Kedua manusia itu memasuki sebuah pub di kawasan Blok M dengan langkah lambat. Suara musik elektronik yang kasar memenuhi telinga mereka. Mata Fenny terpompa dan terkesima, sedangkan Petrus terhenti sejenak dan merenungkan nada musik yang dihasilkan. Baginya, musik elektronik ini amat berbeda dari yang biasa disajikan kampus, terlalu kasar dan berpesan gelap sekali. Merasa tertarik dengan nuansa elektronik tersebut, Petrus bertanya kepada Fenny dengan dialog yang ringan namun tepat, "Gua kurang familiar sama musik elektronik ini. Tapi jujur aja gua suka karena kesannya ada aroma pemberontakan gitu."
Fenny melambaikan tangannya ke udara dan tubuhnya bergerak lembut mengikuti alunan musik. "Joy Division. Ini band favorit gua. Masuk yuk..."
Petrus menggeleng-geleng kepala sambil merenung. Ia tak pernah menyangka bahwa wanita yang sangat pragmatis seperti Fenny ini akan memiliki selera musik seekstrem ini.
Kemudian, Fenny duduk di meja bar dan tiba-tiba saja, bartender memeluk tubuh mungil Fenny sambil berbicara tentang demo pagi tadi. Keduanya lalu saling bertukar cerita tentang topik tersebut. Sang bartender tak pernah menyangka bahwa Fenny akan mengambil langkah seperti itu. Untuk merayakan momen tersebut, bartender memberikan satu gelas bir dingin.
Namun, sang bartender menyadari bahwa ada seorang pria yang berdiri di samping Fenny dan ia sengaja tidak menyapa orang tersebut karena belum pernah melihatnya sebelumnya.
"Temen gua," tukas Fenny tanpa mengeluarkan bunyi. Lalu ia menaruh fokusnya mengamati Petrus.
Fenny menaruh perhatian pada Petrus yang terlihat bingung di tengah keramaian pub. Dalam benaknya, Petrus tengah memetik analisa pribadinya terhadap suasana yang begitu kacau dan penuh kegaduhan di depan matanya.
Sementara itu, di hadapan mereka, para muda-mudi tengah mengekspresikan diri mereka dengan bebas. Mereka menyanyi dengan lantang dan melepaskan kendali, seolah-olah tidak ada kekhawatiran atau beban hidup yang mereka pikul. Meskipun lagu yang dinyanyikan amat bervariasi dari segi genre dan lirik, namun kesan gelisah tetap sama terasa dalam diri Petrus.
Petrus merasa seperti digelitik oleh sensasi itu, seolah-olah dia terjebak dalam kerumunan itu sendiri. Fenny melihat kondisi Petrus dan dengan penuh pengertian menepuk pundaknya dengan lembut, menunjukkan bahwa dia ada di sana bersama Petrus.
Namun, begitu besarlah kekaguman Petrus terhadap pemandangan yang terhampar di hadapannya, sehingga ia tampak seakan terperangkap di dalam sebuah labirin. Fenny yang prihatin merasa perlu untuk mengulurkan tangan dengan tenaga yang lebih besar, menghentak pundak Petrus dengan keras agar dia dapat keluar dari kehampaan yang menguasainya dan terlepas dari jerat analisa pribadinya yang kabur dan membingungkan.
Setelah ditepuk, Petrus akhirnya kembali sadar dan menyadari bahwa ia tidak sendirian di bar tersebut. Dia melihat ke arah Fenny, di mana di sampingnya telah berdiri seorang bartender dan tersenyum padanya.
Fenny mengajaknya berkenalan dengan Bartender yang bernama Jimi.