Motor Titan masuk ke dalam parkiran rumah sakit, dengan sekuat tenaga Titan berlari menuju IGD, semua mata kini tertuju pada Titan, baju sekolah lengan panjangnya terlihat berdarah, matanya sembab, sambil berlari Titan terus mengusap air matanya, hal itu tentu akan menjadikannya pusat perhatian banyak orang.
Langkah Titan berhenti di depan IGD, seorang satpam langsung menghampirinya, “Kamu luka? Sini!” satpam itu memegang tangan Titan untuk segera diajak masuk ke dalam IGD dan diobati. Titan menolak sambil terus menangis, “Saya cari sahabat saya, Pak!” ucapnya dengan sesegukan.
“Sahabat kamu?” tanya satpam itu dengan heran.
“Dia di bawa kesini pake ambulance, dari SMA Kusuma!” jelas Titan dengan masih sesegukan. “Sebentar ya!” satpam itu mencoba untuk mencari informasi, tapi tiba-tiba terlihat Laras berlari dari dalam IGD, menghampiri Titan.
“Titan!” teriak Laras dengan kencang, kakinya yang berlari mendarat dipelukan Titan.
“Ras!” Titan berteriak lalu kembali menangis sejadi-jadinya.
“Luka-lukanya udah diobatin, Puput udah dipindahin ke ruang biasa, tapi dia di dampingin sama psikolog, dari tadi dia teriak-teriak terus!” jelas Laras.
“Ah!!” seketika kaki Titan melemah, tubuhnya terduduk di lantai, di tahan oleh Laras dan satpam yang ada di sana. Satpam mencoba meminta Titan untuk mengobati luka-lukanya, tapi Titan terus menolak dan meminta untuk segera di antar menuju ruangan Puput.
-||-
Titan dan laras berlari menuju ruangan Puput, di depan ruangan itu sudah ada Adit dan Dito yang menunggu, sedangkan di dalam ruangan ada beberapa orang Dokter, dua orang polisi dan Pak Yus, sebagai wali Puput.
Titan mencoba menerobos pintu ruangan Puput untuk masuk, namun dengan cepat Adit menahannya, “Tan, Tan, Tan, kita tunggu di sini!” Adit mencoba menahan Titan, Titan tidak sanggup mengatakan apapun kecuali menangis. Kakinya berdiam, suaranya kembali sesugakan, tangannya menutupi wajahnya.
“Sini, duduk!” Adit memegang kedua lengan Titan dan menyuruhnya duduk, “Gue udah hubungi, Mama Sarah, Bunda sama Ayah!” sambung Adit. Titan hanya mengangguk.
Mereka berempat penuh dengan rasa cemas menunggu di luar ruangan Puput. Adit, Laras, dan Dito mencoba menghubungi Galin, namun nomor ponsel Galin tidak bisa dihubungi.
Titan menggoyangkan kakinya, menunggu dengan tidak tenang di luar ruangan Puput, “Ayah kemana sih, lama banget!” ucap Titan dengan bergetar.
“Sabar! Sebentar lagi mereka pasti dateng!” Adit mengarahkan tubuhnya ke Titan, matanya memandangi seluruh tubuh Titan yang bergetar, Adit baru menyadari lengan baju Titan yang berdarah, telapak tangannya juga berdarah, “Tan!” Adit terkejut, “Ini darah, lo kenapa?” tanya Adit panik.
“Gue ditabrak mobil pas kesini.” jelas Titan yang masih menangis.
“Hm!” Adit menghela napanya, “Obatin dulu ya!” sambung Adit, Titan hanya menggeleng, dia sama sekali tidak ingin meninggalkan ruangan Puput.
“Gue panggilin suster!” ucap Laras tiba-tiba, lalu berjalan untuk memangil suster untuk mengobatin Titan. Tak lama seorang suster datang untuk mengobati, Titan.
“Ini kenapa?” tanya suter itu dengan lembut, Titan hanya diam sambil sesegukan. “Hey!” Suter itu menghapus air mata Titan, “Kamu harus kuat, supaya sahabat kamu yang di dalem sana juga kuat!” ucap suster cantik itu dengan tersenyum.
Saat tangan Titan sedang diobati, dua orang polisi dan Pak Yus, keluar dari ruangan Titan, membuat Adit, Dito dan Laras berdiri dengan sigap, ingin mendengar bagaimana keadaan, Puput.
“Kalian, temena-temannya Putri?” tanya seorang polisi ke arah Adit dan yang lainnya,
“Iya, Pak!” jawab kompak mereka semua, kecuali Titan yang sama sekali tidak bisa membuka suaranya.
“Kalian tenang ya, kasus ini sudah kami tangani, kami sudah menghubungi orang tua, Putri. Jadi kalian tidak perlu takut lagi.” Polisi itu mencoba menenangkan mereka semua, Polisi sama sekali tidak menunjukkan wajah tegang, membuat Adit dan yang lainnya merasa lega.
Setelah Polisi itu berpamitan, Adit langsung mendekati Pak Yus, Adit berbisik lalu berpamitan dengan Dito, Laras dan Titan, “Gue mau anter, Pak Yus sebentar! To, lo jagain Laras sama Titan, sampe orang tuanya Titan, dateng ya!” suruh Adit ke Dito, dengan cepat Dito mengangkat jempolnya tanda siap menjalankan perintah dari Adit.
“Lo mau ninggalin gue?” tanya Titan yang kembali menangis, membuat Adit berjongkok di depannya, tepat di samping suster yang masih mengobati luka di tangan Titan.
“Gue cuma sebentar, gue anter Pak Yus, terus narik kuping Galin kesini!” ucap Adit pelan sambil menatap mata Titan.
“Jangan lama-lama!” Titan menarik napasnya.
“Iya, sebentar!” Adit berdiri kemudian mengelus kepala Titan, “Sus, tolong ya! Ini tangan Ibu dari anak-anak saya!” Adit berbicara dengan suster, masih sempat mengeluarkan candaannya, membuat suster tersenyum, begitu juga Dito dan Laras, sedangkan Titan semakin ingin menangis dan berteriak.
Setelah Adit pergi meninggalkan rumah sakit bersama Pak Yus, tak selang beberapa lama keluarga Titan pun datang. Dari ujung lorong rumah sakit, terdengar suara sepatu yang beradu dengan lantai dengan keras dan berisik, itu adalah suara kaki keluarga Titan yang berlari menuju ruangan, Puput.
“Titan!” panggil Mama dengan kencang, “Titan?” Mama memegangi kepala Titan dengan kedua tangannya, dengan ekspresi cemas Mama dan Titan sama-sama meneteskan air matanya. Titan menunjuk ruangan di sebelahnya, Mama memeluk Titan dan langsung masuk ke dalam ruangan itu.
“Bun!” Titan menangis ketika melihat Bundanya, Bunda memeluk Titan dengan erat, diikuti oleh Ayah.
“Bun, Yah?” ucap Titan sekali lagi, tangis mereka pecah. Dito dan Laras hanya bisa melihati keluarga itu dengan haru, tangan Dito menggenggam tangan Laras dengan kencang, mata mereka bertemu, keduanya ikut merasakan apa yang dirasakan oleh, Titan.
-||-
Adit melajukan motornya menuju sekolah, langit sudah menampakkan gelapnya, dan Galin masih belum dihubungi sama sekali, hal ini membuat api amarah di dada Adit sangat berkobar.
Adit dan Pak Yus masuk ke dalam ruangan cctv, Adit memohon agar Pak Yus melihatkan kepadanya rekaman cctv saat kejadian Puput berlangsung, satu salinan dari cctv sudah diberikan kepada pihak kepolisian.
“Ini, Mas!” Pak Yus memutarkan semua potongan isi rekaman cctv, dari Puput sendirian di lapangan basket hingga di kunci di dalam ruangan kelas oleh Andi dan teman-temannya.
Saat rekaman itu diputar, wajah Adit benar-benar berubah merah, matanya berair, tangannya mengepal dengan erat, apalagi saat dia melihat potongan rekaman ketika Puput berteriak memanggil Galin yang sama sekali tidak menoleh untuk menolong Puput.
“Brengsek!” ucap Adit dengan penuh penekanan, tangannya mengepal dengan erat, “Pak, Adit minta salinannya, ya? Pak Yus percaya sama Adit, kan?” tanya Adit.