Bulan Mei, 1998, aku semakin mencintai alkohol. Menghabiskan uang kuliah untuk air surgawi ini adalah kenikmatan yang kudapatkan di bumi. Bagaimana tidak, setelah banyak menelan alkohol, sore itu, jalanan kulihat seperti taman bermain. Ramai oleh orang-orang yang berseru keras. Permainan telah dimulai lama karena api beterbangan ke mana-mana.
Antusias sekali sampai mereka menyambutku dengan memeluk. Saat aku dipanggil anjing oleh manusia bersenjata, maka aku tahu peranku di permainan ini adalah hewan.
“Mana babi? Kau majikannya babi, ya?” Aku tertawa, sebelum menggonggong.
Kaki manusia ini mendarat di pahaku. Tangannya ikut-ikutan, membuat kepalaku semakin pusing. “Anjing!”