus dibahas, nggak bisa disebut drama juga!”
Puput terdiam, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Titan. Tiba-tiba Adit dan Galin menghampir dua gadis yang sedang duduk di atas halaman taman sekolah itu.
“Hai?” sapa Galin seolah tidak ada masalah di antara mereka.
“Hai!” jawab Titan dan Puput yang mencoba ramah.
“Mau dong.” Adit langsung duduk di samping Titan sambil meraih kotak roti dan mencobanya. Sedangkan Titan hanya tersenyum melihati Adit.
“Put?” panggil Galin yang masih berdiri karena merasa kehadirannya tak dianggap oleh Puput maupun Titan.
“Iya?” jawab Puput mendongakkan kepalanya melihat ke Galin.
“Kenapa sih?” tanya Galin.
“Kenapa apanya?” tanya Puput balik ke Galin.
“Huh!” Galin membuang napas beratnya, “Ngomong bentar yuk, ikut aku!” Galin menjulurkan tangannya ke Puput, dan disambut baik oleh Puput.
“Gue sama Galin ngobrol bentar ya.” pamit Puput ke Titan dan Adit, dan dijawab hanya dengan anggukan oleh Titan.
“Iya, lama juga terserah!” jawab Adit.
“Tan lo kenapa sih? Nggak mau liat gue? Nggak mau ngomong sama gue?” tanya Galin karena merasakan perbedaan sikap Titan. Titan melihat ke arah Galin, dengan sekuat tenaga dia mencoba mengendalikan emosinya, Titan menelan roti yang ada di dalam mulutnya, “Gue lagi ngunyah, udah sana!” jawab Titan seolah tidak terjadi apa-apa, padahal di dalam dirinya sedang ada api yang ingin keluar.
“Yaudah kita kesana bentar!” ucap Galin dan langsung menarik tangan Puput menjauh dari Titan dan Adit.
“Wah, gue pikir lo mau langsung nonjok mukanya Galin.” ucap Adit.
“Gue nggak harus kayak gitu lagi kan?” tanya Puput tersenyum melihat Adit.
“Iya, nggak harus!”
“Kecuali Puput yang minta, gue bisa buat muka Galin lebih parah dari bonyok!” sambung Titan tersenyum.
“Hahaha, percaya gue percaya!” Adit tertawa, mereka berdua terus melanjutkan memakan roti itu sampai habis. Di bagian taman lainnya, Puput dan Galin sedang berdiri berahadapan, layaknya musuh di ring tinju.
“Kamu kenapa nggak bilang pergi ke sekolah duluan?” tanya Galin ke Puput.
“Sepele banget pertanyaannya, harus banget dijawab? Atau harus banget dibahas?” jawab Puput tersenyum.
“Hm!” Galin tersenyum sengit, merasakan bahwa ada yang aneh dengan jawaban Puput. “Kamu marah karena aku nggak ngabarin dari kemarin? Marah karena panggilan telepon kamu nggak aku angkat?” tanya Galin.
“Sepele, kita sepakat hal kayak gitu nggak seharusnya jadi masalah kan?”
“Terus kenapa sikap kamu kayak gini?”
“Ya karena aku bingung harus apa, kita sepakat untuk nggak marah sama persoalan yang kayak sekarang kita hadepin. Sayangnya, aku marah dan kesel. Karena aku nggak bisa bilang marah ke kamu, makanya aku milih diem!”
“Put ayolah, kenapa harus kayak gini sih? ok aku jelasin!”
“Nggak perlu, Dito udah bilang kamu sama Shila ke SMA Pancasila diajak Bu Yani.”
“Nah itu kamu tau.”
“Dari jam sepuluh sampe jam duabelas, setelah itu aku nggak tau kamu kemana? Aku nggak nanya bukan berarti aku baik-baik aja ya, Gal. Aku nggak masalah kamu mau kemana aja terserah, nggak harus laporan juga sama aku, tapi ini masalahnya kamu udah ada janji sama aku, kamu buat aku nunggu sampe jam tiga sore di sekolah, kamu nggak bisa dihubungi padahal nomor kamu aktif loh, tapi telepon aku nggak diangkat, di telepon balik aja enggak.” jelas Puput.
“Aku lupa kalo Hp aku di silent. Aku disuruh Bu Yani ke toko buku sama Shila, pas mau ngabarin kamu ternyata Hp-nya mati, terus semalem aku udah capek banget makanya nggak sempet nelepon kamu.” jelas Galin dengan pelan.
Puput hanya mengangguk dan membuang pandangannya, “Hey, kamu nggak percaya sama aku?” tanya Galin lagi.
“Percaya.” jawab Puput singkat.
“Yaudah kalo gitu kita ke Titan sama Adit lagi yuk!” ajak Galin menggenggam tangan Puput, namun genggaman itu ditepis oleh Puput.
“Put!” Galin sedikit menaikkan nada bicaranya karena sikap Puput yang sedikit membuatnya terkejut dan kesal. “Kamu kenapa lagi?” tanya Galin.
“Gal kamu nggak mau nanya aku kemarin nungguin kamu sama siapa? Atau aku pulang naik apa? Aku gimana pas kamu nggak ada kabar, kamu nggak pengen tau?” tanya Puput dengan wajah yang benar-benar sedih bercampur marah.
“Put, kenapa jadi panjang sih? kenapa harus melebar kemana-mana?”
“Aku sendirian dari kemarin, aku tunggu kamu sampe jam tiga sore di sekolah, aku pulang jalan kaki sendirian, aku seharian nungguin kabar kamu.”
“Ok, aku minta maaf. Harusnya kamu nggak perlu nungguin aku, lagian kamu bisa order ojek online, kan? Kenapa coba pake acara jalan kaki?”
“Wah ...” Puput membuka mulutnya, “Galin bukan itu loh yang mau aku denger, aku cuma mau denger kamu khawatir atau enggak seharian ninggalin aku, ternyata enggak ya. Laras sama Dito ternyata jauh lebih khawatir sama aku, mereka nganterin aku pulang, dan lebih khawatir sama kondisi aku sampe mereka nanya berkali-kali!”
“Put, aku lagi pusing dan aku tau aku salah!” Galin menghusap kedua wajahnya dan diam sebentar. “Put, aku minta maaf ya?” Galin menurunkan nada bicaranya kemudian mendekatkan dirinya ke Puput sambil memegangi kedua lengan Puput.
“Aku nggak suka kita kayak gini, aku minta maaf soal kemarin dan aku janji nggak akan terulang lagi, yah!” Galin memandangi wajah Puput yang sudah merah karena menahan amarahnya dan air matanya.
“Yaudah, kita lupain aja!” jawab Puput tersenyum, Galin mengangguk dan memeluk Puput. Jauh dari dalam hati Puput dia masih sangat menyimpan amarah, tapi dia tahu bahwa jika masalah seperti ini terus dibahas justru tidak akan baik untuk dirinya dan Galin.
Mereka tidak ingin menambah beban pikiran dengan pertengkaran, mereka ingin masa remaja mereka dilewati dengan bahagia, jadi mereka berusaha untuk tidak membahas hal-hal yang bisa membuat mereka bertengkar, mereka mencoba untuk menahannya.
-||-
Setelah perdebatan yang cukup panjang itu, Galin dan Puput menenangkan diri mereka untuk ke ruang pensi. Galin mengambil gitar dan sedikit bernyanyi untuk Puput, suasana hati Puput cukup membaik ditambah dengan beberapa orang yang ada di dalam ruangan pensi ikut bernyanyi sambil menyelesaikan pekerjaan mereka.
“Cantik!” bisik Galin di telinga Puput, membuat Puput tersipu malu, “Kamu cantik banget, apalagi kalo senyum kayak sekarang.” sambung Galin sambil memandang wajah Puput.
“Syut. Nanti didenger yang lain.” Puput tersenyum, meminta Galin untuk berhenti memujinya.
“Guys?” suara dari arah pintu ruangan membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu menoleh. “Semuanya keluar yuk ke aula, bawa semua dekorasi yang udah dibuat!” ucap Laras yang masih berdiri di depan pintu ruangan.
“Emang mau di pasang sekarang?” tanya Puput.
“Iya, takutnya kita nggak punya waktu lagi. Lusa udah pelantikan, terus kita juga harus siap-siap buat acara camping, yuk sekarang yuk!” jelas Laras dan kembali mengajak teman-temannya untuk segera bergegas. Mereka semua yang terlibat menjadi panitia untuk pelantikan dan camping tahunan langsung bergegas dan meinggalkan ruangan pensi.
Semua anggota pensi mengangkat beberapa barang yang harus mereka rapikan di aula, dimulai dari persiapan untuk panggung, karena akan ada pertunjukan drama, band, dan tarian tradisional untuk membuka acara pelantikan, mereka juga membawa beberapa hiasan untuk meja para tamu dan untuk meletakkan beberapa makanan tradisional untuk cemilan saat acara hiburan dimulai.