Salah Rumah

Ajis Makruf
Chapter #5

Hujan Tembakan

Semua di ruang tamu telungkup di lantai. Rio dan JR yang tiba-tiba muncul, bersembunyi di sisi lain tembok ruang tamu. Kami hampir mati kalau saja terlambat menutup pintu. Apalagi Nordi, yang tadi paling dekat dengan mulut pintu—wajahnya sudah memerah, separuh nyawanya sudah pergi.

Ini adalah peristiwa mendebarkan yang pernah kualami bersama teman-temanku. Namun semua ini belum berakhir, karena kami masih terkurung dalam rumah sialan ini.

Beberapa menit ketika bunyi peluru terakhir menghunjam besi pintu, barulah kami berani untuk bergerak. Ronal pertama kali berdiri dari telungkup, diikuti mendekatnya JR dan Rio yang melangkah ke arah kami.

“Kenapa kita semua di sini? Kenapa ada tembakan?!” Ronal bertanya dengan marah-marah.

“Aku sama JR datang ke sini karena dikejar mereka,” jawab Rio.

“Mereka siapa?!” cecar Ronal.

“Aparat.” JR datang ke sofa ruang tamu, dan langsung berbaring dengan santai di sana. Anak ini memang yang paling tenang di antara kami. Kecerdasan yang dimilikinya membuat dia menjadi selalu tenang walau dalam situasi hampir mati seperti ini. "Tapi kita nggak tahu dari mana tembakan itu."

“Kalian semua kenapa bisa datang ke rumah ini?” Aku akhirnya akan bertanya kepada teman-temanku apa alasan mereka datang ke sini. “Kevin, jelaskan kembali. Kita bisa berharap Rio dan JR memecahkan misteri rumah ini.”

Kevin tertawa sebentar karena opiniku. “Gue dapat pesan di hand phone. Selamatkan kalian semua di rumah ini.”

Hand phone-nya bawa?” tanya Rio.

“Nggak. Orang yang memberi pesan itu nyuruh gue jangan bawa hand phone supaya kalian bisa selamat.”

Aku memekik. Alasan apa itu. Justru dengan Kevin tidak membawa hand phone, kami bisa terancam tertahan lama di rumah ini. Lalu aku melanjutkan pertanyaan, “Gimana dengan Ronal dan Nordi?”

“Mabuk. Gue salah masuk rumah,” jawab Ronal. Nordi pun menjawab sama dengan singkat. Alasan kami bertiga salah masuk rumah karena alkohol pun awalnya hanyalah dugaanku yang tidak rasional, tapi sekarang menjadi alasan yang nyata. Sialan.

“Gue juga salah masuk rumah.”

Kevin tiba-tiba tertawa lagi. Ronal meliriknya dongkol. “Apa-apaan ini? Kenapa gue disuruh datang hanya untuk tolongin kalian dengan alasan-alasan lucu begitu?”

“Maksud lu apa yang lucu?!” Ronal sudah meregangkan otot-ototnya. Sedikit lagi tinjunya akan pergi menuju muka Kevin.

“Sebaiknya kita harus cari cara keluar dari rumah ini,” ujarku dengan dingin. “Kerja sama lebih baik daripada berkelahi.”

“Pintu besi itu sudah terkunci rapat dengan otomatis,” kata JR yang masih berbaring di sofa. “Jendela terbuat dari kaca anti peluru, begitu juga dengan tembok-tembok rumah ini. Saat hujan tembakan tadi, nggak ada satu pun peluru yang berhasil menembus ke ruang tamu, kecuali satu peluru di tangan Rio.” Di dekat pintu, Rio memang baru saja memungut satu peluru di lantai. “Sebelum Kevin menutup pintu dengan rapat, ada satu peluru yang kecolongan mengenai ujung pintu.” Setelah memberikan konklusinya, JR menutup mata. Begitu tenangnya dia sampai-sampai aku jadi iri. Aku juga ingin tidur seperti dia, tetapi tidak mungkin bisa tidur dengan pikiran-pikiran yang sudah berdesakkan di dalam kepala.

Lihat selengkapnya