Burung berkicau di luar jendela. Fenny menyelimuti tubuhnya dengan piyama. Lalu, dia berpaling dan mengamati Petrus yang masih terlelap di pulau kapuk. Dia bahkan ingin memastikan, mendekat, dan memajukan wajahnya; pria itu jelas terlelap betul. Barulah dia berniat membuka pintu kamarnya dengan usaha yang tidak menimbulkan bunyi.
Pintu kamar dibiarkan setengah terbuka. Ia bergegas bergerak cepat menuju kamar Soe. Tiba-tiba, ia mengetuk kamarnya. Setelah menunggu cukup lama tanpa ada jawaban, ia berdeham agak panjang sambil melihat ke belakang, khawatir ada yang menyaksikan gerak-gerik janggalnya tadi. Beruntung sekali! Ternyata tidak ada orang yang berjalan mondar-mandir di ruang tengah.
Maka Fenny mulai mengetuk-ngetuk pintu kamar Soe. Setelah itu, terdengar suara orang yang berdecak kesal dari dalam kamar. Fenny mendekat ke pintu. Tak lama kemudian, terdengar langkah-langkah mendekat menuju pintu. Tanpa ragu, Fenny bergegas seperti roket yang menembus langit ketujuh. Ia kemudian bersembunyi di sebuah lemari yang berada dekat meja makan.
Dari sana, Fenny memastikan bahwa Soe memang orang yang dicarinya. Dia cepat mengambil selembar foto kertas. Wajahnya mirip. Fenny pun tersenyum puas. Kemudian, pada saat yang sama, dia segera mengirim pesan melalui pagernya, "Paket sudah siap diangkut."
***
"Fen... bangun dong! Udah jam berapa ini? Ingat, kita ada ujian," tegur seseorang dari luar kamar Fenny.
Sementara itu, Fenny sudah tidak berada di tempat tidur. Hanya Petrus yang tergeletak tak sadarkan diri. Orang di luar terus-menerus mengetuk pintu sepanjang waktu. Akhirnya, Petrus terbangun dengan wajah kesal dan pandangan masih kabur.
Petrus membuka pintu dan teman Fenny terkejut melihatnya. Dia tidak mengira bahwa yang muncul adalah orang lain. Mereka saling menatap selama beberapa detik. Namun, teman Fenny segera merasa malu dan dengan cepat pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Petrus pun ditinggalkan dalam keadaan bingung. Dia segera melirik jam yang tergantung di dinding. Sudah melewati jam sembilan. Petrus segera menutup pintu, mengenakan pakaian lengkap, merapikan tempat tidur Fenny, lalu keluar sambil menutup pintu kamar Fenny rapat-rapat.
Tanpa sengaja, Petrus bertemu dengan salah seorang teman di kampus. Teman itu adalah salah satu pimpinan kelompok bawah tanah yang agak radikal. Nama teman itu adalah Soe, seorang keturunan Tionghoa yang gemar berfilsafat. Soe meminta Petrus untuk duduk sejenak karena ia ingin membahas strategi aksi damai mereka agar tidak disusupi oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab seperti kedua ormas kemarin.
"Hai, Soe!" tukas Petrus dengan sedikit terkejut, melihat Soe yang jarang berada di kosan. "Biasa, baru selesai operasi tadi," tutur Soe sambil terlihat lelah namun tetap tersenyum. "Ngomong-ngomong, lo ada urusan apa di sini?"
"Ah, gak usah bahas itu," Petrus menggelengkan kepalanya. "Ayo, kita diskusiin hal penting aja." Petrus menunjukkan ekspresi seriusnya. "Aksi damai kita yang selanjutnya harus lebih hati-hati. Kita gak boleh kecolongan lagi kayak kemarin." Petrus mengangkat alisnya. "Ada kelompok ormas yang sengaja bikin kekacauan, dan gua yakin mereka bakal coba masuk lagi buat kepentingan mereka sendiri."
"Iya, gua paham kekhawatiran lo," tutur Petrus seraya menganggukan kepalanya. "Cuma... gimana caranya kita bisa memastikan teman-teman kita bahwa kelompok kita gak bakal disusupi lagi sama ormas?"
"Salah satu strategi yang bisa kita terapkan adalah membangun komunikasi yang kuat antara mahasiswa," ucap Soe sambil menyalakan sebatang rokok. "Sepertinya kita harus menyebarkan informasi dengan cepat dan tepat ke mereka." Soe menjatuhkan abu rokok di atas meja. "Bisa lewat selebaran atau pengumuman di kantin kampus, biar pesan kita sampai dengan efektif."
"Selain itu, menurut gua, kita juga harus meningkatkan keamanan saat aksi damai," suara Petrus terdengar semakin serius, sambil pada saat bersamaan mengambil rokok Soe dan menyalakkannya. "Kita bisa membentuk tim keamanan internal yang dilatih dengan baik. Tugas mereka cuma satu aja: menjaga aksi damai dari orang-orang yang mencurigakan, apalagi sampai mencoba merusak aksi damai kita. Dengan begitu, mahasiswa yang ikut turun ke aksi damai bakal merasa aman."
"Dan gak cuma itu, gua rasa penting juga, kita adain pertemuan-pertemuan kecil secara rutin sama mahasiswa. Di situ, kita bisa menjelaskan tujuan dan prinsip aksi damai kita, supaya mereka benar-benar paham dan punya semangat yang sama. Dengan cara itu, kita bisa membangun solidaritas dan kepercayaan di antara kita," jelas Soe.
"Oke, mari kita mulai jalankan strategi ini," lanjut Petrus menjelaskan. "Pokoknya kita harus membuat aksi kita yang kedua menjadi aksi yang terorganisir dan berjalan dengan damai. Supaya pesan kita sampai dengan jelas. Gua yakin kita bisa kok."