Salah Rumah

Ajis Makruf
Chapter #13

Air yang Mati

Hari ini tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mundur sebagai presiden Indonesia. Ini menjadi kebahagiaan yang berlipat-lipat setelah kami bisa mandi lagi.

Kami belum mandi selama lima hari, mendekam di dalam rumah yang sirkulasi udaranya seburuk ini. Kulit kami sudah persis semacam serbet dekil warung di kampusku yang belum dicuci sebulan. Ketika keran air kembali menyala semalam, lantas bak mandi terisi penuh dengan air bersih, rasanya kami seperti menemukan harta karun.

Semua orang menjadi lebih segar setelah mandi. Terlebih lagi Dian. Pandanganku tak lepas melihat wajahnya yang cerah, mulutku tak henti-hentinya mengucap syukur. Perempuan yang kusukai ini pasti sangat menderita ketika harus menjadi serbet dekil beberapa hari ini. Namun demi Tuhan, ketika Dian berubah menjadi serbet dekil pun aku masih menyukainya. Dian tetaplah Dian, keindahannya tidak dapat ditutupi walau daki telah menumpuk di kulitnya berhari-hari.

Sehabis mandi kuajak Dian ke belakang rumah. Di lorong yang menghubungkan ke pintu keluar, ada dua kursi tali yang berdampingan dengan sebuah meja kecil. Aku menyuruh Dian untuk duduk menungguku sebentar di sana, sementara aku pergi ke dapur untuk mengambil beberapa potong ayam goreng yang sudah kusimpan semalam di lemari pendingin.

Isi di dalam lemari pendingin ini sudah jauh berbeda. Isinya menipis, sekarang hanya ada kaleng makanan berupa buah-buahan yang berguna untuk sumber energi kami di rumah ini. Sebetulnya aku tidak suka dengan bau dari buah yang disajikan di dalam kaleng begini, tetapi inilah makanan yang bisa kumakan selain ayam goreng yang datang tiba-tiba di malam hari. Semalam aku menyembunyikan ayam goreng di antara kaleng-kaleng buah. Aku masih ingat dengan jelas di mana aku menyembunyikannya. Ayam goreng yang kutaruh di dalam kaleng itu seharusnya mudah saja kutemukan, tetapi sampai semenit aku mencarinya rasanya ayam itu telah hilang.

Ronal, JR, atau Kevin bisa jadi yang mengambilnya. Aku mengumpat kesal.

“Maaf, ya,” kataku ke Dian.

“Kenapa?”

“Semalam aku menyimpan ayam goreng untuk kamu, tapi kayaknya JR, Ronal, atau Kevin sudah mengambilnya.”

Dian tertawa. Dia menutup mulutnya dengan tangan. Wajahnya terlihat sangat menggemaskan. “Makasih, ya, niat baiknya.”

“Sudah tiga malam ini selalu ada ayam goreng di dapur.”

“Siapa yang masak? Kamu?”

“Nggak tahu. Tiba-tiba saja ada di dapur.”

“Adanya sewaktu kamu habis minum alkohol atau sebelumnya?”

“Sebelum aku datang ke dapur.”

Lihat selengkapnya