Malam tak selalu kelam, namun malam ini menghadirkan pemandangan yang luar biasa. Jalan raya masih menyala dengan ribuan lampu kendaraan yang berkilauan seperti bintang di langit. Di sisi lain, bus-bus penuh sesak dengan manusia yang lelah, tetapi tetap berjuang mencapai tujuan masing-masing. Namun, di tengah keramaian itu, ada sebuah kelompok manusia yang berjalan bersama dengan jarak yang tak nyaman. Seolah-olah setiap langkah yang mereka ambil, pikiran mereka diliputi oleh beban-beban hidup yang semakin berat.
Kisah ini berlanjut dengan sepasang anak manusia yang berjalan penuh kegembiraan menuju warung apresiasi. Ada sesuatu yang luar biasa pada mereka. Petrus dengan penuh kasih menggandeng tangan Fenny, sementara Fenny terlihat begitu bahagia. Wajahnya selalu dihiasi senyuman tipis yang tak pernah pudar. Namun, aksi romantis mereka menarik perhatian pengunjung dan aktivis di sekitar. Meskipun mereka tahu bahwa Petrus bukanlah tipe orang yang terlalu mencurahkan perasaan romantis, tak seorang pun berani mencemooh mereka. Bahkan, mereka semua menganggapnya sebagai hal yang tak terlalu penting.
Keduanya memesan dua gelas bir dingin, dan dengan ramah bartender segera menyajikannya. Tatapan mata yang isyaratkan godaan dilemparkan oleh bartender kepada mereka. Petrus sadar bahwa ia belum pernah memperkenalkan orang ini kepada Fenny. Dengan erat ia memeluk Fenny sambil berkata, "Fen... izinkan gua memperkenalkan Roman Sudrajat, yang tak lain adalah abang kita semua di sini!"
Fenny merasa ragu, namun Roman Sudrajat dengan ramah mengulurkan tangannya terlebih dahulu. "Fenny, tak usah merasa cemas begitu. Meskipun wajahku sering terlihat serius, hatiku sebenarnya lembut dan hangat."
Sebuah tawa riang pecah di antara mereka. "Kenalin bang, gua... Fenny, senang sekali bisa bertemu sama lo, bang," ucap Fenny dengan penuh keyakinan sambil menerima ajakan berjabat tangan dari Roman Sudrajat.
Setelah berjabat tangan, kepala Fenny mendekat ke Petrus, lalu berbisik pelan. "Gua cabut ke belakang sebentar ya."
Petrus menganggukkan kepala sambil mengelus pundak Fenny. "Ya udah, pergi sana."
Jeda hening tercipta di antara mereka "Fen...," sementara Bang Roman terlihat tertegun melihat adegan tersebut.Sementara Fenny yang tadinya berjalan, terpaksa berhenti melangkah, berpaling sambil melempar tatapan manis. "Kenapa sih..."
"Jangan lama-lama, nanti gua keburu kangennya berat!" tukas Petrus lancar sambil melepas sepotong senyum manis.
Tanpa diduga, Fenny malah berlari memeluk Petrus erat-erat. "Ini pelukan buat lo, biar kangen cepat ilang," ucapnya sebelum bergegas ke kamar mandi.
***
Fenny bergegas melangkah, sambil menerobos kerumunan orang yang berlalu-lalang dari sana. Sambil melangkah, ia sempat melirik ke belakang, berharap Petrus tidak mengejarnya, hanya demi menunjukan tingkah konyol seperti itu tadi. Sebab ia merasa jadi canggung, walau begitu hatinya terasa agak campur aduk. Belum jelas bagaimana rasanya saat ini.
Kendati begitu, Fenny malah fokus mengetuk pintu kamar mandi. Akhirnya, ia menemukan sebuah pintu di pojok kanan, dan kepalanya melongok ke dalam. Kondisi kamar mandi kosong, meskipun baunya pesing bukan main. Ketika ia masuk ke dalam, hampir muntah, untungnya ia sempat menahan nafas. Dengan tergesa-gesa, tangan kanannya merogoh saku celana jeansnya untuk mengambil pager di sana. Lalu jemarinya pun mengetik pesan cepat.
"Mari rampas paket yang satunya. Supaya yang punya paket bisa kita sikat dengan cara itu."
Setelah pesan terkirim, Fenny berlari keluar dari kamar mandi sambil menarik nafas panjang. Ia benar-benar tidak menyukai tempat ini. Lalu, ia sempat meludah beberapa kali ke lantai. Beberapa orang melihat tindakan Fenny, namun mereka cuek saja. Bahkan, beberapa dari mereka cenderung ketawa mengejek.
***
"Bang, trio belel sudah datang belum?" tanya Petrus.
Roman dengan tenang menyalakan rokoknya dan mengambil dua teguk bir dingin. "Aku hanya ingin memberikan saran. Mungkin lebih baik kalo kamu membentuk band dengan orang lain aja. Lagian, di tempat lain juga banyak musisi berbakat yang menanti."
Alis Petrus mengernyit, tegang. "Maksud lo apa sih, bang? Skill mereka luar biasa tahu!"