Setelah menikmati malam dingin dengan perasaan yang hangat, pagi ini semua peserta camping sedang bersantai menikmati pemandangan. Ada yang duduk bermain gitar, ada yang sedang sibuk menyiapkan beberapa meja untuk acara memasak pagi ini.
“Kita ikutan masak, ya!” ajak Titan ke Puput, Galin dan Adit.
“Hah?” Puput terkejut, “Mau masak apa? Gue nggak bisa masak, Tan!” sambung Puput.
“Syut!! Jangan panik. Kan ada gue!” jawab Titan.
“Ini temanya masakan untuk udara dingin, lo mau masak apa?” tanya Puput lagi dengan nada yang masih panik.
“Itu maksudnya harus masak yang berkuah ya?” tanya Adit.
“Ya namanya buat udara dingin, enaknya yang berkuah emang!” sahut Galin.
“Yaudah, mie instan kuah!” celetuk Puput.
“Ya kali?” kompak Adit dan Galin memandang Puput.
“Udah, kalian nurut aja!” Titan mencoba meyakinkan.
Setelah hitungan mundur dimulai, masing-masing tim mulai menyiapkan bahan-bahan mereka, Titan memasak sup ayam, sesuatu yang sederhana dan mudah untuknya. Sayangnya untuk anak-anak lain itu justru sulit, Titan mengerjakannya dengan rapih, telaten, membuat tiga sahabatnya yang tadinya pesimis berubah menjadi terlalu optimis.
“Put, ini bumbunya lo bukain semua nanti biar gue yang ulek!” suruh Titan ke Puput.
“Siap!” Puput menaikkan tanggannya seolah hormat dan langsung melakukan tugas yang diperintahkan oleh Titan.
“Gue, ngapain?” tanya Adit.
“Em ...” Titan berpikir, apa yang bisa dia percayakan ke sahabat laki-lakinya ini, “Lo potong ayam deh, bisa nggak?” tanya Titan.
“Ayamnya dari mana?” tanya Adit.
“Ambil di kotak yang ada di deket alumni, stoknya di situ semua.”
“Ok.” Adit berjalan untuk mengambil stok ayam.
“Gal?” panggil Titan ke Galin yang sedang membantu Puput mengupas beberapa bumbu.
“Siap?” jawab Galin menoleh ke Titan.
“Lo bantuin gue potongin sayur ni, ada wortel, kentang, kol, brokoli, daun bawang, daun seledri, banyak! Bantuin gue!” Titan memberikan pisau ke Galin.
“Siap!” Galin meraih pisau itu dan langsung membantu Titan.
“Tan, bawangnya buat nangis!” teriak Puput.
“Jahat banget bawangnya, nggak nyangka gue!” jawab Titan menggelengkan kepala melihat Puput yang sedang mengucek matanya.
“Eh jangan dikucek, Put! Nanti makin perih.” Galin memegangi tangan Puput, lalu meniup mata Puput dengan lembut.
“Heh, heh! Masak!” Titan berteriak, mengangkat pisaunya mengarah ke Galin dan Puput, kedua remaja kasmaran itu hanya tercengir. Proses memasak berjalan dengan baik, aroma makanan dari setiap tim beradu dari setiap sudut.
“Wah!! Ikut master chef lah, jago begini.” Ucap Galin melihat Titan yang sedang mengaduk sup yang masih berada di kompor, sedangkan Puput dan Adit menyiapkan beberapa mangkuk untuk makan bersama.
“Lo pikir di master chef, gue bisa masak sup setiap hari?” tanya Titan.
“Loh, emang nggak bisa masak yang lain?”
“Bisa sih, tapi belum tentu enak. Kalo ini gue Pd!” Titan tersenyum mengankat alisnya ke arah Galin.
“Nggak masalah! Ini aja udah keren, gue apresiasi!” Galin tersenyum, mengelus kepala Titan.
“Mau cicip nggak?” Titan langsung menyendokkan kuah sup dan menyuapkkannya langsung ke mulut Galin, “Nih, cobain!” membuat Galin membuka mulutnya dengan lebar.
“Akkk!!!” Titan tersenyum lebar.
“Em ...” setelah sesendok sup itu masuk ke dalam mulut Galin, mata Galin langsung terbuka lebar, “Wah!! Pantes dari wanginya kacau, rasanya juga kacau.” Galin memandang Titan.
“Hah? Kok kacau?” Titan terkejut dan langsung menyendok kuah sup dan mencobanya, “Em ...” Titan mengecap mulutnya sambil berpikir, “Enak, kok! Kenapa lo bilang kacau?” tanya Titan dengan wajah bingung.
“Kacau, karena terlalu enak!” Puji Galin sambil tersenyum mendekatkan wajahnya ke Titan.
“Dasar!!” Titan berteriak sambil tertawa.
“Hahaha! Panik ya?” Galin kembali memegang puncak kepala Titan dengan gemas sambil tertawa.
“Iseng lo!!” Titan tertawa.
Dari sudut lain, di tempat beberapa tim sedang menyiapkan peralatan untuk makan. Pandangan Puput sejak tadi hanya terpaku melihat Titan dan Galin, tiba-tiba perasaannya sedikit merasa sakit melihat kedekatan Titan dan Galin.
“Mch!” Puput berdecak kesal sambil menggenggam botol air minum, “Hm!!” hembusan napas yang cukup kencang keluar dari hidung dan mulut Puput, membuat Adit langsung menoleh.
“Hey, kenapa?” tanya Adit panik memandangi Puput.
“Nggak!” jawab Puput langsung kembali menyiapkan peralatan makan.
“Beneran? Biasanya kalo ditanya terus jawab nggak apa-apa pasti ada apa-apa!” Adit kembali mendekati Puput karena merasa aneh dengan sikap Puput.
“Sssttt!” Puput melebarkan matanya, membuat Adit diam.
“Ok, mulut dikunci!” Adit langsung diam, namun matanya masih melirik ke arah Puput yang terlihat kesal.
Setelah selesai acara masak-memasak mereka semua berkumpul dan duduk bersama, saling bertukar masakan, dan makan bersama.
“Ada sup, ada soto, ada sup lagi, ada asam manis kuah, ada asam pade, ada sayur asem, ada tempe, ada tahu, ini kita makan besar ya ceritanya.” Riani mengabsen setiap makanan yang ada di depannya.
“Ok, kalian bisa ambil sendiri dan terserah mau yang mana, asal lo semua jangan berantem aja!” sambung Riani, “Gue duluan ya.” Riani dan alumni yang lain mengambil makanan dan diikuti semua peserta.
“Puput, gue ambilin sup ya?” Titan menawarkan ke Puput.
“Hm!” jawab Puput hanya berdeham. Titan berdiri dengan wajah bingung.
“Em ...” Galin menyeruput sesendok kuah sup dengan ekspresi senang, “Enak banget! Cobain nih,” Galin menyuapkan sesendok sup ke mulut Puput, “Akk!!” suruh Galin ke Puput agar membuka mulutnya.
“Enggak ah.” Puput menolak, membuang pandangannya.
“Cobain dulu masakan, Titan enak.” Galin mencoba untuk memaksa.
“Mch! Enggak!” Puput mendorong tangan Galin hingga isi sendoknya tumpah, membuat Galin terkejut. “Kok gitu sih?” tanya Galin.
“Sory!” ucap Puput singkat, membuat Galin semakin bingung. Galin meletakkan semangkuk sup itu dan melihat ke arah Puput, “Ada apa? Aku ada salah, ya?” sambung Galin bertanya.
“Enggak, maaf ya!” Puput tersenyum, menarik kedua sudut bibirnya dengan terpaksa.
Setelah beberapa menit, Titan dan Adit yang mengantre makanan kini kembali duduk didekat Puput dan Galin.
“Nih!” Titan memberikan semangkuk sup ke Puput, diterima Puput dengan ekspresi datar. Kali ini Titan benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi, “Lo kenapa, sih?” sambung Titan bertanya.
“Nggak apa-apa!” jawab Puput singkat sambil menyuapkan makanan ke mulutnya.
“Em ...” Adit meletakkan sendoknya, “Udah ada peluru tuh kayaknya, ngeri salah tembak!” sambung Adit memandang ke-tiga sahabatnya itu.
“Kamu kenapa?” tanya Galin memandang Puput, Puput hanya diam.
“Put, kalo ada masalah ngomong! Jangan tiba-tiba diem, cemberut, ngomong lah!” ucap Titan yang ikut memandang Puput.
“Yakin mau denger?” Puput meletakkan mangkuk supnya dan langsung melihat Titan dengan tatapan yang cukup tajam.
“Hm, apa?” tanya Titan. Puput yang sedang duduk langsung berdiri, menundukkan kepalanya melihat Titan, Galin dan Adit yang masih duduk.
“Gue nggak ngerti kenapa bisa gue ngerasain ini, tapi yang jelas gue bener-bener marah!” jelas Puput.
“Ya alasan lo marah apa?” tanya Titan mendongakkan kepalanya melihat Puput.
“Lo! Gue marah karena lo!” teriak Puput.
“Ok. Kasih tau gue apa salah gue?” Titan ikut berdiri, berhadapan dengan Puput. Adit dan Galin yang melihat hal itu langsung terkejut.
“Hey-hey, jangan teriak-teriak! Nggak enak banyak yang denger, kita duduk lagi ya! Kita ngomong baik-baik.” Ajak Galin memegang tangan Puput.
Dengan cepat Puput menepis tangan Galin, “Aku juga marah sama kamu,” sambung Puput.
“Aku?” tanya Galin heran.
“Bentar, ini bakal ada nama gue juga nggak?” tanya Adit hati-hati, namun Puput tidak menghiraukan pertanyaan Adit, justru langsung menjelaskan alasannya marah.
“Gue benci karena kalian terlalu deket!” ucap Puput mulai memelankan suaranya.
“Maksudnya?” kompak Titan, Galin dan Adit bertanya. Mereka bertiga memandangi Puput dengan heran. “Gue cemburu ngeliat lo berdua bercanda, ketawa, bahkan yang gue liat kalian punya perasaan lebih dari sekedar temen.” Jelas Puput lagi.
“Ya emang lebih dan lo tau itu, kan? Kita bukan temen, kita sahabatan!” jawab Titan.
“Yang gue liat bukan itu, yang gue liat ada remaja perempuan sama remaja laki-laki yang kayaknya saling suka! cuma berlindung aja dibalik kata persahabatan.” Puput menatap tajam mata Titan.
“Hah? Bisa ya lo mikir begitu?” Titan menggelengkan kepalnya.
“Ok, aku nggak tau kamu kenapa, aku nggak paham kenapa jadi seaneh ini, tapi aku bisa pastiin kalo kamu salah paham!” jelas Galin.