Seperginya Puput, Titan langsung masuk ke dalam rumah untuk mandi dan berganti pakaian. Hatinya benar-benar tidak tenang karena sudah membiarkan Puput pergi sendirian di malam hari. Kepala Titan seolah sedang kacau, pikiran negatif yang bahkan tidak memberi celah satu centi pun untuk Titan bernapas dengan lega.
“Ah!!” Titan berteriak, kemudian langsung meraih kunci motonya yang terletak di atas meja belajar dan turun ke lantai bawah.
“Loh, loh, mau kemana ini?” tanya Ayah saat melihat Titan bergegas menuruni tangga sambil membawa kunci motornya.
“Titan mau nyusulin Puput.” Jawab Titan berhenti di depan ruang keluarga.
“Kemana? Ini udah malem loh!” ucap Ayah.
“Justru karena udah malem, kasian dia sendirian di luar!”
“Di luar mana?” tanya Bunda.
“Kafe, nemuin orang. Titan pergi ya? Sebentar aja, kok!” ucap Titan lagi.
“Yaudah sana, tapi inget kalo ada apa-apa langsung hubungi, Ayah!”
“Kalo ada apa-apa, Titan sikat duluan!” jawab Titan sambil menyalami kedua orang tuanya.
“Eh!! Ayah serius!” ucap Ayah.
“Iya-iya, Titan pergi ya.” Titan langsung keluar dari rumah.
“Anak gadis ku!” Ayah menurunkan dua sudut bibirnya.
“Yang ngajarin jadi seberani itu siapa coba? Kamu, kan? Terima lah!” sahut Bunda tersenyum, sedangkan Ayah memegangi dadanya karena khawatir dengan keberanian Titan yang di atas rata-rata itu.
Titan melajukan motornya dengan kecang setelah menghubungi Diana untuk bertanya di mana dia melihat Galin dan Shila. Motor itu melaju dengan kecepatan yang luar biasa, angin malam yang dingin dan jalanan yang sudah cukup sepi sama sekali tidak dihiraukan oleh remaja bernama, Titania Alamsyah ini.
Motor Titan berhenti di parkiran kafe, kakinya sama sekali tidak ragu untuk berjalan masuk ke dalam kafe dan mencari keberadaan Puput.
“Lo ngapain di sini?” tanya Titan saat melihat Puput berdiri di samping pot bunga besar di samping kafe, dan sesekali melihat ke arah dalam kafe.
“Ah!” kedua bahu Puput terangkat karena terkejut, “Ngagetin gue, lo!” Puput memukul bahu Titan.
“Lagian kayak maling, di gebukin masa baru tau!”
“Mch! Lo sendiri ngapain ke sini, hah?”
“Ngapain-ngapain! Menurut lo ngapain? Buat khawatir orang aja nomor satu,” Titan kembali mendumel, namun hal itu justru membuat Puput tersenyum, “Lo udah nemuin mereka?” sambung Titan bertanya, kemudian menyengalkan kepalanya ke dalam kafe untuk melihat.
“Heh, hati-hati nanti diliat sama mereka!” Puput melebarkan matanya.
“Lah terus ke sini ngapain kalo nggak nemuin mereka, pinter!”
“Gue takut! Kalo nantinya masalah ini makin runyam, makin buat gue kepikiran, makin buat gue pusing. Apa biarin aja ya? Gue bersikap seolah-olah nggak ada apa-apa aja, biar hubungan gue sama Galin bener-bener berjalan lancar dan selalu seneng-seneng aja?” tanya Puput.
“Dih oneng!! Kalo lo mau seneng justru ini saat yang tepat, lo harus ambil keputusan, jangan diem aja!” Titan kembali memarahi Puput.
Saat dua orang sahabat itu sedang bicara, tiba-tiba seseorang datang menyapa Titan, “Titan?” panggilnya, kemudian mendekat ke Titan dan Puput, “Titan, kan?” tanyanya sekali lagi.
“Ya ampun! Siapa, ya?” ucap Titan menggigit bibir bawahnya karena lupa dengan siapa orang yang menyapanya ini, sedangkan Puput langsung menutup wajahnya karena malu dengan kelakuan Titan.
“Hm!” laki-laki itu tersenyum, “Nggak berubah ya dari dulu, gue Edo pelatih taekwondo SMP Bina.” Ucap laki-laki itu, membuat mata Titan langsung melebar.
“Oh!! Kak Edo, ya ampun! Maaf ya, Kak. Aku bener-bener lupa.” Titan tersenyum lebar.
“Iya santai aja! Ini kalian ngapain di sini? Mau pulang atau baru dateng?” tanya Edo.
“Kita baru sampe, oh ya kenalin, ini sahabatku namanya, Puput.” Titan mengenalkan Puput dengan Edo.
“Halo, Edo!” Edo menjulurkan tangannya dengan ramah.
“Puput.” Tangan Puput menyambutnya dengan baik, “Ganteng, mirip boyband korea!” bisik Puput ke telinga Titan.
“Syut!!” Titan memberi kode agar Puput mengunci mulutnya, dengan cepat Puput merapatkan kedua bibirnya untuk berhenti bicara.
“Kak Edo, mau pulang? Abis main ya?” tanya Titan dengan basa-basi yang terlalu kelihatan.
“Mau pulang, tapi bukan abis main. Aku abis nyanyi di sini!”
“Oh ya?” tanya Titan, lalu tiba-tiba, “Kak, aku boleh minta tolong?” Titan menyambung kalimatnya.
“Em ... kamu mau minta tolong apa?” tanya Edo tersenyum manis.
“Bisa bantuin iringin, Puput nyanyi nggak?” pertanyaan Titan membuat Puput terkejut.
“Hah? Gue nggak pengen nyanyi!” Puput melihati Titan.
“Diem!” bisik Titan ke Puput.
“Boleh, mau sekarang?” tanya Edo.
“Iya!”
“Yaudah, masuk yuk!” Edo berjalan masuk ke dalam kafe.
“Lo naik ke panggungnya, terus nyanyi!” suruh Titan ke Puput.
“Gue ngapain nyanyi?”
“Pokoknya nyanyi aja deh, lagu yang sedih, yang bisa nyindir dua makhluk nggak ada hati itu.” ucap Titan sambil menunjuk ke arah Shila dan Galin yang masih menikmati makanan mereka. Puput berfikir sebentar lalu mengiyakan ide Titan.
-||-
Dengan perasaan yang sakit dan ingin sekali mengeluarkannya melalui kemarahan dan kemurkaan, Puput mencoba menahan semua itu dan naik ke atas panggung kecil yang ada di dalam kafe.
“Halo, semuanya! Selamat malam, maaf mengganggu makannya atau mengganggu obrolan kalian semua sama pasangan date kalian, aku di sini mau ngilangin stres, jadi aku izin nyanyi ya sama kalian semua.” ucap Puput dari atas panggung.
“Puput?” Galin kebingungan, mata mereka bertemu, namun Puput sama sekali tidak menghiraukan itu, Puput mengangkat kepalanya dan mencoba untuk bernyanyi.
Sulit bagiku
Menghadapi kamu
Tapi ku takkan menyerah
Kau layak kuperjuangkan
Perih bagiku
Menahan marahku
Tapi ku akan lakukan
Bahkan lebih dari itu