Salah Rumah

Ajis Makruf
Chapter #8

Pelaku Mengakuinya

Pandanganku masih gelap ketika sama-samar terdengar suara bel yang berulang-ulang. Seperti ada yang menampar pipiku berkali-kali sehingga mataku menyala dengan sekejap. Aku terbangun dengan mata melotot.

Setan-setan itu kembali datang saat aku terbangun. Mereka terlihat sama seperti kemarin. Dia memakai jas, dia pun begitu. Ada juga yang memakai kafan. Aku menggigil ketakutan ketika salah satu dari mereka datang di depanku. Wajahnya persis hanya sesenti dari hidungku. Dia adalah setan yang rupanya seperti As, atau memang dia itu arwah dari As. Leherku dicekik sehingga aku kesulitan bernapas. “Lepaskan!” Tubuhku meronta, tetapi tenagaku kalah dari setan ini.

“Tolong cari dia! Harian.” Suara seraknya itu bersamaan dengan cekikkannya yang semakin kuat. Tanganku menghalau tangan As, kakiku menendang-nendang serampangan di atas meja. Aku berteriak meminta tolong kepada siapa saja untuk melepaskan cekikan setan keparat ini karena napasku hampir putus.

Keringatku mengucur deras. Napasku terengah-engah dan tak beraturan. Seorang malaikat datang tiba-tiba dan langsung menyelamatkanku.

“Har, lu berhalusinasi lagi.”

Aku tersadar, di dekatku tidak ada setan-setan itu lagi. Dan bukan malaikat yang menyelamatkanku, tetapi JR.

“Lu sering begini semenjak As pergi. Ini halusinasi akibat terlalu banyak minum alkohol. Pikiran lu terganggu. Sama halnya dengan Nordi dan Ronal.”

Kepalaku masih pusing dan pikiranku belum maksimal untuk mendengar apa yang dikatakan JR. Dia menuntunku berdiri lalu memapahku ke sebuah kamar. Aku dibaringkan di atas kasur. Kedua mataku langsung terpejam karena kecapaian dan kepala yang sangat pusing. JR pun pergi, kudengar bunyi pintu yang tertutup. Namun tampaknya ada seseorang bersamaku di kasur ini. Kedua mataku tertutup, tetapi rasanya dia adalah Ronal karena tercium bau alkohol dari udara yang kuhirup ini.

***

Tubuhku serasa digerak-gerakkan. Namaku seperti dipanggil-panggil. Semua ini membuatku ingin memastikan keadaannya. Kelopak mataku bergerak pelan, pandanganku mulai ada. Namaku semakin nyata dipanggil oleh suaranya. Pemilik suara itu pun telah jelas kulihat. “Harian, yuk sarapan,” kata perempuan cantik yang duduk di sampingku ini. Betapa bahagianya hidupku, bangun tidur dan langsung ditunjukkan senyumannya Dian. Aku bangun dan lekas berterima kasih kepada Dian karena telah membangunkanku. “Ronal juga sudah kubangunkan. Dia sudah lebih dulu ke luar.”

Aku menoleh ke belakang melihat kasur, ternyata si keparat itu memang sudah bangun lebih dulu. Ini adalah kekalahan yang memalukan, bangun lebih lama dibanding rival dan dilihat Dian yang kian memikat hatiku.

Di ruang makan, kami berkumpul. Nasi goreng sudah disajikan di piring-piring, entah siapa yang memasaknya. Aku tidak bertanya ini kepada Dian, tetapi mungkin saja dia yang memasaknya lagi. Ronal duduk di sebelah Rio dan JR yang berhadapan denganku. Di sampingku ada Dian, dan Vinola yang duduk di ujung meja seperti seorang kepala keluarga. Kevin duduk berhadapan dengan Rio.

“Hari ini Nordi harus dikubur,” kata Vinola selagi kami semua sedang mengunyah makanan. Dia memang benar, tapi setidaknya jangan membicarakan ini di saat makan begini. “Nggak mungkin kalian biarkan dia membau begitu saja.”

Prang! Ronal membuang sendok melenting di piringnya. Anak ini pasti akan mengamuk. Semua tuduhan kepada Vinola yang diceritakannya semalam pasti akan dia letuskan pagi ini di depan semua orang. Kukira begitu, tetapi Ronal justru meminum air dingin di gelasnya sampai habis lalu tidak ada sepatah kata pun yang dia katakan.

Ronal berdiri dan dengan cepat dia menarik Kevin. Keduanya berseteru, tetapi tenaga Ronal lebih kuat lantas Kevin tetap ditarik-tarik paksa oleh Ronal. Aku, Rio, dan JR lekas bangun untuk menahan Ronal.

Lihat selengkapnya